Mohon tunggu...
Ainur Rizaldy
Ainur Rizaldy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Sosiologi, Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Paradigma Masyarakat terhadap Politik Gender Indonesia

13 Januari 2022   15:16 Diperbarui: 14 Januari 2022   00:25 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masyarakat sering kali menempatkan gender pada pilihan paten berdasarkan konstruksi budaya sehingga membuat masyarakat memiliki pemikiran yang terbatas tentang gender. 

Hal ini dapat diterima oleh akal sebab Indonesia memiliki kebudayaan kental yang dikenal lestari turun-menurun dan dalam pembentukan pemikiran budaya tersebut disisipi oleh nilai-nilai agama yang sama kentalnya. 

Tentunya kodrat laki-laki yang patriarkis cukup dalam dan melekat dalam diri masyarakat Indonesia. Pengkotak-kotaan berdasarkan ekspresi seseorang merupakan gagasan atau paradigma dimasyarakat yang menganut heteronormativitas dimana ekspresi gender hanya terdiri dari dua macam: maskulin dan feminin. 

Ekspresi atau expression merupakan karakteristik maskulin dan feminin yang dalam konteks kultural dan sosial mengacu pada perilaku, sifat, dan sikap. 

Kelompok yang dinilai tidak sesuai dengan pandangan kultural dan sosial ini dianggap memiliki seksualitas minoritas atau disangkut-pautkan pada sexual orientation tertentu yang pada kenyataannya tidak demikian. 

Masyarakat heteronormativitas mengganggap bahwa sexual orientation, gender indentity, expression maupun sex characteristic adalah satu kesatuan yang mengikat. 

Pada masyarakat yang menganut konsep heteronormativitas mengasumsikan laki-laki cenderung lebih agresif, tegas dan individualis. Sedangkan perempuan diasumsikan lebih berempati, lembut dan sensitif. Kemudian muncul pandangan individu terhadap karakter maskulin dan femininnya. Hal ini berimbas pada dunia kerja yang terasa terdapat pengkatagorian gender tertentu khususnya pada dunia politik.

Pandangan masyarakat dalam menempatkan suatu sifat dan sikap tertentu yang diasosiasikan terhadap gender sejatinya dipupuk sejak dini sehingga mempengaruhi mental anak atau inner child. 

Sebagai contoh anak laki-laki dilarang menangis sedangan anak perempuan sah saja untuk menangis sebab menangis dianggap tidak maskulin tetapi cenderung feminin. 

Tindakan melarang anak untuk menangis dapat menekan emosi anak yang seharusnya dilampiaskan. 

Tidak hanya itu, pemilihan warna terang seperti merah muda dan pastel untuk perempuan dan warna gelap seperti hitam, biru dan abu-abu untuk laki-laki secara tidak langsung berpengaruh terhadap psikologis anak pada saat ia dewasa yang mana memiliki definisi sempit terhadap kelaki-lakian juga keperempuanan mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun