Mohon tunggu...
airin pangastuti
airin pangastuti Mohon Tunggu... Lainnya - everyday is miracle

seorang manusia bumi pecinta kehidupan yang selalu rindu bersama Sang Pencipta, berniat menjalani mindfulness, heartfulness, Godfulness & contemplative life

Selanjutnya

Tutup

Diary

Mirror of The Heart 22022022

22 Februari 2022   12:21 Diperbarui: 22 Februari 2022   14:15 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"When the mirror of the heart becomes pure and clear, impressions of the other world will become manifest." (Rumi)

Buat penyuka angka seperti saya, tentu bahagia melihat tanggal hari ini, yaitu 22 02 2022 dimana istimewa nya merupakan palindrom (dibaca sama ke depan ke belakang) sekaligus ambigram (sifatnya simetris ) jadi dibolak balik atas bawah kanan kiri tetap sama dan bisa juga dibilang suatu pemantulan dicermin, refleksi, bila dibagi dua.

Maka dari itu, ingatan saya langsung mengembara di moment yang saya alami ketika diberi berkat berlibur tanpa direncana, 4 hari 3 malam di Telaga Sarangan, di Gunung Lawu awal bulan ini. Dimana selain jalan berkeliling telaga dan daerah sekitar, saya juga tiap hari meluangkan waktu duduk diam di tepi telaga, biasa di sekitar matahari terbit atau matahari terbenam.

Ada suatu moment saya duduk diam di tepi telaga, waktu itu sore hari sekitar jam 5, suasana mendung kelabu, sudah hujan rintik-rintik sehingga pengunjung sudah sangat sepi, warung & kios sudah banyak yang tutup, tersisa yang memang jualan sampai malam seperti sate, bakso, jagung bakar dll.  Saya tetap keluar dari hotel dan turun ke tepi telaga, membawa payung besar, memilih tempat duduk yang sepi dan menghadap ke arah puncak gunung, walau tak tampak karena telaga tertutup kabut & awan kelabu.

Saya tetap mulai duduk hening di tepi telaga, memakai payung, dan hujan mulai turun deras sehingga kaki saya sudah basah, outfit saya tetap sama walau udara dingin, karena kesehatan saya sedang prima, ber-kaos lengan pendek, celana jeans pendek juga, bersandal jepit, tanpa jaket hingga mantap terasa  & menyatu sejuk nya alam.

Pemandangan di depan saya selama 30 menit pertama, praktis kelabu, karena kabut & awan tebal serta hujan, saya duduk hening, berada di saat ini dan di sini, here & now, pikiran yang awalnya kemana-mana, saya ajak untuk berada di saat ini & di sini juga di saat itu, enjoy the present moment, berusaha menyadari semuanya dengan tetap diam. Dengan sesekali mengambil foto perubahan pemandangan moment by moment.

Dan saya rasakan walau duduk diam hening, semua terus berubah, pemandangan di depan saya pelan-pelan mulai terlihat samar pepohonan, puncak gunung, air telaga.. terus perlahan kabut & awan menipis, makin terang karena hujan yang turun dengan deras.

Sampai akhirnya di 30 menit kedua, sudah berangsur nampak permukaan air telaga, tepian di seberang, pepohonan, puncak-puncak Gunung Lawu dan langit mulai terlihat, begitu indah perubahan yang ada, saya tetap duduk diam, mengawasi semua dengan diam, mengusahakan tanpa menganalisa, hanya menyadari dan menerima serta mensyukuri semuanya.

Akhirnya di 30 menit terakhir, langit sudah bersih, langit senjakala yang indah, permukaan telaga sudah semuanya terlihat, puncak-puncak gunung  & pepohonan sudah jelas terlihat dan cahaya senja, candikala mula terlihat begitu indah, kemerahan jingga sampai keunguanan yang begitu syahdu dan divine.

Dan nampaklah pemandangan Langit, pepohonan, puncak-puncak gunung tampak memantul indah di permukaan telaga, suatu hadiah begitu luar biasa dari alam semesta untuk saya yang sabar duduk diam dari jam 5, di tengah kabut-awan kelabu & hujan deras sampai dengan pemandangan indah di depan saya ini, saya sungguh bersyukur atas ini semua dan saat itu pikiran saya teringat kepada suatu buku, yang saya dapatkan dari seorang karib terkasih hampir tepat 2 tahun lalu di 02 2020 (tepat sebelum pandemic datang) , karya Master Cheng Yen berjudul "Mirror of the Heart : the Power of Mindfulness" dimana kutipan paling mengena untuk saya dari buku itu adalah bagian ini "For the person in the mirror to smile, we must smile first"(supaya orang di cermin itu tersenyum, maka kita harus tersenyum terlebih dahulu) (Mirror of the Heart - Master Cheng Yen)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun