Mohon tunggu...
Aisha Fabella
Aisha Fabella Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Jangan terlalu menerka, nanti bisa salah sangka

Selanjutnya

Tutup

Money

Kenaikan Harga BBM dari Masa ke Masa dan Pengaruhnya terhadap Masyarakat

22 April 2022   19:39 Diperbarui: 22 April 2022   20:01 1720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sejak tanggal 1 April 2022 lalu, pemerintah menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi jenis Pertamax dengan harga Rp12.500 per liter melalui PT. Pertamina. Ini bukanlah kenaikan harga BBM yang pertama kali terjadi di Indonesia, perubahan harga BBM sebenarnya sudah terjadi secara rutin dari masa ke masa. Jauh sebelum hari ini, di masa kepemimpinan Presiden Soeharto tahun 1991 sudah ada kenaikan harga BBM dari Rp150 per liter menjadi Rp550 per liter, di tahun 1993 menjadi Rp700 per liter, dan mengalami kenaikan harga lagi pada tahun 1998 menjadi Rp1.200 per liter. Permasalahan ini merupakan salah satu hal yang menyebabkan adanya krisis ekonomi skala besar tahun 1998 yang mengakibatkan lengsernya Presiden Soeharto.

Setelah B.J Habibie menjabat sebagai presiden, harga BBM turun menjadi Rp1.000 per liter, B.J. Habibie adalah satu-satunya presiden yang tidak menaikan harga BBM. Saat masa kepemimpinan Gus Dur, harga BBM turun lagi menjadi Rp600 per liter. Namun pada tahun 2000, harga BBM naik menjadi Rp1.150 per liter dan naik lagi menjadi Rp1.450 per liter. Di masa Presiden Megawati, harga BBM juga naik menjadi Rp1.550 per liter dan naik lagi di tahun 2003 menjadi Rp1.800 per liter. Kemudian di masa Presiden SBY, harga BBM naik menjadi Rp1.820 per liter, di tahun 2005 menjadi Rp2.400 per liter dan naik lagi menjadi Rp4.500 per liter, bahkan di tahun 2008 harga BBM meningkat drastis menjadi Rp8.000 per liter lalu turun menjadi Rp5.000 per liter dan turun lagi pada tahun 2009 menjadi Rp4.500 per liter. Namun pada tahun 2013, BBM kembali mengalami kenaikan menjadi Rp6.500 per liter.

Kenaikan harga BBM juga terjadi di masa kepemimpinan Presiden Jokowi. Pada tahun 2014, BBM bersubsidi yakni Premium mengalami kenaikan harga menjadi Rp8.500 per liter dan harga solar bersubsidi juga naik menjadi Rp7.500 per liter. Tahun 2015, harga BBM mengalami penurunan menjadi Rp7.600 per liter untuk premium dan Rp7.250 untuk solar, lalu pada tahun 2017 turun lagi menjadi Rp6.550 per liter.

Kenaikan harga BBM dilakukan sebagai dampak atas melonjaknya harga minyak dunia, suplai BBM yang tidak mencukupi karena permintaan pasar, dan yang paling utama adalah akibat dari harga bahan baku BBM yang melambung tinggi. Pada tahun 2021, harga CPO masih sebesar 60 dolar AS per barel sedangkan tahun ini menjadi 118 dolar AS per barel. Mengacu pada Kepmen ESDM no 62 tahun 2020, harga Pertamax seharusnya lebih tinggi dari Rp14.526 per liter sehingga harga di pasar bisa mencapai Rp16.000 per liter. Namun pemerintah menetapkan harga Pertamax menjadi Rp12.500 per liter karena diharapkan masih terjangkau oleh masyarakat.

Pada rapat kerja bersama Komisi VII DPR pada tanggal 13 April 2022, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan bahwa pemerintah akan melakukan penyesuaikan harga terhadap Pertalite dan Solar, serta LPG, hal ini merupakan dampak dari serangan Rusia ke Ukraina sejak 24 Februari lalu yang berpengaruh terhadap kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang mencapai angka 98,4 dolar AS per barel sedangkan APBN hanya mengasumsikan sebesar 63 dolar AS per barel. Ketersediaan sumber minyak bumi di Indonesia juga terbatas, apalagi dengan teknologi produksi dan sumber daya pengelolanya yang kurang optimal menyebabkan produksi minyak mentah cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun.

Menurut Pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmy Radhi, kenaikan harga BBM dan beberapa komoditi lain akan menciderai tuntutan mahasiswa yang telah melakukan demo pada tanggal 11 April. Kenaikan harga BBM juga berpotensi menyebabkan inflasi yang mengakibatkan harga-harga kebutuhan pokok juga naik dan menurunkan daya beli masyarakat. 

Apalagi Center of Reform on Economics (CORE) memperkirakan bahwa inflasi tahun ini mencapai 5,5% dan terlalu tinggi jika dibandingkan dengan saat pandemi COVID-19 lalu yaitu sebesar 2,72%, hal ini akan memperburuk kondisi perekonomian di Indonesia jika tidak segera ditangani dengan baik. Meskipun ada dampak positif dari kenaikan harga BBM yaitu bisa menekan angka kemacetan di daerah perkotaan karena masyarakat akan terdorong untuk naik kendaraan umum, namun yang paling dirasakan dan menjadi masalah adalah masyarakat tidak bisa menjangkau harga BBM yang nantinya berimbas pada kenaikan harga-harga barang maupun jasa lainnya. Bukan tidak mungkin jika kerusuhan tahun 1998 akan terjadi lagi jika pemerintah tidak memikirkan langkah bijak yang menguntungkan masyarakat. 

Dikatakan juga oleh Fahmy Radhi bahwa salah satu cara yang bisa dilakukan pemerintah untuk meringankan APBN tanpa harus menaikan harga BBM yaitu dengan merelokasi dana windfall dari peningkatan harga batubara dan dana kenaikan PPN. Dana yang direncanakan untuk perpindahan ibukota baru juga bisa dialokasikan untuk menambah subsidi bagi masyarakat karena lebih mendesak.


Di samping itu, pemerintah seharusnya memenuhi amanat konstitusi yaitu pada UUD 1945 pasal 33 ayat (3) yang mengatakan "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat" dengan melakukan pengawasan dan penindakan secara tegas terhadap upaya privatisasi BUMN. Jika tidak, ini akan menjadi sangat berbahaya mengingat bahwa tujuan pihak swasta adalah mencari keuntungan, bukan untuk kesejahteraan masyarakat. Pemerintah Indonesia harus mengambil tindakan yang tegas untuk ini karena dampaknya bisa kompleks, salah satunya adalah peningkatan angka kemiskinan karena bertambahnya jumlah pengangguran dan menurunnya angka harapan hidup karena masyarakat tidak bisa menjangkau sarana kesehatan yang baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun