Menurut catatan BPS selama 2020 ekspor Indonesia ada pada angka 10,53 miliar dolar AS, sedangkan impor hanya di angka 8,44 miliar dolar AS. Angka itu membuat neraca perdagangan sejak Januari hingga Mei 2020 tercatat surplus 4,31 miliar dolar AS.
Neraca Perdagangan atau balance of trade (BOT) adalah perbedaan antara nilai ekspor dan impor suatu Negara pada periode tertentu, diukur menggunakan mata uang yang berlaku. Neraca perdagangan positif yaitu terjadinya surplus perdagangan dimana nilai ekspor lebih tinggi dari impor, sedangkan neraca perdagangan negative terjadi jika nilai impor lebih tinggi disbanding nilai ekspor. Neraca perdagangan sering kali dibagi berdasarkan sector barang dan sector jasa.
      Ada beberapa factor yang mempengaruhi neraca perdagangan :
- Biaya produksi di Negara importer VS Negara eksportir. Salah satu contohnya : biaya produksi minyak bumi Indonesia lebih mahal dibanding biaya produksi minyak bumi di Arab. Maka industry Indonesia akan cenderung mengipor minyak bumi daripada membeli produk local.
- Ketersediaan bahan mentah atau bahan baku. Jika suatu Negara ingin memproduksi pipa besi berkualitas tinggi, tetapi di Negara tersebut tidak tersedia tambang bijih besi dengan kualitas tinggi, maka Negara tersebut harus mendatangkan dari luar negeri atau impor.
- Nilai tukar mata uang. Negara yang memiliki nilai tukar mata uang yang tinggi akan memiliki daya saing yang rendah dalam perdagangan internasional jika dibandingkan dengan Negara dengan nilai mata uang lemah. Negara dengan nilai tukar mata uang yang lemah justru memiliki daya saing lebih tinggi karena harga produknya akan menjadi lebih murah bagi pengguna mata uang berbeda.
- Standarisasi barang impor. Penerapan standar tertentu untuk suatu barang yang diperbolehkan beredar di Negara tertentu dapat menjadi hambatan bagi suatu Negara untuk mengekspor barangnya ke Negara lain.
- Tarif impor atau ekspor. Pemerintah bisa mematok tarif ekspor tinggi guna mencegah pengiriman suatu barang ke luar negeri, penerapan bea impor oleh suatu Negara merupakan suatu langkah yang dapat diambil untuk menanggulangi deficit neraca pembayaran.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, sejalan dengan arahan Bapak Presiden Joko Widodo, pertumbuhan ekonomi kedepannya berbasis pada pertumbuhan industry, "Sebab itu pemerintah sedang mencarikan formulanya untuk semakin meningkatkan ekspor," kata Airlangga.
Produk pengolahan non migas sangat berkontribusi dalam perolehan nilai ekspor Indonesia di masa Pandemi Covid-19, hal ini dapat dilihat dari Neraca perdaganagan Indonesia Februari 2020 mencatat surplus 2,34 miliar dolar AS, membaik dibanding dengan capaian bulan sebelumnya yang mencatat deficit 0,64 miliar dolar AS. Perkembangan ini terutama dipengaruhi oleh kenaikan surplus neraca perdagangan nonmigas sejalan dengan kinerja ekspor nonmigas yang membaik dan kinerja impor nonmigas yang menurun.
Menurut data BI, Neraca perdagangan nonmigas Februari 2020 tercatat surplus sebesar 3,27 miliar dolar AS, meningkat dibandingkan dengan surplus pada bulan sebelumnya sebesar 0,53 miliar dolar AS. Perkembangan tersebut ditopang oleh kinera positif ekspor nonmigas beberapa komoditas antara lain batubara, CPO, dan beberapa produk manufaktur. Peningkatan surplus neraca perdagangan juga dipengaruhi impor nonmigas yang menurun, terutama untuk komoditas golongan mesin dan perlengkapan elektrik, antara lain sebagai dampak terganggunya rantai suplai global akibat Covid-19.
Neraca perdagangan Indonesia Maret 2020 surplus 743,4 juta dolar AS. Surplus tersebut terutama didukung oleh surplus neraca perdagangan nonmigas sejalan dengan tetap positifnya kinerja ekspor nonmigas di tengah meningkatnya impor nonmigas. Neraca perdagangan nonmigas Maret 2020 tetap surplus yakni 1,68 miliar dolar AS, meskipun menurun dibandingkan dengan surplus bulan sebelumnya sebesar 3,46 miliar dolar AS. Perkembangan tersebut ditopang oleh masih baiknya kinerja ekspor nonmigas, terutama produk pertanian seperti pakan ternak, perikanan, dan hasil olahan makanan lain, di tengah meningkatnya kinerja impor nonmigas terutama terkait impor konsumsi dan bahan baku.
Sedangkan neraca perdagangan nonmigas di Indonesia pada Mei 2020 surplus sebesar 2,10 miliar dolar AS, atau berbalik dari April yang defisit 81,7 miliar dolar AS. Hal itu karena penurunan impor nonmigas sejalan dengan permintaan domestic yang melemah akibat merebaknya dampak pandemic Covid-19. Penurunan impor nonmigas terjadi pada seluruh golongan penggunaan barang.
Berdasarkan data BPS pertumbuhan industry pengolahan nonmigas berada di angka 2,01 % sepanjang kuartal I 2020. Hal ini membawa dampak pada laju perekonomian nasional yang hanya mampu  tumbuh 2,97%. Dari data tersebut maka industry non migas sangat berkontribusi dalam perdagangan internasional Indonesia di masa pandemi Covid-19.
Meskipun ekspor non migas surplus di Masa pandemi covid-19 ini, akan tetapi nilai tersebut belum stabil karena pembatasan pergerakan barang dan orang di Masa pandemi ini. Selain itu nilai ekspor non migas surplus dibanding migas kemungkinan besar disebabkan karena harga migas Indonesia sedang turun. Kedepannya diharapakan industri non migas lebih meningkatkan kinerja dan kualitasnya sehingga migas dan non migas bisa sama-sama surplus. Pengembangan industrial halal sehingga Ekspor barang-barang  menggunakan label halal, penggunaan bank dan lembaga keuangan non bank berbasis syariah untuk transaksi keuangan.
Sumber: BPS, BI, Kontan, BeritaSatu