Â
Di sebuah kamar yang masih benderang, diiringi musik malam, alunan suara merdu jangkrik saling bersahutan. Seorang bocah lelaki terlihat asyik bermain bersama sang kakek yang sedang membujuk agar mau tidur.
"Adek, sudah malam. Ayo tidur," bujuk si kakek. Bocah yang dipanggil Adek hanya menyunggingkan senyum, tapi jemarinya masih memegang mainan sambil menirukan suara mirip mobil. Kakek mengusap penuh kasih sayang pada cucunya.
"Adek belum mengantuk, Kek," rajuk si cucu.Â
"Bagaimana kalau Kakek mendongeng?" bujuk kakek lagi. Adek menatap sorot mata  lembut sang kakek sambil berpikir, akhirnya dia menganggukkan kepala. Kakek pun menuntun Adek ke tempat tidur,  membaringkannya, dan akan menyelimuti tubuh cucunya. Namun, mendapat penolakan karena bocah kecil itu bersikukuh ingin duduk. Kakek tersenyum lembut sembari mengusap rambut legam cucunya.
Kemudian, dari bibir kakek mengalirlah sebuah cerita ....
* Â * Â * Â
Di sebuah desa yang sejuk dan damai, bernama Desa Pucuk. Tersebutlah seorang bocah bernama Ujang, dia hidup bersama seorang nenek yang biasa dipanggil penduduk setempat dengan Nenek Uti. Ibunya telah meninggal saat Ujang baru berumur setahun. Hampir lima tahun Ujang diasuh sang nenek karena bapaknya yang bernama Kang Dadang harus bekerja di ibukota kerajaan.
Ujang adalah anak yang pintar dan rajin, setiap hari dia bangun pagi, membantu sang nenek untuk menyiapkan makanan yang akan dijual di warung. Walaupun perawakan Ujang kecil, tetapi dia sangat cekatan. Mondar-mandir dari dapur ke warung yang ada di depan rumah, mengambilkan yang dibutuhkan nenek. Ujang tidak pernah mengeluh capek, semuanya dijalani dengan gembira.
Nenek sangat bangga pada cucu satu-satunya yang selalu tersenyum, rajin, dan patuh. Dia selalu berkata, Ujang bantu apalagi, Nek. Banyak teman-temannya yang ingin mengajak Ujang bermain, tetapi selalu ditolak. Dia akan mengatakan sedang membantu nenek.