Mohon tunggu...
Aisah Latif Mawarni
Aisah Latif Mawarni Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Akuntansi Universitas Negeri Yogyakarta

Saya Aisah Latif Mawarni, Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta. Selamat Membaca Email : aisahlatifma.aksigk21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Era Disrupsi? Akankah Startup Mampu Bertahan?

5 Juni 2022   20:00 Diperbarui: 13 Juli 2022   10:58 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : https://id.techinasia.com/

Bagaimana dengan budaya kerja dan jam kerja yang fleksibel? tentunya ini tak di temui di pekerja kantoran, lebih-lebih kantor resmi seperti BUMN atau bahkan PNS yang bekerja untuk negara. Kesenangan dan kefleksibilitasan ini sepertinya hanyalah permainan saja, tekanan dan kinerja lembur seringkali dilakukan hanya untuk mengikuti arus dengan biaya sendiri, juga dengan mengabaikan aturan-aturan ketenagakerjaan. Alih-alih dengan alasan “demi membangun image positif perusahaan”.

Ironisnya, disaat perusahaan lain tengah menjaga kestabilan keuangan dengan membatasi jam lembur dan bekerja secara efektif, perusahaan rintisan ini justru lembur hampir tiap hari tanpa ada upah lembur. Dengan kerja lembur seperti itu, tidak layak untuk dikategorikan keefektifan dalam bekerja, malah jadi bumerang kesehatan jangka panjang para pekerja. 

Bahkan terkadang karyawan harus merelakan jam istirahat jika masih ada pekerjaan yang belum selesai, budaya hustle culture ini memang menumbuhkan semangat positif generasi muda untuk mendapatkan apa yang ingin dicapai, namun disisi lain, kelelahan hingga berakhir pada depresi dan penyakit perenggut nyawa bisa saja menyerang kapan saja karna lebih mementingkan pekerjaanya hingga lupa dengan pentingnya memperhtikan kesehatannya.           

Belum lagi, ketika suntikan dana dari investor digunakan untuk hal-hal yang kurang produktif, yang malah membuat para pegawai nya jadi konsumtif. 

Apa boleh buat, dalam kondisi normal, mungkin semua akan baik-baik saja, namun ketika suntikannya macet, gelembung valuasi akan kembali meledak. Lagipula, suntikan investor bukanlah kasih ibu yang “ memberi tak harap kembali” kurang lebih sebenarnya itu adalah hutang perusahaan dengan bunga yang harus dibayar. 

Di masa Pandemi seperti ini, krisis memang lumrah terjadi, apalagi di perusahaan yang siklus keuangannya tidak stabil.         

Sampai-sampai pemilik perusahaan besar terpaksa melakukan berbagai efesiensi, anggaran mereka blanding, bahkan rela tidak meneria gaji untuk sementara meski di masa krisis, disrupsi ekonomi seperti saat ini, tidak sedikit penumbalan terjadi, demi menjaga kelanjutan nasib para pekerja di level bawah, dengan pemecatan karyawan besar-besaran guna menggurangi beban gaji yang ada. Goncangan keuangan yang tak lagi mempu menopang aksi bakar uang yang bombastis, hingga kondisi makro lainnya seperti suku bunga investasi yang sedang tidak bersahabat.

Terlebih lagi, saat perusahaan besar menjadikan PHK sebagai opsi terakhir, perusahaan rintihan justru menjadikannya sebagai opsi pertama. 

Nyatannya, suntikan dana hanyalah sebagai pengembung isi perusahaan, bahkan hanya untuk mengayomi budaya konsumtif para pekerjanya. Dengan mudahnnya, usaha yang dibangun mulai ambruk tak karuan, akibat tak lagi ada sumber dana yang bisa diandalkan. kurangnnya pertimbangan dan strategi yang tepat dalam menyeimbangkan keuangan.

Disisi lain, dapat dilihat pula, para pemilik startup tengah berusaha mempertahankan bisnis dengan berbagai strategi yang mereka punya, diantaranya adalah penghematan, penghematan yang kembali merencanakan apa yang tersisa, entah dana, karyawan, kepercayaan, hingga investor yang ada.

Belakangan ini biasa digunakan adalah penghematan dana melalui pengurangan upah kerja atau menyesuaikan upah yang ada dengan jumlah karyawan yang tersisa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun