Darurat pendidikan karakter! Dunia pendidikan Indonesia kini makin marak dengan kekerasan di sekolah. Banyak video kekerasan oleh siswa yang viral di media sosial dilakukan pada teman atau gurunya sendiri. Hal ini sangat memprihatinkan bagi masyarakat Indonesia.
Tiga kasus kekerasan yang paling menyita sorotan publik yaitu kasus siswi SD Gresik, Jawa Timur yang dicolok tusuk bakso pada bagian mata oleh kakak kelasnya hingga buta, guru yang dibacok siswa di Demak saat membagikan soal UTS di kelas. Lalu, kasus penganiayaan dan kekerasan oleh siswa SMP di Cilacap. Semua kasus tersebut dilakukan oleh seorang anak atau siswa di sekolah.
Berbicara mengenai data, CNN Indonesia (29/05/2023) menguak fakta bahwa sebanyak 251 anak berusia 6-12 tahun menjadi korban kekerasan di sekolah pada Januari-April 2023. Kasus tersebut terjadi di Sekolah Dasar (SD), terdiri dari 142 anak perempuan dan 109 anak laki-laki yang menjadi korban kekerasan.
Pada usia 13-17 tahun, total 208 anak menjadi korban kekerasan, yaitu 106 korban anak perempuan dan 102 korban anak laki-laki. Korban berasal dari jenis kekerasan fisik, psikis, seksual, eksploitasi, penelantaran, dan kekerasan lainnya. Data tersebut merupakan informasi dari Biro Data dan Informasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).
Membaca fakta, berita, menonton video viral yang terus mengalir deras mengenai kekerasan oleh siswa selama beberapa pekan terakhir, bagaimana hati tidak bergetar dan ikut menangis?
Anak yang seharusnya masih lucu dengan segala aktivitasnya, sekarang mampu melakukan tindak kekerasan yang merugikan diri sendiri dan banyak pihak. Anak yang seharusnya bisa menikmati belajar dengan tenang di sekolah, justru menjadi korban kekerasan di sekolah.
Tentu, kekerasan tetap langgeng terjadi di sekolah, bukan tanpa alasan. Ada beberapa alasan, yang membuat kekerasan terus berulang terjadi di sekolah. Apa saja alasan tersebut? Simak yuk!
Senioritas yang menindas
Selalu ada kata senior dan junior di sekolah. Dimana senior merupakan siswa angkatan atas atau kakak kelas, sedangkan junior adalah adik kelas. Seharusnya, seorang senior wajib menjadi panutan junior. Namun, nyatanya banyak siswa yang salah kaprah dengan konsep senioritas.
Senior merasa memiliki kekuasaan lebih dibandingkan junior, sehingga bisa melakukan segala hal yang dianggap benar olehnya. Walaupun tindakan yang dilakukan oleh siswa senior, merugikan siswa junior di sekolah.