Kegeraman Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau biasa dipanggil Ahok terhada Palyja dan Aetra dua operator yang ditunjuk mengelola air bersih di Jakarta, memang sudah cukup lama. Kegeraman itu terlihat saat Ahok mendapat pertanyaan dari sejumlah wartawan di Balai Kota mengenai bocornya pipa yang digunakan Palyja untuk menyalurkan air bersih di sejumlah wilayah di Jakarta. Menurut Ahok sudah tidak ada yang perlu diharapkan lagi dari kedua operator air bersih ini apalagi terkait perbaikan sarana dan prasarana distribusi air, karena memang dalam kenyataanya kualitas pelayanan dari dua operator ini terus menurun. Salah satunya yang membuat Ahok geram adalah masih adanya pipa air yang bocor dan terjadi hampir setiap tahun. Bahkan Ahok mencurigai kebocoran pipa air di wilayah Palyja yang terlalu sering, sebagai kedok proyek saja. Ahokpun mengaku sudah bosan dengan persoalan di Palyja dan Aetra. Â Begitu jawaban Ahok kepada wartawan dengan raut wajah penuh kesal, di Balai Kota Jakarta, Rabu (14/4).
Wajar ahok geram dan bosan terhadap persoalan air bersih di Jakarta. karena semenjak di kelola oleh dua operator Pelayja dan Aetra pelayanan air bersih di Jakarta hampir tidak ada perubahan dan peningkatan yang signifikat. Tahun lalu saja tingkat kebocoran mencapai 40 persen. Tak heran jika Ahok nampak bosan jika ditanya seputar kebocoran air bersih yang di kelola Palyja.
Kegeraman Ahok bukan tanpa alasan. Sudah lama pemprov DKI akan mengambil alih saham Palyja dan Aetra yang mayoritas dikuasai oleh asing, namun masih menuai jalan terjal dan berliku. Perjanjian lama yang dibuat pemprov DKI dengan dua operator asing ini adalah salah satu batu sandungan bagi peprov DKI untuk segera mengakuisi saham Palyja dan Aetra. Ahok sendiri mengakui perjanjian yang dibuat oleh pendahulunya sangat merugikan Pemprov DKI Jakarta. Sebagai upaya untuk memberikan pelayanan air bersih bagi masyarakat Jakarta, Ahok berjanji akan berusaha semaksimal mungkin agar saham Palyja dan Aetra bisa diambil alih oleh Pemrov DKI Jakarta. Karena Ahok berkeyakinan jika pengelolaan air bersih diambil alih oleh Pemporv DKI Jakarta maka pelayanan pemenuhan air bersih bagi warga Jakarta akan jauh lebih baik dan optimal.
Upaya pemorv DKI untuk segera mengambil alih saham Palyja dan Aetra makin terbuka setelah adaknya keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menenangkan gugatan koalisi masyarakat terkait pengelolaan air bersih oleh pihak swasta dan asing. Namun keputusan ini belum bisa dieksekusi karena pihak tergugat masih mengajukan banding. Anehnya pemerintah Pusat yang seharusnya ikut mendukung langkah Pemprov DKI justru ikut-ikutan mengajukan banding. Padahal Pemprov DKI sebagai salah satu yang turut digugat memilih tidak mengajukan banding, karena keputusan ini dinilai sejalan dengan upaya Pemprov DKI. Upaya banding para tergugat inilah yang menjadi salah satu batu sandungan bagi Pemprov DKI Jakarta untuk segera mengakuisi saham Palyja dan Aetra.
Berbagai upaya untuk mengakuisisi saham Palyja dan Aetra yang masyoritas dimiliki asing sudah dilakukan. Salah satunya adalah menyiapkan dana kurang lebih 1 triliun rupiah, dana tersebut diperoleh dari sindikasi dua bank yaitu Bank DKI dan Bank BNI.
Upaya Pemprov DKI mengakuisisi saham Palyja dan Aetra adalah langkah progressive yang harus kita dukung. Terlebih sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan UU No 7/20104 tentang Sumber Daya Air dimana dalam putusan tersebut swasta tidak boleh melakukan penguasaan atas sumber air atau sumber daya air. Dan putusan MK tersebut juga diharapkan bisa semakin memperkuat posisi Pemrov DKI dalam melakukan akuisisi saham Palyja dan Aetra.
Karena sudah seharusnya sumber air bersih dikelola oleh Negara dan dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi warga Jakarta. Dan kini saatnya Pemprov DKI Jakarta mewujudkan kedaulatan air bersih di DKI Jakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H