"Bikin nasi goreng aja, Yang." Jawabnya.
Baiklah, segera kucari resep sederhana untuk membuat nasi goreng. Kucari yang paling simpel tanpa ribet agar pekerjaanku lebih enteng. Beberapa kali browsing akhirnya kudapatkan juga resep dengan judul "Nasi Goreng Simpel Sederhana 10 Menit Saja". Di rumah sudah tersedia bahan-bahannya seperti bawang putih, bawang merah, cabe, tomat, garam, penyedap, dan gula. Kebetulan juga di kulkas ada sosis, telur, sawi, dan kecambah. Aku yakin hasilnya nanti akan seperti nasi goreng jawa yang biasa kubeli di depan jalan utama desa.
Segeralah kusiapkan dan kuracik bahan-bahan tadi. Ternyata lebih dari sepuluh menit masakanku baru tersaji. Tentu aku tak menyalahkan judul dalam resep itu. Semua karena memang lambatnya pekerjaanku. Kupanggil suami yang masih sibuk memberi makan burung lovebird peliharannya. Sengaja masakan itu tak kucicipi terlebih dahulu agar suamiku saja yang mencicipinya. Setelah membersihkan tangan, dia menghampiriku di meja makan untuk sarapan bersama.
"Yang, ini belum kucicipi." kataku mengingatkan.
"Nggak apa-apa, aku pasti akan menerima apa saja yang dimasak istriku." jawabnya --membuatku tersipu.
Kuambil dua piring untuk segera kuisi dengan nasi goreng yang masih panas. Aku sengaja menunggunya menyuap terlebih dahulu dengan perasaan sedikit was-was. Doaku dalam hati, semoga masakanku membuat dia puas. Perlahan dimasukkan sesendok nasi dalam mulutnya. Ekspresi wajahnya terlihat biasa saja. Aku merasa gemas menunggu komentarnya.
"Gimana, Yang?" tanyaku tak sabar.
"Alhamdulillah." katanya.
Aku pun mulai menyendok nasi gorengku untuk kusuap. Kulihat dia makan dengan cukup lahap. Kukunyah sekali, dua kali, tiga kali. Tak terasa air mataku jatuh membasahi pipi. Segera kuhentikan suapan suamiku dan kuambil piringnya menjauh. Perasaanku sungguh terpukul meski cintanya membuatku terharu.
"Kenapa?" tanyanya.
"Ini kan nggak enak, Yang. Keasinan gini masih aja dimakan!"