Terkadang aku merasa tidak dihargai, merasa rendah diri. Apa gerangan yang terjadi, rasa ingin mengakhiri, memaki diri sendiri. Merasa tak berharga.
Kulewati lorong-lorong jalanan yang mulai gelap, waktu senja akan segera berlalu. Kurogoh saku celana yang telah lusuh. Hanya ada satu koin senilai Rp 1000 yang tersisa. Kuraba perutku yang telah keroncongan, seharian aku belum makan, tadi pagi hanya sanggup makan satu lontong dan gorengan.
Mencari pekerjaan tak semudah menghabiskan uang. Sudah 3 bulan aku mencari pekerjaan setelah di PHK besar-besaran. Pabrik garmen tempatku bekerja sudah sulit untuk kembali beroperasi, sejak covid 19 lalu sampai sekarang semakin terpuruk hingga semua karyawannya harus dirumahkan. Termasuk aku, yang kini luntang lantung mencari kerja.Â
Sebelum diphk aku juga sempat akan dikeluarkan gara-gara aku difitnah dituduh menggelapkan uang buruh yang aku kumpulkan. Aku menjadi pengurus serikat buruh di pabrikku, keaktifanku di organisasi ketika sekolah dulu mengantarkanku menjadi salah satu pengurus buruh di pabrikku. Tapi kadang namanya manusia ada saja yang tidak suka dengan apa yang kita lakukan. Padahal menjadi bendahara serikat buruh pun nggak menambah gajiku dari pabrik. Tapi ada saja orang yang tidak suka dan ingin menjatuhkanku  sebagai pengurus.
Sekarang, setelah aku di PHK apakah bisa aku mengandalkan status kepengurusanku, tetap saja tidak. Tiga bulan aku luntang lantung mencari pekerjaan, uang pesangon yang aku dapatkan sudah mulai menipis. Tak mungkin aku minta uang pada ibuku di kampung. Karena selama ini aku yang menjadi tulang punggung untuk menghidupi ibuku dan adikku yang masih sekolah. Belum lagi kontrakanku harus dibayar yang sebentar lagi akan jatuh tempo. Uang darimana aku mendapatkannya, sedangkan untuk makan hari ini saja udah nggak ada.
Jarak ke rumahku masih jauh, aku berhenti sejenak di masjid untuk kutunaikan sholat magrib. Kuberserah meminta pada yang kuasa agar dipermudah segala urusanku dan bisa segera keluar dari kesulitan ini. Tak terasa air mataku mengalir, teringat akan ibu dan adikku. Apa jadinya jika aku masih belum mendapatkan pekerjaan. Aku tak mampu melihat ibuku kembali menjadi buruh di sawah dan harus kerja di tetanggaku untuk mencuci dan nyetrika baju. Setelah sholat magrib, aku menunggu isya di masjid. Toh untuk apa juga aku pulang cepat, di kontrakan juga tak ada yang harus aku kerjakan dengan segera. Jadi aku menunggu waktu isya agar bisa sholat berjamaah sekalian. Bukannya sholat jamaah pahalanya lebih banyak daripada sholat sendirian, itu yang diajarkan guru agamaku ketika sekolah.
"Mbak, ada nasi box di luar. Klo belum ambil bisa ambil tuh. Lumayan buat makan malam" kata seorang ibu yang tadi sama-sama sholat magrib bersamaku. Kulihat keluar masjid, ada tumpukan box nasi yang sedang dibagikan oleh pengurus masjid. Segera kubuka mukenaku dan keluar masjid untuk mengambil nasi kotak yang ada. Alhamdulillah rizkiku hari ini, trimakasih ya Allah aku bisa makan malam ini setelah seharian aku tidak menemukan makan karena uang yang tersisa hanya satu koin saja.
"Pulang dari mana mbak?" tanya ibu yang tadi menghampiriku kembali.
"Saya cari kerja bu."
"Udah dapat kerjanya? Kalau belum dapat kamu mau kerja di rumah anak ibu, dia sedang mencari orang yang mau kerja di rumahnya untuk ngurusin anaknya. Kalau kamu mau, ibu bisa antar kamu ke rumah anak ibu. Rumahnya dekat sini."
Baru saja aku berkeluh kesah dan kebingungan mencari kerja, tak disangka langsung mendapatkan tawaran. Meski dulu kerja sebagai buruh pabrik, aku juga bisa mengerjakan kerjaan rumah tangga, apalagi menjaga anak-anak aku sudah terbukti bisa mengurus adik-adiku. tanpa pikir panjang, aku mengiyakan mau kerja di rumah anak ibu yang tadi menawariku makan.