Mohon tunggu...
Cipto Widodo
Cipto Widodo Mohon Tunggu... -

Menulis apa yang ingin ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Bukan Cuma Mereka, Tapi Kita Semua

19 Juli 2013   09:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:20 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka

QS 13:11

--

Ayat ini saya pikir pas membuka apa yang ingin saya tulis. Lebih pantas disebut curhat melihat sekitar yang cenderung berharap orang lain berubah dan melakukan perubahan, sementara kita sendiri tidak mau menjadi bagian atau terlibat dalam  perubahan itu.

Tulisan ini lebih pada sebuah kritik internal sekaligus mungkin menjadi pengingat buat kita semua. Sebut saja soal sampah, atau kemacetan yang setidaknya saya lihat di Jakarta. Kita atau masyarakat menggantungkan semuanya ke pemerintah (mereka), karena merasa sudah membayar pajak untuk mendapatkan kenyamanan. Pada saat bersama, kita semua tidak mau berubah dan mengubah prilaku.

Kita bermental  majikan yang merasa boleh bertindak semaunya karena sudah mengeluarkan uang. Kalau tidak mendapat apa yang diinginkan kemudian hanya berteriak, tanpa melakukan hal kecil yang mungkin bisa membuat keadaan menjadi lebih baik. Padahal, kita kita semua mau mengubah prilaku, mungkin bisa sedikit lebih baik.

--

Contohnya soal sampah. Saya atau Anda tentu tidak suka melihat sampah berserakan. Saya, Anda akan mengkritik mereka yang membuang se kantong plastik sampah ke sungai, atau got secara serampangan. Dan menyebut mereka sebagai orang yang tidak beradab karena tak menghargai kebersihan.

Masalahnya, pada saat bersamaan, saya atau mungkin Anda tidak jarang membuang plastik bekas makanan ke jalan. Tinggal buka jendela mobil dan wes e wes terbang plastiknya. Satu plastik kecil memang, tapi kan sama-sama membuang sampah sembarangan. Jadi apa bedanya dengan mereka yang mebuang sampah ke sungai. Kenapa sampah kecil itu kita kumpulkan di kantong plastik, baru kemudian dibuang setelah ada tempat sampah.

Atau, pernahkah kita bertanya pada tukang sampah yang rutin mengambil sampah di kompleks tempat kita tinggal, dimana mereka membuang sampah warga. Jangan-jangan tukang sampah juga membuangnya di kali karena tidak memiliki tempat pengolahan sampah. Atau hanya menaruhnya di kebun dan saat bersamaan memunculkan polusi lain?

--

Soal macet? Semua juga saling tuding. Pemilik mobil menyalahkan motor karena sering melakukan manuver zig-zag dan tak memberi kesempatan mobil lewat ketika macet menggila.

Pemilik motor juga menuduh mobil sebagai biang kemacetan karena ukuran yang besar sedangkan penumpangnya hanya satu atau dua orang sehingga memakan jalan.

Pemilik mobil dan motor kemudian menunjuk angkutan umum sebagai biang kemacetan karena suka berhenti sembarangan, dan mengerem sembarangan.

Semua tuduhan itu tidak salah. Tuduhan pengendara motor kepada mobil ada benarnya. Misalnya saat ada peraturan satu mobil tiga orang, justru disiasati dengan menggunakan joki meski harus mengeluarkan puluhan ribu. Atau ada juga yang nekat sambil berharap polisi tidak melihatnya.

Demikian juga dengan anggapan pengendara motor sering tak memberikan toleransi pada mobil. Meski jelas sudah ada ruang, motor tetap masuk karena merasa masih ada celah. Padahal seandainya mau bersabar, mungkin akan lebih memudahkan.

Soal anggapan angkutan umum biang kemacetan, karena berhenti sembarangan tak bisa dibantah. Masalahnya, bukannya ketika kita naik angkutan umum juga sering menghentikan mereka secara sembarangan. Tidak di halte bus karena malas.

Sedangkan pemerintah atau aparat juga kadang tak memberi contoh bijak. Tak jarang kita melihat ada motor melintas di jalur cepat, padahal mereka tidak menggunakan seragam. Kita mahfum bahwa itu aparat pemilik jalanan.

Banyak pejabat memilih menggunakan pengawal untuk memuluskan jalan karena alasan terburu-buru, bahkan tak jarang menghentikan kendaraan. Masalahnya, bukannya semua yang dijalan juga terburu-buru dengan alasan beragam.

--

Sekarang tinggal pada saya dan Anda  apakah mau menjadi bagian dari masyarakat aneh. Masyarakat yang hanya bisa mengkritik tapi pada saat bersamaan melakukannya. Tidak bisa mengandalkan satu pihak, dalam hal ini pemerintah. Bukan hanya meminta mereka, tapi kita semua harus berbuat demi perbaikan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun