Mohon tunggu...
Ai Nurhasanah
Ai Nurhasanah Mohon Tunggu... Guru - Guru

Seorang pengajar yang masih harus banyak belajar | Seorang penikmat drama korea yang setuju bahwa salah satu me time terbaik adalah menonton | Seorang penulis amatir yang gemar mencurahkan segala apa pun yang terjadi di dunia fana ini | Mari menjelajahi tulisan saya. Amboooi!

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Puisi sebagai Sarana Mengungkapkan Perasaan

2 Desember 2022   21:06 Diperbarui: 11 Desember 2022   14:06 819
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi adalah karya sastra yang sarat makna. Menulis puisi yang indah memerlukan diksi yang kuat dan mampu menyihir pembacanya. Diksi yang digunakan merupakan perpaduan antara makna konotatif dan denotatif. Dengan berpuisi, kita akan mampu mengungkapkan perasaan yang tidak mampu diungkapkan sebelumnya.

Jika kita adalah orang yang introvert, puisi bisa membantu kita menuangkan ide, perasaan, dan pikiran ke dalam bentuk tulisan. Ketika kita sedang merasa senang, sedih, marah, kecewa, atau perasaan-perasaan lainnya, kadang-kadang hanya kita tahan dan pendam saja. Melalui puisi, kita mampu menuangkan perasaan-perasaan tersebut.

Di bawah ini adalah contoh puisi yang saya persembahkan untuk ibu saya. Sebagai anak rantau, kadang-kadang saya merasa rindu kepada orang rumah. Tidak hanya ibu sebetulnya, namun puisi ini saya khususkan untuk ibu saya yang selalu menunggu kepulangan saya.

Ikrar Kepada Ibu

Ibu...
Sesungguhnya denganmu aku bahagia
Tak perlu berkelana
Tak harus bersusah sengsara
Pun, tak mesti bersukar pinta

Tapi Ibu...
Usiaku tak lagi muda
Sudah jengah padamu aku menggantung asa
Memetik ingin hanya dengan bermodal kata
Walau nyatanya mampu memaku senyum pada sekubit rupa

Ibu...
Engkau tahu bagaimana caraku mengukur jarak pada jeda?
Kureguk habis seluruh rinduku pada tabung air mata
Dan, engkau tahu Ibu bagaimana caraku melawan luka?
Kurasai suaramu dan kuukir 'kita' bak nyata adanya

Ah, ya, Ibu...
Kupikir ini lebih sulit daripada bergerilya
Bagaimana bisa kusabda akan kembali tapi nyatanya tidak?
Boleh kubertanya Ibu, "Apakah engkau kecewa?"
Lalu, terima kasih lantaran tak pernah menyasap seluruh doa

***

Sekian pemaparan mengenai puisi dan contoh puisi yang bisa saya sampaikan. Semoga yang tadinya belum mampu menuangkan perasaannya dalam bentuk apa pun, puisi adalah salah satu jalannya. Semoga bermanfaat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun