Mohon tunggu...
Ainun Muslimah
Ainun Muslimah Mohon Tunggu... -

Belajar mencintai perdamaian\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Moral Anak Bangsa: Tergadai

21 Mei 2014   01:10 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:18 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebuah negara demokrasi khususnya Indonesia dalam pemerintahannya memakai sistem pemerintah yang berdasarkan pada konstitusi. Ketika negara dalam penyelenggaraan pemerintah mengabaikan konstitusi berarti negara tersebut telah dinyatakan sebagai negara yang inkonstitusi. Inkonstitusi merupakan ketidak terlaksananya pasal di dalam konstitusi. Dimana salah satu pasal yang tersebut di atas adalah mengenai peminta-minta, yang dapat kita lihat dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 34 bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Perlu kita ingat bahwa pasal itu benar-benar ada dalam konstitusi Indonesia yang nyata adanya. Namun perlu kita cermati apakah dalam kenyataan sehari-hari pasal itu masih dapat dikatakan terlaksana sepenuhnya? Dengan kata lain pasal-pasal itu memang terealisasi tidak sekedar retorika negara. Sehingga untuk membuktikan pasal tersebut tentunya perlu kita melihat dalam kehidupan senyatanya terlebih dahulu untuk membuktikan realisasi pasal tersebut.

Disepanjang jalan, persimpangan dan tempat umum seperti pasar, masjid, area perkuliahan serta perumahan warga, sering kita temukan anak gelandangan, pengemis bahkan pencopet dari kalangan generasi anak yang notabene adalah generasi muda yang diharapkan menjadi benteng kejayaan Indonesia di masa yang akan datang. Ironis ketika mereka bergerak diberbagai sudut kota hanya untuk mengais Rupiah dari belas kasih orang lain, moral tergadai demi uang dengan mempertaruhkan diri sebagai pencopet padahal pada usia yang masih belia, mereka seharusnya duduk manis di bangku sekolah untuk belajar terkait ilmu pengetahuan guna memperkokoh penghidupan dirinya dan membentuk ketahanan bangsa di masa yang akan datang. Jika sudah seperti ini, siapakah yang harus dipersalahkan? Ketika degradasi moral kian menjadi, tentu semua aspek dalam kehidupan turut andil di dalamnya seperti pendidikan, sosial ekonomi, dan hukum.

Pertama dalam bidang pendidikan perlu kita cermati kembali, mengapa mereka para gelandangan, pengemis bahkan pencopet yang sebagian besar anak-anak melakukan pekerjaan yang tidak bermoral seperti yang tersebut diatas. Ada bebarapa hipotesis yang menjadi latar belakang pendidikan menjadi faktor pertama terjadinya peristiwa diatas diantaranya minimnya tingkat kesadaran orang tua terhadap pendidikan anak. Artinya orang tua hanya berorientasi pada tenaga kerja sang anak untuk segera mencetak uang dari hasil keringat mereka tanpa susah payah mengenyam pendidikan yang tinggi dan mereka hanya berfikir sepintas, tanpa menghiraukan kesejahteraan anak dalam jangka panjang. Disamping itu ada pula faktor intrinsik dalam diri anak kecil yang enggan untuk belajar karena pada hakikatnya anak dalam usia muda masih suka bermain dan berbeda pada anak remaja serta orang dewasa yang pada dirinya sudah tertanam hakikat pribadi sebagai pembelajar sejati. Meskipun kita tahu akanhakikat tersebut, sudah seharusnya sebagai orang tua dan masyarakat pada umumya harus memiliki patokan untuk mengarahkan anak pada hal-hal positif yang tentu saja dengan bekal kesadaran yang di mulai dari dalam diri setiap orang tua, tokoh masyarakat, pemuka agama dan civitas akademika bahwa pendidikan untuk anak adalah hal penting dan mendasar. Khusus untuk civitas akademika, kebanyakan dari mereka hanya bergerak dalam pendidikan di lingkup formal. Padahal pendidikan itu tidak hanya ditanamkan di sebuah lembaga sekolah saja, melainkan pendidikan nonformal seperti layaknya terjun dalam realitas kumpulan anak-anak gelandangan yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah, civitas akademikapun ikut andil dalam permasalah tersebut

Kedua dalam bidang sosial ekonomi, ada anggapan bahwa kemiskinan merupakan sumber dari kejahatan kriminalitas. Sedangkan kemiskinan dalam bentuk fisik (terlihat) adalah berasal dari kemiskinan ekonomi. Namun tidak menutup kemungkinan orang dengan ekonomi tinggi tidak akan terlepas dari kejahatan. Misalkan koruptor sebenarnya orang yang telah sisa harta akan tetapi hakikat manusia adalah makhluk yang tiada batas kepuasannya, sehingga masih memungkinkan terjadinya kejahatan, yaitu kejahantan berdasi. Kembali ke pokok permasalahan gelandangan, pengemis dan pencopet di lihat dari bidang sosial ekonomi. Ada beberapa hal yang melatar belakangi terjadinya permasalahan seperti diatas di antaranya tingkat pendapatan yang rendah dalam masyarakat, tidak tersediannya lapangan kerja yang sesuai dengan pendidikan atau keahlian masyarakat, faktor kemalasan masyarakat untuk bekerja dan optimis yang kurang. Fenomena yang terjadi pada saat ini akan tetap bahkan bertambah buruk apabila pemerintah tidak segera menanggapai dan menyelesaikan permasalah serupa. Seharunya pemerintah mampu membaca kepekaan kehidupan warga negara lebih jeli, seperti halnya menetapkan UMR sesuai dengan daerah masing-masing secara adil, menciptakan lapangan kerja yang sesuai dengan sumber daya manusia Indonesia, dengan memanfaatkan terlebih dahulu SDM Indonesia ketimbang SDM asing, menanamkan etos semangat kerja kepada rakyat Indonesia dengan memberantas kemalasan bekerja.

Ketiga dalam bidang hukum, ketidak terlaksananya hukum bukan murni kesalahan rakyat yang melanggar hukum tersebut. Terkadang pemerintah membuat kebijakan hukum untuk ketertiban dan kelancaran penyelenggaraan negara, akan tetapi sosialisasi kepada rakyat masih dirasa sangat minim, sehingga alasan tidak tahu dapat terlontar oleh rakyat kapan saja ia melanggar. Padahal dalam pelaksanaan hukum ada asas bahwa sanksi pelanggaran itu tidak mengenal alasan tidak tahu, maka alasan tidak tahu tidak akan pernah di terima sebagai alasan pelanggar hukum. Mengenai pasal 34 UUD 1945 bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Jadi sudah menjadi kewajiban pemerintah atas tanggungan hidup khususnya anak jalanan peminta-minta yang tidak pernah mencium bangku sekolah. Penegasan pasal diatas dirasa belum sepenuhnya terlaksana. Seharusnya pemerintah konsisten dengan aturan yang telah dibuat, sehingga dalam realitasnya pemerintah bertanggung jawab atas fakir miskin dan anak-anak terlantar. Adapun wujudnya nyatanya dengan memasukkan mereka yang ada di jalanan dalam sebuah yayasan atau panti, sehingga tidak ada lagi orang yang tersia-siakan karena mereka juga akan mendapat fasilitas penuh dari pemerintah baik itu pendidikan, pekerjaan, dan hiburan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun