Serpong— Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 belumlah akhir dari sebuah perjuangan mulia mengusir penjajah. Pekik kemerdekaan masih terus menggema di seantero nusantara dan berbagai gencatan senjata terus pecah. Tidak sedikit nyawa melayang dan darah pejuang jatuh demi mewujudkan kemerdekaan negeri tercinta yang sudah diproklamasikan itu.
Seperti darah para pejuang Tangerang yang tumpah pada peristiwa berdarah tanggal 25 Januari 1946 di Lengkong Serpong Tangerang Selatan.
Peristiwa berdarah ini bermula dari Resimen IV TRI di Tangerang, Resimen ini mengelola Akademi Militer Tangerang. Tanggal 25 Januari 1946, Mayor Daan Mogot memimpin puluhan taruna akademi untuk mendatangi markas Jepang di Desa Lengkong. Daan Mogot didampingi sejumlah perwira, antara lain Mayor Wibowo, Letnan Soetopo, dan Letnan Soebianto Djojohadikusumo.
Dengan mengendarai tiga truk dan satu jip militer, mereka berangkat ke Lengkong. Di depan pintu gerbang markas, tentara Jepang menghentikan mereka. Hanya tiga orang, yakni Mayor Daan Mogot, Mayor Wibowo, dan seorang taruna Akademi Militer Tangerang, yang diizinkan masuk untuk mengadakan pembicaraan dengan pimpinan Dai-Nippon. Sedangkan Letnan Soebianto dan Letnan Soetopo ditunjuk untuk memimpin para taruna yangmenungggu di luar.
Semula proses perlucutan berlangsung lancar. Tiba-tiba terdengar rentetan letusan senapan dan mitraliur dari arah yang tersembunyi. Senja yang tadinya damai jadi berdarah. Sebagian tentara Jepang merebut kembali senjata mereka yang semula diserahkan. Lantas berlangsung pertempuran yang tak seimbang. Karena kalah kuat, korban berjatuhan di pihak Indonesia. Sebanyak 33 taruna dan 3 perwira gugur dalam peristiwa itu. Perwira yang gugur adalah Daan Mogot, Letnan Soebianto, dan Letnan Soetopo.
Peristiwa berdarah itu kemudian dikenal dengan nama Peristiwa Pertempuran Lengkong. Pada waktu itu Akademi Militer berpusat di Tangerang sehingga banyak yang menjadi korban adalah Taruna. Untuk mengenang peristiwa tersebut ada dua tempat bersejarah yang pertama adalah Taman Makam Pahlawan (TMP) taruna yang bertempat di Jl. Daan Mogot dan yang kedua adalah monumen Lengkong yang berada di wilayah Serpong.
Pada pertempuran di bekas markas tentara Jepang di Desa Lengkong tersebut, 34 taruna dan tiga perwira dari Resimen IV Tangerang gugur. Monumen yang dibangun berdampingan dengan Taman Daan Mogot itu berdiri tahun 1993 di atas lahan seluas 500 meter persegi. Pada dinding prasasti monumen terukir nama-nama taruna dan perwira yang gugur pada peristiwa pertempuran Lengkong. Sedangkan di dalam museumnya, terpampang foto-foto perjuangan para taruna militer di Indonesia berserta akademinya.
Monumen Lengkong kini dijadikan sebagai tempat peringatan peristiwa pertempuran Lengkong yang diperingati setiap tanggal 25 Januari. Bahkan, keputusan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu menetapkan peristiwa tersebut sebagai Hari Bakti Taruna Akademi Militer. Hal itu dituangkan lewat Surat Telegram KSAD Nomor ST/12/2005 bertanggal 7 Januari 2005.
Monumen Lengkong adalah saksi bisu perjuangan para pahlawan untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Keberhasilan para pendahulu dalam mencapai kemerdekaan Indonesia bukanlah akhir dari sebuah perjuangan. Mereka mengorbankan jiwa raga dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemerdekaan itu harus diisi dengan baik oleh para pemuda dan generasi penerus bangsa ini.
Sebagai generasi penerus, nampaknya memang harus banyak bercermin dan menengok ke belakang. Pengalaman sejarah sebagai pelajaran dan sarana introspeksi untuk menuju masa depan gemilang.
Monumen Lengkong terletak di dekat air mancur BSD belakang Mc Donald, sebelah kiri jalan menuju Damai Indah Golf Serpong Tangerang Selatatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H