Madura sering kali dikenal sebagai pulau garam. Selain dikenal sebagai pulau garam, Madura memiliki aktivitas tahunan yang digemari orang mancanegara yaitu Kerapan Sapi. Madura memiliki ciri khasnya tersendiri yaitu jenis sapi tropis dan dipelihara secara tradisional. Sapi Madura diduga merupakan persilangan antara sapi Bali (Bos sundaicus) dengan sapi Zebu (Bos indicus) yang menjadikan sapi Madura memiliki kaki dan tulang yang berotot.
Pada musim kurban, jenis sapi Madura cukup digemari karena memiliki persentase karkas yang cukup tinggi. Menurut Keputusan Menteri Pertanian Nomor 3735/Kpts/HK.040/11/2010 tentang Penetapan Rumpun Sapi Madura bahwa sapi Madura memiliki sifat kuantitatif dengan persentase karkas sebesar 49,91,3%. Perlu adanya proses pengolahan daging sapi agar memiliki umur simpan yang cukup lama sehingga daging sapi tidak terbuang percuma. Selain bertujuan untuk memperpanjang umur simpan, proses pengolahan juga dapat menaikkan cita rasa dari daging sapi itu sendiri.
Terdapat teknologi untuk memperpanjang masa simpan daging yaitu mengolah daging sapi dengan pembuatan sosis terfermentasi. Terdapat berbagai klasifikasi dalam memfermentasi sosis, diantaranya Dry, European Dry and Semi-dry Sausages, Turkish Style, South-East Asian Style, Semi Dry US style, Spreadable (ripened or not ripened. Bila dilihat dari aktivitas airnya, klasifikasi fermentasi sosis dari Turkish style memiliki aktivitas air (Aw) lebih kecil dibandingkan dengan Aw kategori fermentasi lainnya. Aktivitas air dapat dijadikan sebagai sarana bakteri untuk tumbuh sehingga bila Aw semakin tinggi maka semakin mudah bakteri untuk tumbuh dalam proses pembusukan. Turkish style memiliki proses pembuatan > 2 minggu, waktu tersebut sudah termasuk dalam proses fermentasi, pengeringan hingga siap santap. Suhu yang digunakan dalam fermentasi ialah 20-250C, Dryng loss sebesar 25-40% dengan protein < 2. Fermentasi sosis dengan Turkish style memiliki pH akhir sebesar 4.8-5.5.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kilic pada tahun 2009 dalam jurnal yang berjudul "Tren Saat Ini dalam Produk dan Masakan Daging Tradisional" bahwa terdapat komposisi sosis kering berdasarkan bahan bakunya, diantaranya jenis sosis kering yang sepenuhnya terbuat dari daging sapi, daging kerbau atau lemak ekor kuda. Komposisi dari produk fermentasi dibagi ke dalam dua kelompok yaitu produk yang terbuat dari seluruhnya daging sapi, seperti ham dan produk yang terbuat potongan daging menjadi bagian yang lebih kecil, seperti sosis. Bakteri dominan yang terdapat di dalam daging segar bertipe Oxidase-positif, batang aerobik Pseudomonads psychrotrophic bersama dengan Enterobacteriaceae psychrotrophic, Bakteri Asam Laktat (BAL) dalam jumlah kecil dan bakteri Gram-positif lainnya.
Kultur starter yang sering digunakan dalam produk fermentasi diantaranya Labtobacillus plantarum. Di U.S., Lactobacillus plantarus, Pediococcus pentosaceus, atau Pd. Acidilactici. Di Eropa, starter yang sering digunakan diantaranya Lb. sakei, Lb. plantarum, Pd. Pentosaceaus, Staphylococcuc xylosus, St. Carnosus, dan pada tingkatan yang lebih rendah Micrococcus spp. Komposisi lainnya yang digunakan diantaranya garam, nitrit, gula sederhana (dekstrosa, minimum 0.5%, 0.75% yang direkomendasikan), bumbu (lada hitam, merah dan putih, kapulaga, mustard, semua bumbu, paprika, pala, jahe, gada, kau manis dan bawang putih) dan asam askorbat. Rempah digunakan sebagai rasa, antioksidan, dan untuk menstimulasi pertumbuhan bakteri asam laktat.
Menurut buku yang berjudul Fermented Meat Product: Health Aspect yang diterbitkan tahun 2017 pada bagian sub judul Fermented Meats Composition -- Health and Nutrition Aspect bahwa unsur dalam kondisi tertentu dan dalam jumlah yang tidak tepat akan menimbulkan dampak negative pada kesehatan manusia, unsur yang terdapat pada hewan seperti lemak, kolesterol, residu, dll. Senyawa lainnya ditambahkan produk selama pemprosesan sebagai teknologi, mikrobiologi atau sesnsorik (garam, fosfat, nitrit, dll). Adanya teknologi fermentasi daging ini diharapkan dapat meningkatkan konsep teknologi pengolahan secara modern. Penggunaan konsep teknologi secara modern bertujuan untuk mengembangkan nutrisi pada produk makanan yang diharapkan dapat menambah atau meningkatkan kadar serat, mikro nutrient maupun antioksidan di dalamnya.
Selama produksi, penyimpanan dan pendistribusian memungkinkan terkontaminasi oleh sejumlah senyawa beracun yang berasal dari bahan kimia, sehingga menimbulkan kekhawatiran. Maka perlu adanya penerapan pengolahan sesuai badan hukum yang sudah ditetapkan. Menganalisis titik kritis selama pengolahan dan penyimpanan berdasarkan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Hal tersebut diperlukan untuk menerapkan kontrol terhadap produk dengan cara mengamati sampel berupa cairan dan jaringan hewan yang dibiakkan untuk memproduksi daging fermentasi, serta rumah penyembelihan hewan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H