Mohon tunggu...
Ainun Muslimah
Ainun Muslimah Mohon Tunggu... -

Belajar mencintai perdamaian\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

PEMIMPIN: Bukan Terkenal Tapi Teruji

21 Mei 2014   01:26 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:18 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Terkenal belum tentu berkualitas, berkualitas belum tentu dikenal, itulah Indonesia. Negara yang disebut-sebut sebagai negara dengan penduduk terbesar ke 4 dunia. Penduduk negara ini banyak akan tetapi banyaknya penduduk ini belum teruji. Seperti halnya Indonesia merupakan penduduk yang beragama Islam terbesar, akan tetapi banyaknya orang Islam di Indonesia bagaikan buih di lautan yang luas. Kembali ke topik pemimpin belum teruji, jadi anehnya di sini calon pemimpin yang belum teruji saja sebagian besar penduduk sudah mengidam-idamkan calon pemimpin yang tersebut akan menjadi orang nomor satu di Indonesia tercinta ini. Apa lagi jika calon pemimpin tersebut sudah teruji, mungkin tidak akan ada pemilihan umum di Indonesia sudah pasti langsung akan di angkat menjadi presiden Indonesia.

Lalu sebenarnya permasalahannya itu terletak dimana? Sudah menjadi sebuah hukum alam, dimana ketika suatu negara itu mengalami kerusakan, kekacauan dan tanpa perubahan, kemudian muncullah seorang pemimpin yang mana pemimpin itu hadir di tengah-tengah krisis negara dan tidak ada seorangpun yang menjadi saingan pemimpin tersebut, sudah pasti itulah yang menjadi harapan dan mimpi besar rakyat dimanapun dan kapanpun negara itu berada. Tidak usah heran, hal seperti itu memang seharusnya terjadi, pemimpin manapun pasti akan melakukan hal seperti itu.

Namun yang menjadi sorotan perhatian kita, yang pertama kata pepatah jangan hanya melihat melalui kaca mata kuda. Ketika kuda itu berjalan memakai kaca mata, pasti yang dia lihat hanya arah depan dan lurus-lurus saja mengabaikan kejadian-kejadian yang terjadi di kanan, kiri, belakang, atas, bawah. Maksudnya di sini bolehlah kita membanggakan keberhasilan seorang pemimpin kita dengan catatan jangan terlena. Rasa terlena itu memang tanpa disadari akan melekat secara otomatis dalam jiwa rakyat yang telah merasakan manisnya buah semangka, daging buah teras segar tetapi daging kulitnya tak berasa atau hambar bahkan pahit. Artinya kita boleh merasa bangga dengan pemimpin kita tetapi secukupnya saja tidak perlu berlebihan hingga melenakan pemikiran kita, mau itu pemimpin berbuat baik atau buruk kita tetap mengangga dia yang nomor satu.

Kedua sebagai warga negara diharapkan peka dan kritis. Ibarat pepatah jika kita dikasih sesuatu dari orang lain tanyakanlah darimana kau dapatkan barang ini, apakah ada maksud tertentu kau memberikan barang ini. Kritis paling kecil dapat melakukan hal serupa. Akan tetapi dalam realitas hidup masyarakat sangat sulit mengajak kebaikan dari hal yang paling kecil, hal itu disebabkan bahwa rekonstruksi masyarakat sudah terbentuk sedemikian rupa, menganggap orang memberi sesuatu itu pasti tidak ada maksud tertentu (sedikit berfikir negatif) pengalaman pemilihan umum legislatif yang baru hangat-hangatnya ini, banyak hal yang harus menjadi perbaikan baik itu dari calon pemimpinnya maupun dari rakyat yang akan memilih perwakilannya.

Berbagai serangan baik itu serangan fajar atau serangan-serangan yang lainnya, yang pasti hal itu telah meracuni rakyat (kususnya rakyat kalangan bawah) menjadi rakyat yang matrealistis, mematikan pola pikir rakyat untuk berpikir dangkal. Sudah menjadi keharusan masyarakat peka ketika diberi uang dan mampu berfikir bahwa dibalik uang itu ternyata hak suaranya telah terjual. Meski tidak banyak yang berfikir sedemikian rupa, kebanyakan masyarakat pada umumnya berfikir “daripada tidak dapat apapun mending saya terima saja, tidak ada uang maka tidak ada pilihan (golput)”.

Sehingga, bolehlah saya berasumsi bahwa karakter masyarakat yang demikian itu adalah cerminan dari watak pemimpin di negerinya. Dalam artian bahwa apabila di dalam sebuah negara dengan mayoritas penduduk berkepribadian negatif maka pemimpin yang akan menjadi leader dalam negaranya adalah orang yang berperangai negatif pula karena pemimpin yang arif, jujur dan bersahaja akan tertolak. Hal ini disebabkan oleh karakternya yang berseberangan dengan watak masyarakatnya. Akan tetapi, apabila hal yang demikian itu terjadi di negara kita Indonesia, akankah kita yang mengerti dan paham terhadap berharganya suara rakyat terus membiarkan kebermunculannya pemimpin-pemimpin dari golongan mereka yang berperangai negatif? Relakah jika negara ini berlabel sebagai negara yang amoral karena pemimpin dan yang dipimpin sama saja mencederai makna demokrasi.

Itulah fenomena dari sebagian kecil sosok pemimpin yang terkenal tetapi belum teruji, sebagian besar lainnya yang belum teruji masih banyak. oleh karena itu, akan dibawa kemana demokrasi ini jika bobot kualitas masih dapat tersingkir oleh bobot kuantitas, jika yang di kejar adalah banyaknya kuantitas dengan menyampingkan nilai-nilai kebaikan. Sedangkan dasar kuantitasnya pun menjadi obyek transaksi antar tokoh maka tercoretlah sudah kualitas pemimpin negara. Mari berfikir kritis.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun