Mohon tunggu...
Ainun Nadhifah
Ainun Nadhifah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Seorang mahasiswi biasa yang sedang menempuh pendidikan di sebuah universitas negeri di Surakarta. http://blogainun.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jual Ginjal, Indikasi Kegagalan Pendidikan di Indonesia?

21 Agustus 2013   21:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:00 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semalam, beranda Facebook saya ramai karena sebuah link tentang sekelompok mahasiswa yang  berniat menjual ginjal. Diberitakan, puluhan mahasiswa PTN tersebut melakukan aksi siap menjual ginjal mereka untuk membayar SPP. Sesaat saya teringat pada berita beberapa waktu lalu, ketika ada seorang bapak yang menawarkan ginjalnya di Bundaran HI. Bila kita membaca berita-berita terkait, masih banyak terdapat kasus serupa; jual-beli ginjal. Ah, media memang membawa pengaruh besar atas merebaknya kasus jual-beli ginjal di Indonesia ini...

Manusiawi, ketika seseorang diberi perhatian lebih, maka orang lain akan menginginkan perhatian juga. Mungkin, mahasiswa tersebut berkaca pada Sugiyanto yang menjajakan ginjal demi menebus ijazah putrinya. Antiklimaks dari aksi tersebut, pemerintahlah yang kemudian turun tangan.

Lantas mengapa para mahasiswa melakukan aksi serupa? Mencari sensasi, kah? Meminta dukungan? Baiklah, saya memang bukan mahasiswa PTN tersebut, dan saya tidak pernah mengalami hal serupa (mengajukan surat penundaan pembayaran dan tertolak--red), namun menurut saya, aksi para mahasiswa tersebut kurang tepat untuk dilakukan oleh mahasiswa. Selama ini, mahasiswa selalu menggembar-gemborkan diri mereka sebagai agent of change, tetapi apakah menjual ginjal merupakan satu solusi yang bijak? Ginjal bukanlah mainan, bukan sesuatu yang dapat dengan mudahnya diperjualbelikan layaknya makanan ataupun buku koleksi.

Tidak, saya tidak menyalahkan aksi mereka untuk memperoleh keadilan. Sebelum melakukan aksi, bukankah seharusnya mereka mengerti konsekuensi melakukan jual-beli ginjal? Tidak tahukah mereka bahwa jual-beli organ tubuh manusia di Indonesia termasuk dalam tindak pidana khusus dan diatur dalam Undang-Undang? Tepatnya dalam Pasal 64 ayat (3) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih apa pun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar. Berpedoman pada aturan hukum tersebut, setelah menjual ginjal nanti, akankah mereka tetap bisa melanjutkan kuliah? Barangkali, masalah ini menjadi lebih rumit dan melebar ke mana-mana. Bukannya mendapatkan uang untuk biaya kuliah, melainkan harus membayar denda yang nominalnya berlipat-lipat dari biaya kuliah. Atau bahkan justru mendekam di penjara...

Mengapa tidak mencari solusi lain? Bukankah mahasiswa sebagai kaum intelek seharusnya bisa melakukan aksi tanpa bermain-main dengan kata jual ginjal? Bagaimana jika di kemudian hari makin banyak orang yang meniru aksi mengancam jual ginjal demi memenuhi kebutuhan mereka? Siapkah para mahasiswa yang menjadi harapan masyarakat tersebut bertanggung jawab?

Sekali lagi, saya tidak bermaksud menyalahkan ataupun mendiskreditkan satu pihak. Bagaimanapun, fenomena semacam ini terjadi karena peran banyak pihak. Biaya kuliah yang sejak dahulu mahal dan kini makin mahal telah memporakporandakan keinginan anak-anak Indonesia untuk bisa memperoleh pendidikan yang layak. Bagaimana seluruh anak Indonesia bisa menempuh jenjang pendidikan yang tinggi bila bangku kuliah hanya diperuntukkan bagi mereka yang berduit? Seorang kawan yang menempuh pendidikan di institusi terkait bahkan menceritakan bahwa mahasiswa salah satu prodi angkatan 2013 ini harus membayar 52 juta kepada pihak universitas. Sungguh miris. Mana implementasi Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan “Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan.”?

Lantas sampai kapankah masyarakat Indonesia harus melakukan aksi menjajakan ginjal demi melanjutkan kuliah? Dan pemerintah...sampai kapan biaya kuliah terus melambung sedangkan negeri ini membutuhkan insan-insan yang berpendidikan?

Di saat seperti ini, saya justru semakin bersyukur karena menempuh pendidikan di sebuah PTN di kota Solo yang notabene memiliki biaya kuliah dan biaya hidup yang masih terjangkau. ;)

Salam,

Ainun Nadhifah

Sumber:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun