Mohon tunggu...
Ainun Nadliroh
Ainun Nadliroh Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

(Tips Penulis Pemula) Titik atau Koma?

19 Juli 2018   08:53 Diperbarui: 19 Juli 2018   09:06 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku suka menulis fiksi. Terkadang cerpen, terkadang puisi. Namun, suka bukan berarti ahli. Terbukti, karyaku tak pernah satu pun mendapat tropi. Selalu tersisih karena seleksi.

Saat menulis, seringkali aku bingung dengan pemakaian tanda baca. Terutama titik dan koma. Mungkin karena aku tak begitu peduli dengan kaidah-kaidah penulisan dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Meminjam istilah Pak Khoiri UNESA, "syariat" menulisku belum terasah.

Aku pernah ikut seminar kepenulisan bang Tere Liye, novelis favoritku. Bukan sejak dulu aku mengidolakan beliau. Baru sekitar tiga tahun yang lalu. Padahal awal membaca novelnya tahun 2009 dulu. Itu pun karena meminjam punya teman di pondokku. Aku penasaran saat dia membaca buku itu sambil menangis tersedu. Ternyata benar ceritanya menguras kalbu.

Namun sekali lagi, saat itu aku belum mengidolakannya. Bahkan setelah kubaca novel-novel yang lainnya. Aku suka pada gaya penulisan yang seperti puzzle dengan bahasa seperti sastra lama. Tapi saat itu, aku hanya sekedar suka pada tulisannya. Bukan pada penulisnya.

Hingga kesempatan bertatap muka saat itu. Membuatku semakin giat menulis sesuatu. Beliau tidak menjelaskan bagaimana cara menulis. Beliau tidak menjabarkan bagaimana untuk menjadi seorang penulis. Beliau justru menceritakan tentang sang istri. Yang karena cinta, ingin memasak lezat untuk suami. Berbagai buku resep dia beli. Dia tiru dengan sangat hati-hati. Bahkan ukuran lengkuas, jahe, kunyit, dia ukur dengan senti. Masakan yang dinanti semakin lama tersaji. Padahal perut sudah keroncongan sejak tadi.

Singkat kata masakan pun sempurna. Disajikan lah di atas meja. Begitu semangat sang istri mengambilkan nasi beserta lauknya. Namun ternyata hasilnya tak begitu menggugah selera. Pujian yang diberikan hanya karena cinta. Dia menambahkan kalimat di tengah-tengah kisahnya. "Jika cinta memang harus siap menderita." Membuat kami, yang mendengarkan jadi tertawa.

Akhirnya sang istri pun malas meniru resep dari buku. Dia memasak sesuai dengan yang dia tahu. Ukuran lengkuas, jahe, kunyit tak terlalu kaku. Takaran garam, gula, penyedap sesuai kira-kira saja tanpa dipandu. Masakan cepat tersaji tanpa lama ditunggu. Dan ternyata hasilnya membuat lidah mulai merindu. Semakin lama masakannya semakin diburu.

Saat Bang Tere bertanya pada istrinya, "Bagaimana kamu memasak duhai Adinda?", jawabnya "Masak ya masak saja". Usai cerita Bang Tere berkata pada kami penulis pemula. "NULIS YA TULIS AJA". Tanggalkan dulu kebingunganmu tentang pemilihan kata. Tanggalkan dulu kebingunganmu tentang tanda baca. Jangan pernah takut salah. Semakin sering kau menulis akan semakin terbiasa. Semakin lihai pula memilih kata. Semakin benar pula meletakkan tanda baca. Begitu katanya.

Antara titik dan koma. Kalau terus kubingungkan antara keduanya. Kapan aku akan memulai menulis kata? Kan kupelajari seiring dengan tulisan yang belum tertata. Karena tentu tak bisa kuabaikan selamanya. Dengan bimbingan orang-orang yang sudah jauh lebih banyak menghasilkan karya. Mungkin tulisanku bisa lebih bermakna. Yang penting aku ingin memulai agar terbiasa. Hingga ada rasa yang kurang jika tak melakukannya.

Di rumah sambil memasak, 18 Juli 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun