Mohon tunggu...
Ainurrofiatul Ulya
Ainurrofiatul Ulya Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga Ponpes Manbaul Ulum Sinoman Pati

Tetap bahagia meski tidak sempurna.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gender

10 Januari 2024   23:55 Diperbarui: 10 Januari 2024   23:59 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara mengenai gender tidak bisa dipungkiri bahwa akal perempuan memang lebih naqish dari seorang laki-laki dari sudut pandang emosional, karena itu perempuan biasa disebut dengan makhluk perasa. Contoh kecil saat "pms" saat dimana perempuan menjadi lebih sensitif dan sulit untuk bersikap rasional.


Berada di fase "pms" setiap perempuan pasti ada mood swingsnya, mau disangkal bagaimanapun emosional perempuan tetap saja perempuan.

Lalu bagaimana dengan perempuan hebat diluar sana? Mereka berusaha lebih keras dan berani untuk mengoptimalkan kecerdasan intelektual sekaligus mengendalikan emosional dalam dirinya dengan baik.

Hal tersebut perempuan lakukan dengan langkah dua kali lipat bahkan tegar menghadapi stigma di masyarakat. Jadi wajib hukumnya diapresiasi karena untuk mencapai setara, lagi-lagi garis start antara perempuan dan laki-laki sudah berbeda.  

Fitrah seorang laki-laki sebagai penanggung jawab kebenaran, namun jika ada seorang perempuan yang seolah melebihi laki-laki, bukan berarti salah fitrah, melainkan mereka yang lebih banyak usaha.

Jika perempuan lebih banyak usaha maka sudah menjadi hal yang wajar, karena untuk memiliki kualitas setara bahkan lebih dari laki-laki akan menjadi orientasi, karena dijanjikan sendiri oleh Allah "Barang siapa berupaya untuk berubah, maka akan dirubah keadaannya".

namun balik lagi, fitrah seorang perempuan tetap saja ingin dilindungi, dinafkahi, dijadikan satu-satu nya dan diperlakukan bak seorang tuan putri.

Oleh karena itu, mengenai kesetaraan gender dan equality dalam segalanya tidak bisa dipungkiri bahwa kita tidak bisa mengubah nash al-Qur'an dan hadist tentang hukum waris yang dua kali lebih banyak untuk laki-laki, mengubah hak cerai yang menjadi kuasa mutlak laki-laki, mengubah kewajiban nafkah laki-laki, mengubah hukum tidak sahnya jamaah antara laki-laki yang bermakmum perempuan. Tidak bisa!

Seorang laki-laki pun jika dibilang punya kualitas setara dengan perempuan bahkan lebih, mereka tidak terima.

Memang butuh kerjasama untuk menciptakan hubungan ideal agar menjadi rumah yang nyaman bagi masing-masing pasangan. Perempuan yang mulia serta laki-laki yang tau cara menghargai wanitanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun