Keputusan yang dibuat oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mengenakan tarif impor memicu kecaman global dari berbagai pemimpin dunia. Mengutip dari The Guardian, Trump kembali mengguncang ekonomi global dengan mengumumkan mengenai kebijakan tarif impor yang agresif pada tanggal 2 April 2025, yang ia sebut sebagai "Liberation Day" atau Hari Pembalasan. Adanya dua aturan baru yang akan diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat. Pertama, terkait pemberlakuan tarif universal yakni sebesar 10% pada semua barang impor asing. Kedua, terkait adanya tarif resiprokal yang akan dikenakan terhadap negara-negara tertentu.
Trump mengatakan bahwa penerapan tarif tersebut merupakan bentuk pembalasan, dikarenakan selama ini mitra dagang mengalami surplus perdagangan di saat yang sama, Amerika justru mengalami defisit saat bermitra dengan negara tersebut. Sehingga, Trump menyatakan, defisit neraca perdagangan tersebutlah yang menyebabkan kapasitas industry manufaktur di negaranya menurun dan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang lambat di Amerika Serikat.
Presiden Amerika Serikat mengungkap alasannya dalam pemberlakuan tarif tersebut dikarenakan ingin "Melindungi Industri Domestik". Trump meyakini bahwa produk impor yang murah dapat merugikan industry dalam negeri karena mempersulit produsen lokal untuk bersaing di pasar. Adanya tarif yang dikenakan agar mendorong konsumen Amerika untuk membeli barang buatan lokal.
Trump mengatakan "Kita akan membawa pekerjaan kembali ke Amerika, dan mengakhiri ketergantungan pada negara-negara asing yang merusak pasar kita"
Selain itu, Trump berusaha untuk "Mengurangi Defisit Perdagangan", Amerika Serikat telah mengalami defisit perdagangan cukup besar, terutama dengan Negara China. Dimana pada tahun 2017, sebelum diberlakukannya tarif impor oleh Trump, ternyata Amerika Serikat dengan China mengalami defisit perdagangan hingga mencapai lebih dari $375 Miliar. Oleh karena itu, Trump menganggap adanya hal tersebut sebagai ketidakseimbangan yang tidak adil dan menandakan bahwa China terlalu banyak mengekspor ke Amerika Serikat tanpa membuka pasar domestiknya untuk produk Amerika. Sehingga, dilalukannya tarif ini dianggap sebagai alat untuk menyeimbangkan perdagangan.
Seperti yang dijelaskan di atas bahwa Trump telah mengumumkan kebijakan tarif impor ke seluruh dunia dimana kebijakan tersebut mendapatkan respon yang sangat beragam dari seluruh dunia. Setelah Presiden Amerika Serikat merilis negara-negara yang terkena dampak tarif tersebut, salah satunya dampak tarif timbal balik terhadap Negara China dan Indonesia. Dimana kedua negara ini memberikan respon yang berbeda terhadap kebijakan Tarif Trump.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menetapkan perubahan tarif timbal balik (Resiprokal) terhadap Indonesia sebesar 32%. Trump memberikan tarif resiprokal pada sejumlah negara yang dinilai selama ini telah meraup banyak keuntungan dari hubungan perdagangan dengan Amerika Serikat. Berdasarkan data dari BPS, perdagangan barang Indonesia mencatat surplus dagang dengan Negara Amerika Serikat, per akhir Februari 2025 mencapai hingga $3,14 Miliar. Akan tetapi, surplus dagang hanya dialami oleh Negara Indonesia, Amerika Serikat tidak merasakan surplus dagang tersebut, bahkan mengutip dari Data Reuters, Neraca dagang Amerika Serikat dengan Indonesia justru defisit hingga mencapai $18 Miliar.
Adanya nilai yang berbanding terbalik tersebut, mengakibatkan Trump menetapkan pengenaan tarif resiprokal sebesar 32% untuk Negara Indonesia.
Setelah diberlakukannya tarif tersebut, pemerintah Indonesia merespon dengan mengambil langkah diplomasi dan negosiasi, bukan memberikan balasan dengan memberikan tarif serupa. Presiden Indonesia, Prabowo Subianto menginstruksikan kabinet merah putih untuk melakukan perbaikan dan melakukan penghapusan regulasi yang menghambat. Presiden Prabowo memilik untuk melakukan langkah strategis dan membuat perbaikan structural serta kebijakan deregulasi, yaitu penyederhanaan regulasi dan penghapusan regulasi yang menghambat. Pemerintah juga telah memutuskan untuk mengirimkan delegasi tingkat tinggi ke Washington DC agar melakukan komunikasi dan bernegosiasi dengan pemerintah Amerika Serikat.
Kebijakan Tarif Trump menyebabkan adanya ketegangan dalam perdagangan internasional. Sebagai bagian dari strategi Indonesia dalam menghadapi kebijakan tersebut, Indonesia memilih untuk mengumumkan adanya serangkaian konsesi, termasuk dalam penurunan tarif impor untuk sebagian produk Amerika Serikat seperti baja, alat kesehatan, dan bahan tambang. Pemerintah juga bernegosiasi untuk berencana meningkatkan impor dari Amerika Serikat, khususnya gas alam cair, kedelai, dan komponen infrastruktur.
Adanya kebijakan tersebut tentunya menimbulkan ancaman terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, Sri Mulyani Menteri Keuangan memperkirakan dengan adanya kebijakan tarif trump dapat memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 0,5%. Sehingga, pemerintah dan Bank Indonesia telah menyiapkan langkah untuk stabilisasi, termasuk intervensi di pasar valas demi menjaga nilai tukar rupiah.