Mohon tunggu...
Aisha Kailla
Aisha Kailla Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI

suka bernyanyi

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Dampak Budaya Patriarki Terhadap Kesetaraan Gender dalam Peluang Pekerjaan di Indonesia

4 Juni 2024   15:50 Diperbarui: 4 Juni 2024   16:52 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Budaya patriarki di Indonesia masih mengakar kuat dan berdampak signifikan pada kesetaraan gender dalam peluang pekerjaan. Perempuan seringkali dihadapkan pada berbagai hambatan dan diskriminasi di dunia kerja, seperti stereotip gender, kesenjangan gaji, keterbatasan akses, dan pelecehan seksual. 

Dampak budaya patriarki ini tidak hanya merugikan perempuan, tetapi juga menghambat kemajuan ekonomi dan sosial Indonesia secara keseluruhan. Dampak budaya patriarki ini tak hanya merugikan perempuan secara individu, tetapi juga menghambat kemajuan ekonomi dan sosial Indonesia secara keseluruhan. 

Perempuan merupakan setengah dari populasi Indonesia dan memiliki potensi besar untuk berkontribusi pada pembangunan bangsa. Oleh karena itu, penting untuk menghapuskan budaya patriarki dan menciptakan kesetaraan gender dalam peluang kerja di Indonesia. Jurnal ini mengkaji dampak budaya patriarki terhadap kesetaraan gender dalam peluang kerja di Indonesia.

Budaya patriarki merupakan sistem sosial dan nilai yang didasarkan pada dominasi dan pengunggulan laki-laki atas perempuan, serta pembatasan peran dan hak-hak perempuan. 

Dalam konteks budaya patriarki, perempuan sering kali menghadapi diskriminasi dan keterbatasan dalam akses terhadap peluang pendidikan dan pekerjaan. Hal ini tercermin dalam norma-norma yang memposisikan laki-laki sebagai penguasa rumah tangga dan penentu utama keputusan, sedangkan perempuan diharapkan untuk memenuhi peran domestik dan mengurusi tanggung jawab rumah tangga.
Kesetaraan gender merupakan hak asasi manusia yang fundamental. Ini berarti bahwa setiap orang, terlepas dari jenis kelaminnya, berhak untuk menikmati hak dan peluang yang sama dalam semua aspek kehidupan. Namun, di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, diskriminasi kesetaraan gender masih menjadi kenyataan pahit bagi banyak orang.
Diskriminasi kesetaraan gender mengacu pada perlakuan tidak adil yang didasarkan pada jenis kelamin. Hal ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk, termasuk diskriminasi di bidang pendidikan , perempuan sering kali memiliki akses yang lebih rendah terhadap pendidikan dibandingkan laki-laki. Hal ini terlihat dari angka putus sekolah yang lebih tinggi di kalangan perempuan, serta kurangnya representasi perempuan di bidang sains, teknologi, dan matematika.
Pada diskriminasi di bidang pekerjaan perempuan sering kali mendapatkan gaji yang lebih rendah dibandingkan laki-laki untuk pekerjaan yang sama. Mereka juga lebih sulit untuk mendapatkan promosi dan menduduki posisi kepemimpinan. Pada diskriminasi di bidang politik Perempuan masih kurang terwakili dalam politik. 

Jumlah perempuan di parlemen dan posisi pemerintahan masih jauh di bawah proporsi mereka dalam populasi. Perempuan lebih berisiko mengalami kekerasan, seperti kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, dan perdagangan manusia. Budaya dan tradisi di beberapa masyarakat sering kali mendiskriminasi perempuan, seperti pernikahan dini, poligami, dan pembagian kerja yang tidak adil.
Budaya patriarki merupakan sistem sosial yang menempatkan laki-laki dalam posisi superior dibandingkan perempuan.Sistem ini telah mengakar kuat dalam masyarakat Indonesia selama berabad-abad dan memiliki pengaruh signifikan pada berbagai aspek kehidupan, Pengaruh budaya patriarki yang telah terakar kuat di masyarakat Indonesia dapat diamati dari berbagai sudut pandang. 

Salah satunya adalah dalam struktur keluarga dan tatanan rumah tangga. Budaya patriarki cenderung mengukuhkan peran dominan laki-laki sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab atas penghasilan dan keputusan utama, sementara perempuan diharapkan untuk memainkan peran pendukung dalam mengurus rumah tangga dan anak-anak. Hal ini tercermin dalam adat istiadat dan norma sosial yang menetapkan pembagian tugas berdasarkan jenis kelamin, di mana laki-laki dianggap sebagai tulang punggung keluarga sedangkan perempuan dianggap sebagai pengurus rumah tangga.
Dampak budaya patriarki juga terlihat dalam akses perempuan terhadap pendidikan dan peluang kerja. Selama beberapa dekade, perempuan sering kali mengalami keterbatasan dalam akses pendidikan tinggi dan pelatihan yang dibutuhkan untuk mencapai posisi pekerjaan yang lebih tinggi. Budaya patriarki memberikan preferensi terhadap penguasaan ilmu dan keterampilan kepada laki-laki, sehingga mengakibatkan ketimpangan dalam partisipasi perempuan di sektor-sektor yang membutuhkan kualifikasi tinggi.
Tidak hanya dalam ranah pendidikan dan pekerjaan, tetapi budaya patriarki juga mempengaruhi interaksi sosial sehari-hari dan peran perempuan dalam kehidupan masyarakat. 

Norma-norma sosial yang menganut pandangan bahwa laki-laki lebih berhak memiliki otoritas dan pengaruh dalam ranah politik, ekonomi, dan keagamaan dapat menghambat keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan penting. Akibatnya, perempuan sering kali kurang diwakili dalam struktur kelembagaan dan kurang memiliki suara dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan hak-hak dan kesetaraan gender.
Selain itu, budaya patriarki juga tercermin dalam persepsi dan citra perempuan dalam media dan budaya populer. Perempuan sering kali digambarkan dalam stereotip yang menghambat aspirasi dan pengembangan diri mereka. Gambaran perempuan sebagai objek seksual atau hanya sebagai ibu dan pengurus rumah tangga dapat mereduksi peran dan kontribusi nyata perempuan dalam berbagai bidang kehidupan.
 
Budaya patriarki mempengaruhi kesetaraan gender dalam peluang pekerjaan di Indonesia, terutama dalam hal akses terhadap pendidikan dan pelatihan, serta dalam seleksi dan penilaian di tempat kerja, merupakan fenomena yang tercermin dari sistem nilai yang memberikan dominasi dan keunggulan kepada laki-laki atas perempuan, sementara juga membatasi peran dan hak-hak perempuan. 

Dalam konteks budaya patriarki, perempuan sering menghadapi diskriminasi dan keterbatasan dalam akses terhadap peluang pendidikan dan pekerjaan. Hal ini tercermin dalam norma-norma yang memposisikan laki-laki sebagai penguasa rumah tangga dan penentu utama keputusan, sedangkan perempuan diharapkan untuk memenuhi peran domestik dan mengurusi tanggung jawab rumah tangga.

Dampak dari budaya patriarki ini menciptakan ketimpangan dalam kesempatan pendidikan dan pekerjaan antara laki-laki dan perempuan di Indonesia. Laki-laki cenderung lebih diuntungkan dalam hal akses pendidikan tinggi dan pelatihan yang memungkinkan mereka untuk mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk pekerjaan yang lebih tinggi dan kompetitif. 

Di sisi lain, perempuan seringkali dihadapkan pada keterbatasan akses dan dukungan dalam mengakses pendidikan dan pelatihan, terutama dalam bidang yang dianggap "maskulin" atau keterampilan teknis yang memerlukan tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Selain itu, dalam seleksi dan penilaian di tempat kerja, budaya patriarki dapat menyebabkan diskriminasi terhadap perempuan. Pengambilan keputusan cenderung didasarkan pada stereotip gender, di mana perempuan dianggap kurang kompeten atau kurang cocok untuk posisi-posisi tertentu yang dianggap sebagai wilayah laki-laki. Hal ini menghambat perempuan untuk maju dalam karier dan memperoleh posisi yang setara dengan laki-laki meskipun memiliki kualifikasi dan kemampuan yang sama.
Di Indonesia, budaya patriarki masih berpengaruh kuat dalam struktur sosial dan ekonomi. Meskipun telah terjadi kemajuan dalam pemberdayaan perempuan dan kesadaran akan pentingnya kesetaraan gender, tantangan dan hambatan yang timbul akibat budaya patriarki masih menyulitkan perempuan untuk mencapai kesetaraan dalam dunia kerja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun