Sejumlah teman, ramai-ramai menghapus postingan di wall akun facebook mereka yang berisi berita tentang ngawurnya cuitan di akun twitter (yang diduga) milik Puan Maharani, kader PDIP yang juga Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
Teman-teman tersebut, yang sebelumnya sangat bangga dan tersenyum puas bisa mengejek dan menghina Puan karena salah menyebut lokasi Banjarnegara, sekejab saja langsung menghapus bersih postingan tersebut dari wall facebook mereka.
Penasaran, saya pun mengintip postingan tersebut satu-persatu di wall facebook teman-teman saya. Dan benar, postingan tersebut sudah tidak ada lagi, bersih tak ada jejak. Sehingga otomatis, cacian, hinaan, ejekan, dan atau apalah namanya yang ada di kolom komentar dari postingan tersebut pun ikut hilang.
Sesaat saya berfikir, teman-teman saya itu menghapus postingan tersebut karena mereka takut akan dilaporkan atau sebab lain sebagainya. Namun setelah saya mencari sumber-sumber lain perihal cuitan ngawur 'Puan' tersebut, saya dapat menyimpulkan mengapa teman-teman saya ramai-ramai menghapus postingan tersebut.
Yak, benar. Alasan utamanya adalah karena teman-teman saya tersebut malu. Malu karena postingan mereka tersebut tidak bisa dibuktikan kebenarannya. Malu, karena ternyata akun twitter 'Puan' yang mereka ejek dan hina itu ternyata akun palsu. (http://www.jpnn.com/read/2014/12/14/275554/@PuanMaharani25-Dipastikan-Akun-Palsu- )
Wajar memang. Saya pun bisa membayangkan bagaimana malunya teman-teman saya tersebut. Mereka yang awalnya berniat menjadi yang terdepan dalam mengkritisi, ternyata bisa termakan oleh sebuah postingan dari akun palsu. Mereka yang awalnya bernafsu untuk membuat malu sang menteri dari partai Presiden Jokowi tersebut, ternyata justru mereka yang dibuat malu dan menjadi terlihat kebodohannya.
Mengapa saya sebut bodoh. Karena teman-teman saya yang memposting informasi tersebut adalah orang-orang berpendidikan dengan profesi yang seharusnya bisa memilah mana itu informasi benar atau informasi menyesatkan. Bodoh karena, hanya gara-gara kebencian kepada Jokowi, urat malu pun sudah terpikirkan lagi oleh mereka.
-----
Kebencian terhadap seseorang, dalam hal ini kepada Jokowi, memang tidak bisa dilarang. Apalagi karena kekalahan jagoan mereka dalam pilpres lalu. Mengkritisi kebijakan pemerintahan sekarang pun wajar dan bahkan sangat diperlukan, agar bisa menjadi penyeimbang. Karena akan sangat berbahaya juga jika pemerintahan tidak ada yang mengkritisi lagi.
Namun satu hal yang harus diperhatikan adalah, bagimana cara memposisikan diri jika ingin menjadi seorang pengkritik. Mencermati setiap berita yang belum pasti kebenarannya, rasanya menjadi hal yang sangat wajib. Terlebih jika berita itu tersebut masih sebatas rumor.