“Kau memang selalu tahu apa yang kuinginkan!!”, ujar Grushkin sambil menyeruput kopi hitam yang aku suguhkan. Matanya sedikit terpejam menikmati kopi itu…”as you wish!!!” kataku sambil menyuguhkan sepiring goreng pisang dengan taburan keju dan coklat panas di atasnya.
“Ha ha ha, inilah makanan para Tsar di negeriku Jeff!”, ujarnya sambil dengan gesitnya memilin-milin pisang dengan garpu.
Sementara di saku kemejanya catatan-catatan lusuh tentang grafik dan rumus-rumus fisika yang tak kumengerti selalu terbiasa menyelip dengan setia. Akupun tidak faham, apakah ia jenius atau sedikit gila. Kadang ia selalu bicara pada kertas-kertas lembarannya bak merayu kekasihnya. Dan yang sangat mengherankan, satu-satunya saluran televisi dari sekian ratus saluran yang ada, dia hanya selalu menonton saluran.... National Geographic!!!!.
“Inilah salahsatu makanan yang membuatku tidak suka pada program Glasnost & Perestroika nya Gorbachev!”, ia beringsut ke arah tempatku duduk sambil tetap membawa piring berisi pisang goreng tersebut, “Aku berani bertaruh, nikmatnya pisang goreng ini mampu mengalahkan romantisme sosialis surat-surat cinta Zhivago ha ha ha…!!”.
Grushkin seorang atheis, namun ia sangat menghormati Nabi Muhammad. Lahir di St. Petersburgh dan kini menjadi tetangga kamarku, tapi pada kenyataannya dalam dua puluh empat jam, mungkin dua puluh jam diantaranya ia habiskan di kamarku. Ayahnya seorang ahli reactor di salahsatu pecahan Rusia, Kazakhstan, dan Grushkin mewarisi kegilaan ayahnya dalam mendalami ilmu-ilmu nuklir.
Satu waktu di penghujung musim panas, Ibunya datang dan sempat berbincang kalau Grushkin mempunyai kemiripan dengan ayahnya, seorang perokok kelas berat, jarang mandi, dan selalu bangun dengan tergesa-gesa.
“Aku punya sesuatu untukmu…”, ujarnya sambil membuka isi tas kulitnya, dia mengambil sebuah buku berwarna kuning dengan sampul bergambar kepalan tangan, “Buku ini dikarang oleh Prof. Genard, aku pernah bertemu dengannya saat kelas tiga SD. Dia sahabat ayahku!!”, aku masih memperhatikan buku yang dia pegang, “Kamu tahu, ada bab yang isinya selalu menyebut-nyebut nama Sukarno!!”, pekiknya sambil mengacungkan telunjuk dan sedikit melotot kepadaku “He’s your First President…??!”, aku masih penasaran dengan buku itu, karena setahuku Grushkin bukan tipe pembaca buku-buku sejenis itu, “Iya, terus kenapa?? Apa yang dia tulis?”, kataku mencoba bertanya, “Harus kau baca kawan….!!” Ujarnya sambil tertawa dan menempelkan buku itu tepat ke dahiku.
Bila belum mengenalnya dengan baik, pastilah orang akan berpendapat ia adalah pribadi yang kurang ajar, kurang kesopanan, dan setengah sinting. Walaupun sebenarnya ia adalah orang baik dan sangat lembut, bahkan dibalik kesintingannya itu aku pernah tersentuh karena “kesintingan” dia, saat satu waktu Grushkin menangis tersedu-sedu dipinggir lemari es di kamarku hanya karena ia menginjak kecoa!!.
Hal yang kutertawakan, tapi Grushkin tiba-tiba menyelaku, “Tidakkah kau orang Indonesia yang dikenal ramah dan tinggi budaya budi pekertinya, tapi malah tertawa melihat seekor kecoa yang tadinya gembira hendak mengejar sepotong keju yang hampir dilahapnya tiba-tiba ia malah menemui ajalnya karena kecerobohan kakiku!!!”, dengan masih tersedu ia menangis sambil berjalan di pinggir meja makanku, “apalagi kau seorang muslim, mana rasa kasih yang diajarkan Muhammad dan kesetiaanmu pada ajaran Al qur’an??!!”. Aku terhenyak dengan omelannya itu, dalam keadaan yang bila secara umum ia terlihat seakan-akan kekanak-kanakan seperti itu sikapnya, ia masih berfikir diluar batas keumuman.
Grushkin seorang yang komitmen luar biasa, kecintaan pada negerinya sangat luar biasa dan sesekali memang kadang berlebihan. Seperti dalam satu waktu, saat itu ada olimpiade olahraga di kampus kami. Saat itu saya dan kawan-kawan sedang berada di kantin untuk menikmati makan siang, sayup-sayup terdengar suara musik mendendangkan salahsatu lagu secara instrumental, tiba-tiba Grushkin berdiri bahkan saat burger yang sedang dia nikmati masih belum habis dan sebagian diantaranya masih terlihat dikunyahnya. Ia berdiri tegap dengan pandangan lurus kedepan persis seperti tentara dalam keadaan sikap sempurna.Tidak Cuma saya dan tiga kawan saya lainnya dalam satu meja yang terheran-heran dengan sikapnya, namun para pengunjung kantin lainnya pun terheran-heran dan tidak sedikit yang tertawa melihat sikap Grushkin. Kami berempat yang menemani Grushkin pun agak sedikit risih dengan hal itu, bahkan kawan saya Fabio sampai berbisik sambil sedikit tertawa “Kau apakan dia semalam sampai harus bersikap gila seperti ini??”.
Sesaat setelah lagu tersebut terdengar usai, diapun duduk “Maaf, tadi lagu kebangsaanku. Aku harus berdiri menghormatinya!!” ujarnya sambil menghabiskan makanannya.
……………………….
Aku buka buku tersebut, lebih seperti bunga rampai biografi dan sejarah-sejarah perang dunia. “Aku sudah membacanya, tinggal kau menyelesaikannya. Kita bicara setelah kau tuntas membaca semua isi buku itu!! Grushkin seperti setengah meledek padaku dengan senyumannya, dan seperti dugaanku ia pun berkata “selama kau menyelesaikan membaca buku itu, Saluran National geographic sepenuhnya dalam kekuasaanku ya!!?”.
“Dasar rusia gila!!” gumamku yang diiringi tawa renyah Grushkin yang seakan-akan puas dengan umpatanku.
Butuh tiga hari menyelesaikan buku itu sampai tuntas, seiring riset tesisku yang harus segera kurampungkan sesegera mungkin, terlebih waktu beasiswaku hampir habis, duit darimana aku melanjutkan risetku bila beasiswaku harus expired...
Untuk Grushkin aku sempatkan membaca buku itu, banyak hal yang baru kutahu dari buku itu, terutama itulah buku yang melihat Indonesia dari perspektif orang luar yang begitu kelihatan sangat faham dengan kesejarahan dan tipologi pemikiran keindonesiaan. Walaupun bila dibandingkan dengan analisa Prof. William Liddle dan Prof. Jeffry Winters tentu saja buku ini ketinggalan zaman.
Dalam salahsatu halamannya memang buku itu mengulas dengan begitu apik pandangan tentang Indonesia dengan pandangan yang elegan. Indonesia adalah negara yang mampu menjadi fondasi dan spirit bagi negara-negara asia dan afrika, bagaimana mungkin negara sederhana itu bisa menjadi demikian?? Tak Cuma sejarah bangsa ini yang mempunyai peradaban cukup tinggi dan tata nilai yang terbangun sudah sedemikian mapan, namun tak lepas dari peranan seorang Soekarno, pria flamboyan yang menjadi presiden Indonesia. Kata-katanya selalu menginspirasi, langkah-langkah politik luar negerinya selalu menjadi perhatian dan tidak sedikit langkah-langkah politik luar negerinya menjadi acuan negara di asia dan afrika, bahkan negara sekaliber Amerika dan Uni Sovyet....., yah sebagian isi buku tersebut kurang lebih seperti demikian.
“Aku baru mengerti kenapa ayahku dulu pernah menyuruhku satu waktu pergi ke Indonesia...!!” Grushkin membuka percakapan sambil memegang remote TV, seakan dia sudah tahu aku telah menyelesaikan membaca buku tersebut. “Mau cari jodoh apa?? Ha ha ha...” kataku yang ditimpali dia dengan tertawa juga.
“Bayangkan, Soekarno membangun diplomasi dengan negara-negara di dunia dengan kepercayaan diri dan kebanggaan. Ia membangun stadion yang bahkan saat itu negaraku dan Amerika saja tak mampu membangunnya. Ia pun membangun sebuah monumen yang untuk saat itu sangat sulit menerapkan sistem arsitekturnya, tapi ia mampu. Ia pun membangun armada perang yang membuat negara-negara besarpun harus merinding mendengar nama Indonesia dan Soekarno. Aku suka orang-orang ambisius sepertia dia!!” kembali dia bicara sambil menggoyang-goyangkan kakinya.
“Negerimu pernah punya pemimpin seperti Soekarno?” tanyaku padanya yang masih tak bisa terganggu dengan pandangannya ke arah televisi.
“Yang mencoba seperti itu sudah ada, tapi Soekarno tetaplah Soekarno. Tak ada yang bisa seperti dia, pribadi yang mampu menolehkan kekagumanku padanya...!!!” kemudian dia terdiam dan mengambil buku yang telah aku baca. “Jeff, aku minta kau berjanji padaku tentang satu hal saja”, akupun beringsut dan duduk di sebelahnya “Janji apa??” kataku. Dia kemudian melipat tangan di depan dadanya “Andaikata satu saat aku datang ke Indonesia tolong antarkan aku ke makam Soekarno!!”, aku Cuma tersenyum saja dan menyanggupi permintaan Grushkin.
................................................
Kabut masih menggerayangi halaman rumahku, padahal pagi sebetulnya sudah hampir siang. Syukurlah, di Puncak ini selepas jam enam pagi kabut seringkali masih betah di halaman rumah.
Secangkir kopi dan beberapa potong pisang goreng buatan istriku melengkapi pagi ini. Semoga saja kelengkapan pagi ini akan semakin lengkap sekitar dua bulan kedepan saat anak pertamaku nanti sudah lahir.
Kubuka email pagi ini, satu persatu kubaca dan beberapa diantaranya langsung kujawab. Betapa terkejutnya saat salahsatu diantaranya email itu datang dari Grushkin, sahabatku. Anehnya, awalan suratnya ia awali dengan kata Assalamu ‘alaikum. Kalimat yang selama aku kenal dengan dirinya pun aku tak pernah mendengar ia mengatakannya.
Assalamu ‘alaikum
Sahabat, semoga kau dan keluargamu selalu pandai mengambil kebahagiaan di setiap waktunya. Dan kuberharap saat kukirim email ini, kaupun dalam keadaan sehat dan gembira dengan kebahagiaanmu.
Aku selalu mengingat saat kau setiap pagi selalu berdo’a di kamarmu dan berharap pagi itu kebaikan selalu menyertaimu, bahkan aku tahu namakupun seringkali kau ikutkan dalam do’amu. Terlepas dengan segala pikiran mudaku saat itu, namun aku selalu bisikkan di hatiku ucapan terima kasihku padamu atas kehendak baik mendo’akanku.
Tiga malam yang lalu, istriku menemukan album saat kita belajar bersama di Sidney. Ia bertanya banyak tentang dirimu, karena ternyata dalam semua album poto tersebut, selain aku tentunya, ternyata gambarmu lebih banyak dari yang lainnya. Istriku menanyakan banyak hal tentang dirimu, dan aku sadari baru kali ini aku bercerita tentangmu padanya. Dan aku lupa menceritakan banyak hal yang terjadi pada diriku selama ini.
Aku menghubungi Fabio meminta emailmu. Namun, Fabio baru membalas emailku hari ini. Pergantian Perdana Menteri di Italia, memang cukup menyibukkan dia. Saat ini Fabio sudah menjadi vice deputy di kementrian luar negeri Italia.
Senang sekali aku mendapatkan emailmu. Salam untuk istrimu.
Untuk kali ini aku hanya kirimkan salam dari istriku saja, Natassja Valleyna Rahama dan anakku...Aleksei Ivan Muhammad Sukarno
Teruntuk sahabatku semoga rahmat Allah selalu bersamamu.
Wassalamu ‘alaikum
Mohammed Yurigo Grushkin
Subhaanallah,....
Aku tertegun membaca email pendek itu, Grushkin masih seperti yang kukenal. Komitmen, teguh dan rasa respeknya pada setiap orang selalu tinggi. Dan satu hal membuatku semakin terkejut adalah ternyata ia sudah masuk islam.
Akhirnya perbincanganku pun berlanjut di Google Talk, dan ia mengakui sudah masuk islam dua tahun yang lalu bahkan bersama ibunya. Kini bersama keluarganya ia tinggal di St. Petersburgh dan mengabdikan dirinya sebagai peneliti di St. Petersburgh University. Nama anaknya memang ia akui terilhami terus dari Soekarno.
Jarak yang telah memisahkan kami dan waktu yang telah sekian lamanya membuat kami tak bersua berakhir pada satu kata-kata Grushkin “Aku yakin kau masih ingat janjimu padaku. Semoga musim panas tahun depan aku dapat datang ke Indonesia, harapanku selain ke makam Soekarno, kau bisa membekaliku dengan buku-buku tentang soekarno dan Presiden Abdurrahman Wahid!”.
Untuk sahabatku, takkan pernah ada pamrih bagiku. Sebuah kehormatan bisa menjalani beberapa waktu yang panjang dalam sebuah perjuangan bersama kawan yang setia, seiring, dan faham arti apa itu bersahabat..........
(Cianjur, Medio November 2011)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H