Pengunjung warung pun terkagum dan iba dengan sosok kecilnya. Keadaan yang membuat Ujang menjadi pekerja keras dan jujur dalam menghadapi hidup. Terkadang, Ujang pun ikut meladeni pembeli saat sedang ramai.Â
Hingga di suatu siang yang panas, saat warung sepi dan sang nenek sedang salat. Ujang menjaga warung sendirian, terlihatlah seorang kakek menghampiri warung.
"Assalamualaikum," salam seorang tua berambut putih dengan setelan putih dan juga bersorban putih. Wajahnya bersih disertai mata yang begitu bening.
"Wa'alaikumsalam. Silakan masuk, Kek. Kakek mau minum apa?" tanya Ujang dengan ramah.
Sang Kakek terpesona dengan keramahan Ujang. Dia tersenyum dan berjongkok di depan Ujang. Tangannya mengusap rambut dan pipinya. Perlakuan sang kakek membuat Ujang mundur gentar karena tidak mengenal kakek berbaju putih. Si kakek menatap mata bulat Ujang.
"Ada yang Ujang bisa bantu, Kek?" tanya Ujang lagi, walau suaranya agak bergetar takut. Dia melihat keringat bercucuran di wajah bersih sang kakek.
"Kamu tidak perlu takut cucuku. Kakek hanya ingin minum, tetapi tidak membawa uang," ujar si kakek dengan suara lembut.Â
Ujang mengangguk dan tanpa mengeluarkan suara, dia segera mengambil segelas air putih dan mengulurkan pada kakek.
"Silakan, Kek."Â
Lalu Ujang berbalik mengambil kendi lagi, siapa tahu kakek masih kehausan.
"Alhamdulillah, segar sekali airnya. Terima kasih. Ujang di sini dengan siapa?"