Perjalanan Sendiri, Solis: Bagian 5
"Apa maksudmu? Apakah aku  harus menempuh perjalanan sendiri? Bukankah aku harus menemani Solis untuk selamanya? Itupun belum apa-apa dibanding semua yang telah Solis ajarkan padaku." Aku reflek meninggikan suaraku, terdengar seperti seorang yang cemas.Â
"Iya, tidak, dan menurutku tidak." Solis menjawab pertanyaan kedua hingga keempat dariku.
"Suatu saat nanti, kamu harus menempuh perjalananmu sendiri, dari sana kau harus menemukan kebenaranmu sendiri. Bagiku tidak lengkap seseorang jika isinya hanya milik orang lain, dalam dirimu hanya ada hal-hal yang kuajarkan, belum ada pendapatmu sendiri. Menemaniku selamanya? Â Tentu saja tidak, jika kita tidak mati bersama, maka akan kupastikan aku yang pergi duluan, aku tidak mau semua yang kuajarkan padamu hilang begitu saja, apalagi sebelum kau bisa 'berjalan' sendiri.Â
Aku sudah cukup senang dengan keberadaanmu saja kau tahu? Â Hari itu aku sedang merasa ingin menolong seseorang lalu aku bertemu denganmu, tidak perlu merepotkan diri sendiri, terkadang aku malah merasa jadi egois karena mengajarkanmu semua itu." Setelah itu Solis tertawa kecil.
Aku tidak pernah melihat Solis seperti ini, biasanya dia akan tegas, tenang dan berwibawa, tapi sekarang ia terlihat santai. Seolah ini pertama kalinya ia jujur mengenai banyak hal. Aku tidak merespon dan hanya menatapnya lamat-lamat. Aku bahkan masih tidak bisa memahami semua kalimatnya.
To be continued...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H