Mohon tunggu...
Ainur rofiah
Ainur rofiah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Institut KH Abdul Chalim

Anak perempuan yang senang membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengapa Pemerataan Pendidikan Menjadi Gerbang Awal Merdeka Belajar?

14 Mei 2022   10:10 Diperbarui: 14 Mei 2022   10:17 1008
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Nama               : Ainur Rofi’ah

Asal kota        : Mojokerto, Jawa Timur

Zaman sekarang kebutuhan dasar bukan hanya sandang, pangan dan papan, tetapi juga pendidikan. Meskipun demikian, pendidikan di Indonesia dapat dikatakan masih memprihatinkan. 

Hasil survei Programme for International Student Assesment (PISA) menunjukkan bahwa Indonesia dari tahun 2009 sampai 2018 selalu menempati peringkat 10 terbawah, yang berarti kita masih berada di bawah rata-rata dalam tiga kategori yang diujikan oleh PISA yaitu kemampuan literasi, matematika dan sains (Ramesyah, 2020). 

Terdapat berbagai macam faktor penyebab kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah, mulai dari masalah sistem pendidikan sampai rendahnya kualitas tenaga pendidik. 

Langkah nyata yang dilakukan oleh pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mereformasi sistem pendidikan Indonesia adalah dengan mengeluarkan kebijakan Merdeka Belajar yakni sekolah, siswa dan guru memiliki “Kemerdekaan” untuk berinovasi, belajar dengan mandiri dan kreatif. 

Sampai dengan April 2022 total ada 19 episode merdeka belajar yang telah diluncurkan oleh Kemdikbud, yang di dalamnya terdapat kebijakan-kebijakan dan program-program untuk memperbaiki pendidikan Indonesia. 

Mulai dari kebijakan penghapusan Ujian Nasional (UN), perubahan mekanisme dana BOS, program kampus merdeka, program guru penggerak, kurikulum merdeka serta episode terbarunya yakni rapor pendidikan Indonesia. 

Selain kebijakan-kebijakan dan program-program tersebut, ada aspek penting yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan merdeka belajar yaitu perluasan dan pemerataan pendidikan. Karena dengan pendidikan yang merata seluruh rakyat Indonesia dapat merasakan pendidikan, dan itu merupakan gerbang awal menuju merdeka belajar.

“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Begitulah bunyi sila kelima dari Pancasila yang memiliki makna bahwa seluruh rakyat Indonesia berhak mendapatkan perlakuan yang adil, baik dalam aspek politik, ekonomi, hukum, agama, pendidikan, kebudayaan dan lain sebagainya. 

Sebagaimana isi dari sila tersebut, maka seharusnya seluruh rakyat Indonesia berhak mendapatkan pendidikan tanpa terkecuali. Berdasarkan data Direktorat Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, sebanyak 56,15 juta jiwa (20,63%) penduduk Indonesia yang berpendidikan hingga Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dan yang berpendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebanyak 39,67 juta jiwa (14,57%). 

Kemudian sebanyak 64,84 juta jiwa (23,82%) yang tamat Sekolah Dasar (SD) dan 63,49 juta jiwa (23,32%) yang tidak atau belum sekolah (B. Kusnandar, 2021). Dari data tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk Indonesia berpendidikan kurang dari SMP dan sekitar 63,49 juta penduduk masih belum atau tidak bersekolah. 

Pemerataan pendidikan berarti bagaimana suatu sistem pendidikan dapat memberikan kesempatan seluasnya-luasnya kepada seluruh masyarakat untuk mendapatkan keadilan dalam memperoleh pendidikan yang sama. 

Pemerataan pendidikan merupakan suatu kebijakan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah, dimana untuk kesuksesan dalam pelaksanaanya harus diimbangi dengan kerja sama antar seluruh lapisan masyarakat mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, sekolah, guru maupun orang tua.

Masalah pemerataan pendidikan masih menjadi persoalan yang belum terselesaikan hingga saat ini. Hal tersebut bukan tanpa sebab, karena banyak sekali hambatan dan tantangan yang mempengaruhi pelaksanaan pemerataan pendidikan. 

Dilihat dari laman web Neraca Pendidikan Daerah (NPD) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menyatakan bahwa angka putus sekolah per daerah masih tinggi, dimana faktor penghambat yang mendominasi adalah faktor ekonomi keluarga (Kemdikbud, n.d.). 

Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan dari United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) yang menyebut bahwa pandemi menyulut lonjakan kasus putus sekolah karena faktor kemiskinan (Auliani, 2022). 

Semenjak pandemi Covid-19 perkembangan situasi dunia menjadi serba digital, hal tersebut juga berpengaruh pada sistem pembelajaran, pembelajaran dilakukan jarak jauh dengan menggunakan gawai. Anak-anak yang tidak mampu membeli gawai untuk pembelajaran daring selama pandemi membuat mereka patah semangat dan akhirnya memutuskan untuk berhenti sekolah. 

Selain masalah ekonomi keluarga, ada juga permasalahan lain yang sering dijumpai yakni, sulitnya jangkauan untuk memperoleh pendidikan di daerah-daerah terpencil atau pelosok. Kondisi geografis Indonesia baik yang berupa daratan maupun lautan menyebabkan hambatan dalam melaksanakan pemerataan pendidikan. 

Wilayah yang sangat besar dan jumlah penduduk yang banyak menyebabkan adanya penduduk yang tinggal di daerah terluar, terdalam dan terpencil yang menjadikan penduduk kesulitan untuk mengakses pendidikan (Patintingan, 2019). 

Akses jalan dan transportasi yang kurang mendukung menyebabkan anak-anak kesulitan untuk pergi ke sekolah dan karena tempat tinggal mereka yang terpencil maka kecil kemungkinan daerah tersebut sudah ada akses internet, sehingga membuat mereka kesulitan ketika harus mengikuti pembelajaran daring selama pandemi.

Selanjutnya adalah permasalahan minimnya sarana dan prasarana serta rendahnya kualitas guru. Dalam pelaksanaan pemerataan pendidikan yang terpenting bukan hanya kuantitas namun juga kualitas. Faktanya angka partisipasi sekolah dan jumlah sekolah meningkat dari tahun ke tahun. 

Dari data yang dimiliki Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengungkap angka Harapan Lama Sekolah (HLS) meningkat dari 12,98 pada tahun 2019 menjadi 13,08 pada tahun 2021. Angka Rata-rata Lama Sekolah (RLS) juga meningkat dari 8,48 pada tahun 2019 menjadi 8,54 pada tahun 2021 (Rizaty, 2021). 

Namun hal itu tidak menjadikan pendidikan kita berkualitas, karena realitasnya masih banyak lembaga pendidikan yang belum memenuhi standar dan kompetensi guru yang jauh dari harapan. Maka dari itu, pemerataan pendidikan harus diimbangi juga dengan kelengkapan sarana dan prasarana serta pengembangan kompetensi guru.

Melihat dari permasalahan-permasalahan di atas, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah. Mulai dari pengoptimalisasian penyaluran beasiswa melalui dana BOS dan program Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk meningkatkan akses pendidikan yang berkualitas pada masyarakat yang tidak mampu. 

Selain itu Kemendikbud juga melakukan kolaborasi dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) untuk memperluas ruang lingkup dan sasaran program beasiswa LPDP. Seperti beasiswa pendidikan dan magang untuk dosen, beasiswa untuk mahasiswa, guru dan dosen di program vokasi, beasiswa untuk SMA, serta beasiswa untuk pelaku budaya (Kemdikbud, 2021). 

Kemudian untuk membantu ketimpangan akses dan kualitas pendidikan di berbagai daerah, Kemdikbud menggunakan sistem zonasi dengan kebijakan yang lebih fleksibel dalam penerimaan peserta didik baru dan juga melakukan kerja sama dengan pemerintah daerah untuk mengedukasi masyarakat akan pentingnya pendidikan serta memacu untuk menuntaskan pendidikan sesuai jenjangnya. 

Dalam episode merdeka belajar yang terbaru, Kemdikbud meluncurkan Rapor Pendidikan Indonesia untuk membantu satuan pendidikan dan dinas pendidikan mempelajari kondisi masing-masing, melakukan refleksi dan merancang langkah-langkah perbaikan yang efektif berbasis data.

Setelah membaca penjelasan di atas, kita akan menyadari bahwa untuk mewujudkan pendidikan yang merata dan berkualitas bukanlah suatu hal yang mudah. 

Dalam pelaksanaanya banyak tantangan yang harus dihadapi, juga perlu kerjasama antar semua pihak mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, satuan pendidikan, komunitas-komunitas pendidikan, orangtua bahkan kita sendiri sebagai siswa. Namun hal itu tidak menjadikan alasan untuk kita berhenti berjuang, karena pendidikan harus diperjuangkan. 

Seperti halnya Ki Hadjar Dewantara yang menggunakan pendidikan sebagai senjata untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, kita juga harus saling bekerja sama untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan merata sebagai gerbang awal menuju Merdeka Belajar.

#KampusMerdeka

#KampusMengajar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun