Pelecehan seksual merupakan tindak kejahatan yang dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain, bahkan merugikan korbannya. Pelecehan seksual sejatinya mengacu pada tindakan bernuansa seksual yang kemudian dilakukan melalui kontak fisik atau non-fisik, seperti bersiul, menggoda, melontarkan komentar-komentar seksual, menyentuh bagian tubuh dan gerakan atau isyarat yang bersifat seksual, yang kemudian menimbulkan perasaan tidak nyaman sehingga dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan dan keselamatan.
Pelecehan seksual tidak membeda-bedakan, tidak peduli siapa korban dan pelakunya. Namun yang paling sering menjadi korban pelecehan seksual adalah perempuan. Mingkin bisa dikatakan bahwa tidak ada ruang aman bagi perempuan karena pelecehan seksual seringkali dilakukan oleh orang-orang terdekatnya, seperti ayah tiri, ibu, paman, saudara laki-laki, pacar, bahkan ayah kandungnya sendiri. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengungkap kasus kekerasan seksual di Indonesia semakin meningkat. LPSK mencatat 70 persen korban kekerasan seksual kenal dengan pelaku.
Informasi yang kami dapatkan dari artikel berjudul Pelecehan Seksual pada Jurnalis Perempuan Di Indonesia menyatakan bahwa, hampir semua perempuan pernah mengalami pelecehan seksual dan hampir semua perempuan mengenal seseorang yang pernah mengalami pelecehan seksual. Kalimat ini diungkapkan oleh Eve Ensler dalam Vagina Monologue. Ungkapan ini memperlihatkan bahwa pelecehan seksual masih menjadi momok bagi kehidupan yang adil dan berkesetaraan gender bagi para perempuan. Jadi, diharapkan pihak berwenang wajib menegakkan hukum yang berlaku saat ini sehingga perempuan Indonesia memiliki ruang yang cukup untuk mencari tempat yang aman.
Data pengaduan Komnas Perempuan sepanjang tahun 2022 menunjukkan kekerasan seksual sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan yang dominan (2.228 kasus/38.21%) diikuti kekerasan psikis (2.083 kasus/35,72%). Pelecehan seksual bukan hal yang sepantasnya dianggap biasa. Karena pelecehan seksual merupakan kasus yang marak terjadi di sekitar kita. Pelaku pelecehan seksual melakukan itu biasanya hanya untuk melampiaskan hawa nafsunya demi kepuasan semata. misalnya ketika pelaku melakukannya tidak sampai memperkosa si korban, maka hal tersebut akan dianggap tidak berat tindakannya oleh pelaku dan masyarakat yang masih menganggap remeh tentang pelecehan seksual
Hal tersebut mengakibatkan korbanlah yang justru mendapatkan perlakuan-perlakuan yang tidak menyenangkan. Seperti seringkalinya dikucilkan, dianggap dirinya sudah kotor dan sanksi- sanksi sosial lainnya. Padahal sebagai korban mereka juga tidak menginginkan hal tersebut terjadi. Hal itu terkadang membuat korban enggan untuk speak up karena tekanan dari lingkungan sekitar dan juga mentalnya yang sudah terganggu.
Di sinilah peran korban, teman dan orang-orang terdekat sangat diperlukan. Karena banyaknya kemungkinan korban mengalami trauma dan membuatnysa tertekan. Selain dari orang terdekat, pendamping dari psikolog atau psikiater juga diperlukan oleh korban. Akan tetapi, untuk mendapatkan bantuan dan dukungan dari orang sekitar alangkah baiknya sebagai korban pelecehan seksual harus berani untuk memberitahu orang yang dipercaya, meskipun hal itu mungkin berat bagi korban, tetapi hal itulan yang menjadi salah satu cara agar orang sekitar bisa membantunya. Karena jika korban tidak ada keberanian untuk speak up, tidak akan pernah ada bantuan dan jalan keluar bagi korban.
Jadi jika ada korban pelecehan seksual yang speak up diharapkan kita bisa merangkul dan mendukung suara mereka dan diharapkan jangan hanya ramai di awal pemberitaan saja. Kasus seperti ini harus ditindak tegas dan perlu ada sanksi sesuai hukum yang berlaku kepada pelaku supaya pelaku jera dengan perbuatannya. Namun, jika pelaku tidak juga jera, mungkin mereka juga butuh pendampingan oleh psikiater maupun psikolog karena bisa jadi dia memiliki gangguan jiwa dan akhirnya melakukan tindakan tersebut.
Tindakan terhadap pelecehan seksual juga tidak pantas jika diselesaikan dengan kata ‘damai’. Kata “damai” tidak akan menyeldaikan masalah dan trauma bagi korban. Maka dari itu kita sebagai generasi penerus bangsa harus memiliki keinginan untuk menghilangkan anggapan ringan terhadap kasus-kasus seperti ini. Sekecil apapun tindakannya harus ditindak tegas jangan ada kata ‘damai’ sampai kasus selesai. Karena sekecil apapun tindakan pelecehan tetaplah pelecehan.
Penulis: Aisha Mutiara Shafa dan Selvi Fujaemah