Mohon tunggu...
airinkhairunnisanr
airinkhairunnisanr Mohon Tunggu... Seniman - mahasiswa

saya suka nulis

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Perpecahan di Balik Layar: Menyikapi Batas Toleransi di Media Sosial

8 Januari 2025   08:45 Diperbarui: 8 Januari 2025   08:43 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Media sosial, yang seharusnya berfungsi sebagai jembatan untuk menyatukan berbagai kalangan, kini seringkali menjadi medan pertempuran ide yang berujung pada perpecahan. Batas toleransi yang semakin menipis menjadikan setiap perbedaan pendapat dipandang sebagai ancaman yang harus dilawan. Fenomena ini patut mendapatkan perhatian serius kita.

Walaupun kebebasan berekspresi menjadi salah satu pilar demokrasi yang harus dihormati, kebebasan tersebut bukanlah izin untuk menyebarkan kebencian atau ujaran yang merugikan. Sayangnya, banyak pengguna yang menyalahgunakan platform ini untuk menyerang karakter orang lain, menyebarkan berita palsu, dan menciptakan polarisasi dalam opini publik.

Perbedaan pendapat merupakan hal yang wajar dalam komunitas, seiring kita berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat. Namun, perbedaan tersebut seharusnya disikapi dengan sikap saling menghormati. Ironisnya, ruang media sosial sering kali memperbesar perbedaan ini dan menjadikannya sebagai alat untuk saling menyerang. Konsekuensinya, dialog yang konstruktif menjadi semakin sulit, dan perpecahan pun tak terhindarkan.

Salah satu penyebab utama perpecahan ini adalah algoritma yang dirancang untuk meningkatkan keterlibatan pengguna. Algoritma ini cenderung menampilkan konten yang sesuai dengan preferensi individu, sehingga menciptakan gelembung informasi yang membatasi paparan pengguna terhadap pandangan yang berbeda. Akibatnya, mencapai konsensus menjadi semakin sulit.

Lebih jauh lagi, anonimitas yang ditawarkan oleh media sosial sering kali memperburuk keadaan. Tanpa identitas yang jelas, banyak pengguna merasa lebih leluasa untuk melontarkan komentar kasar dan tidak bertanggung jawab. Hal ini menyebabkan debat di dunia maya sering kali terjadi tanpa ada nuansa empati dan pengertian.

Untuk mengatasi permasalahan ini, kita memerlukan kesadaran kolektif dari seluruh pengguna media sosial. Kita harus belajar untuk menghargai perbedaan pendapat, menggunakan bahasa yang sopan, dan memverifikasi informasi sebelum menyebarkannya. Di sisi lain, platform media sosial pun memiliki tanggung jawab untuk mengatur konten yang beredar di ruang mereka.

Perpecahan di media sosial merupakan ancaman serius bagi kehidupan bermasyarakat. Jika tidak segera dicari solusinya, perpecahan ini berpotensi merusak tatanan sosial dan mengancam persatuan bangsa. Oleh karena itu, marilah kita bersama-sama berusaha menciptakan ruang digital yang lebih inklusif, toleran, dan konstruktif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun