Ketika semua sempurna. Datanglah hal yang bukan bagian dari semua, melainkan bagian dari semua yang telah lama terbuang. Hal itu kembali lagi sebagai kekacauan.
Kekacauan itu menyalakan api. Membakar segalanya, masa lalu, masa kini, dan masa depan.
Hanya abu yang tersisa dari jalan yang diperjuangkan anak itu. Semua kerja kerasnya kini tidak ada artinya.
Awal jalannya telah hilang, tempatnya berdiri sekarang kosong, apa yang ada di depannya tidak diketahui. Seolah berada di dalam kabut tebal, kehilangan arah.
Kabut menipis. Ia kembali ke titik nol, awal suatu jalan muncul di hadapannya. Kali ini berbeda, jalannya yang dahulu adalah jalan yang mereka akui sebagai sempurna.
Sedangkan jalan di hadapannya sekarang, apapun yang ia lakukan, jalan tersebut akan tetap cacat. Sebuah jalan yang kacau. Anak itu tidak bisa melihat belokannya, apalagi ujungnya.
Namun itu adalah satu-satunya jalan yang dia tahu ada. Layaknya jalan dahulu, ia hanya tahu satu jalan. Pilihan tidak pernah datang kepada anak itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H