Mohon tunggu...
Ainur Rofieq
Ainur Rofieq Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tingkat-tingkat Kognitif dalam Bermain

30 November 2016   01:46 Diperbarui: 30 November 2016   01:59 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tingkat-tingkat Kognitif dalam bermain

Courtney, ysng berusia 3 tahun, berbicara pada boneka, menggunakan suara yang mendalam dibanding suaranya. Miguel, di usia 4 tahun, menggunakan serbet dapur sebagai mantel penutup bahu dan terbang berkeliling seperti layaknya Batman. Anak-anak tersebut sangat asyik bermain yang melibatkan keyakinan pada orang atau situasi satu dari empat tingkat bermain Smilansky ( 1968 ) teridentifikasi menunjukkan peningkatan jumlah dari kompleksitas kognitif. Kategorinya adalah bermain fungsional, bermain konstruktif, bermain dramatis, dan permainan dengan aturan-aturan. Meskipun tipe-tipe bermain tertentu lebih umum pada beberapa usia tertentu, tipe-tipe bermain dapat terjadi setiap saat.

Tingkat yang paling sederhana, yang dimulai saat infancy adalah bermain fungsional ( kadang-kadang disebut bermain gerak ) berisi praktik-praktik pengulungan dalam gerakan otot besar seperti memutur-mutar bola.

Tingkat kedua adalah bermain konstruktif ( disebut juga bermain objek ) adalah permainan yang menggunakan objek atau material untuk membuat sesuatu, misalnya rumah dari balok atau krayon untuk menggambar. Anak menghabiskan waktu dengan estimesi 10-15 persen dari waktu mereka bermain dengan objek ( Bjoklund dan Pellegrini, 2002 ).

Tingkat ketiga adalah bermain dramatis ( juga disebut bermainan berpura-pura, permainan fantasi atau imajinatif ), melibatkan objek imajenir, aksi, peran yang menggunakan fungsi-fungsi simbolis yang muncul di bagian akhir tahun kedua ( Piaget, 1962 ). Permainan dramatis melibatkan kombinasi kognisi, emosi, bahasa, dan perilaku sensorimotorik. Hal ini dapat menguatkan dan menumbuhkan sambungan padat di dalam otak dan selanjutnya menguatkan kapasitas berpikir abstrak. Temuan studi bahwa kualitas dari permainan dramatis berasosiasi dengan kompetesi sosial dan linguistik ( Bergen, 2002 ). Dengan membuat tiket untuk perjalanan di kereta api imajiner atau berpura-pura membaca kartu mata di kantor dokter, anak membangun munculnya keterampilan literasi ( Chistie, 1991, 1998 ). Bermain pura-pura lebih jauh juga dapat mengembangkan keterampilan teori pikiran ( mengacu pada Bab 7 ).

Puncak permainan dramatis selama tahun-tahun prasekolah meningkatkan frekuensi dan kompleksitas ( Bjorklund dan Pellegrini, 2002; Smith, 2005 ) dan kemudian menurun saat usia sekolah anak menjadi lebih terlibat dalam permainan formal dengan aturan pengaturan permainan dengan prosedur yang diketahui dan penalti, misalnya kelereng, ular tangga. Bagaimanapun juga banyak anak berlanjut terlibat dalam permainan pura-pura lebih dari tahun-tahun di sekolah dasar. Secara estimatis 12 hingga 15 persen waktu dari anak prasekolah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun