Mohon tunggu...
Aisha Prastyanti Hapsari
Aisha Prastyanti Hapsari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

Saya tertarik pada bidang Psikologi, terutama dalam kesahatan mental dan perkembangan manusia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengurangi Penggunaan Media Sosial: Resolusi Tahun Baru 2025 Gen Z?

6 Januari 2025   00:01 Diperbarui: 6 Januari 2025   00:01 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Aplikasi Media Sosial sebagai Alat Komunikasi (Sumber: Pixabay)

Memasuki minggu pertama tahun baru, kebiasaan yang umum dilakukan adalah menulis resolusi tahun baru. Bagi beberapa orang, menulis resolusi tahun baru dapat membantu meneguhkan tekad untuk meraih target yang ditetapkan, baik untuk mencapai atau menghindari sesuatu.

Gen Z yang lahir antara pertengahan-akhir 1990-an sampai awal 2010-an adalah digital native. Mereka memiliki akses digital yang lebih luas semenjak kecil, sehingga media sosial sering kali menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari Gen Z. Media sosial menjadi sarana mereka untuk menjalin hubungan sosial, mendapatkan informasi, dan hiburan. Mereka pun dapat menyuarakan ide dan pendapat mereka melalui media sosial.

Hanya saja, penggunaan media sosial yang berlebihan dapat berdampak negatif pada kehidupan sosial dan kesehatan mental Gen Z. Media sosial memang membuat mereka terhubung dengan berbagai pihak. Namun, bila berlebihan, hal ini bisa membatasi interaksi mereka dengan dunia nyata. Dari segi perkembangan otak, anak-anak di bawah usia 16 tahun juga masih belum mampu menyaring informasi dengan baik. Akibatnya, mereka rentan terhadap hoaks, cyberbullying, dan kecanduan konten yang tidak sesuai usia mereka. Dalam jangka panjang, ini dapat membuat Gen Z rentan terhadap persoalan kesehatan mental. Misalnya, mengalami kecemasan atau depresi karena merasa tidak bisa mengikuti gaya hidup hedon di media sosial seperti TikTok dan Instagram. Terlalu banyak menonton konten pendek juga disebut dapat menyebabkan “brain rot” atau pembusukan otak.

Menjelang akhir tahun 2024, pemerintah Albania mengumumkan penutupan TikTok selama satu tahun mulai tahun 2025. Langkah ini diambil setelah insiden tragis di Tirana, di mana seorang siswa berusia 14 tahun tewas dan satu siswa lainnya terluka akibat perkelahian yang disebabkan oleh konflik di media sosial. Perdana Menteri Albania bahkan menyebut TikTok sebagai "preman lingkungan" yang mengancam generasi muda.

Senada dengan hal ini, pemerintah Australia telah melarang penggunaan media sosial seperti TikTok, Snapchat, Instagram, Facebook, X, dan Reddit untuk anak-anak di bawah usia 16 tahun. Platform yang melanggar aturan ini akan dikenakan denda hingga 50 juta AUD. Sementara itu, Norwegia juga telah mengumumkan rencana pelarangan media sosial untuk anak-anak di bawah usia 15 tahun, sedangkan di Prancis, beberapa sekolah sudah melarang penggunaan ponsel untuk siswa yang berusia di bawah 15 tahun.

Kabar ini menunjukkan bahwa banyak negara mulai bertindak nyata untuk mengurangi dampak negatif media sosial terhadap anak-anak dan remaja. Bagaimana dengan Indonesia? Laporan State of Mobile 2024 yang diluncurkan oleh Data.AI menobatkan Indonesia sebagai negara dengan waktu terlama dalam menggunakan ponsel, dengan durasi rata-rata sekitar 6 jam per hari. Dalam kehidupan sehari-hari, tampak bahwa remaja Indonesia dari berbagai daerah dan kalangan tak mau kalah membuat konten viral di media sosial, yang sayangnya tidak selalu bersifat positif. Aksi nekat mulai dari menghadang truk, lompat dari bendungan, sampai tawuran remaja, tak jarang didasari keinginan untuk tampak keren dan jadi viral di media sosial.

Memulai tahun baru 2025, saatnya berefleksi, sudahkah waktunya bagi para Gen Z di Indonesia untuk membuat resolusi untuk mengurangi bermain media sosial? Hal ini tentunya bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan, mengingat gadget dan media sosial seringkali sudah menjadi makanan sehari-hari. Tetapi, bukan berarti ini tidak mungkin. Remaja Gen Z, dengan didukung keluarga, bisa membuat target spesifik yang dapat dicapai. Misalnya, membatasi bermain media sosial dari 3 jam perhari menjadi maksimal 1 jam perhari. Gunakan aplikasi di ponsel untuk membatasi waktu mengakses media sosial, buat notifikasi dan jadwal harian, dan perbanyak waktu untuk melakukan aktivitas lain yang disukai, seperti membaca buku, menyusun puzzle, dan sebagainya.

Berkaca dari negara-negara lain, upaya mengurangi penggunaan media sosial bukan menjadi tanggung jawab remaja dan keluarga saja, melainkan juga pemerintah dan masyarakat. Peringatan dari Mendikdasmen Abdul Mu’ti agar orang tua mencegah anak kecanduan gadget, pada acara peluncuran Risalah Kebijakan Transisi PAUD ke SD, Kamis (19/12/2024), adalah langkah awal yang baik. Sebagai tindak lanjut, pemerintah dapat menggencarkan edukasi tentang dampak negatif media sosial dan memasukkan edukasi literasi digital ke dalam kurikulum sekolah. Pemerintah juga dapat menetapkan regulasi usia minimal 16 tahun untuk penggunaan media sosial dengan verifikasi usia yang ketat, serta melarang penggunaan ponsel bagi siswa di Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Diharapkan, remaja mampu menggunakan media sosial dengan baik dan memahami risiko yang ada.

Kampanye kesadaran publik juga penting untuk mengedukasi orang tua dan anak-anak mengenai dampak negatif media sosial, sekaligus mendorong aktivitas alternatif yang lebih sehat, seperti olahraga, seni, atau kegiatan sosial. Orang tua juga perlu didorong untuk memantau aktivitas online anak mereka. Pemerintah harus memastikan bahwa semua langkah ini didukung oleh regulasi yang kuat dan penegakan hukum yang efektif.

Dengan menerapkan kebijakan yang tepat, Indonesia dapat melindungi generasi muda dari bahaya media sosial tanpa menghilangkan manfaat teknologi. Langkah ini bukan hanya tentang pembatasan penggunaan media sosial, tetapi juga bentuk perlindungan yang diperlukan agar mereka dapat tumbuh menjadi individu yang sehat, tangguh, dan cerdas di era digital.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun