Di zaman serba digital ini, siapa sih yang nggak main media sosial? Apalagi buat kita, para mahasiswa, scrolling Instagram, nonton TikTok, atau update status di Facebook sudah jadi rutinitas harian. Tapi, di balik keseruan itu, ada fenomena menarik yang bisa bikin kita tergoda---konsumerisme. Nggak jarang nih, karena tergiur gaya hidup mewah yang dipamerin di media sosial, banyak mahasiswa yang akhirnya terjebak dalam pinjaman online (pinjol). Yuk, kita bahas lebih lanjut!
Gaya Hidup Glamor di Media Sosial
Pernah nggak sih, merasa FOMO (Fear of Missing Out) gara-gara teman atau influencer favorit kita posting barang-barang keren atau liburan ke tempat eksotis? Rasanya jadi pengen ikut-ikutan, kan? Nah, itulah salah satu sisi dari media sosial yang bisa bikin kita terjerumus ke dalam budaya konsumerisme.
Di feed Instagram, kita sering lihat selebgram atau teman-teman pamer outfit mahal, makan di restoran mewah, atau jalan-jalan ke luar negeri. Padahal, nggak semua orang bisa afford gaya hidup kayak gitu. Tapi karena sering lihat, kita jadi merasa harus ikut biar nggak ketinggalan zaman. Hasilnya, kantong bisa jebol kalau terus-terusan belanja demi tampil 'wah' di media sosial.
Saat dompet mulai tipis tapi keinginan untuk tampil keren terus ada, banyak yang memilih jalan pintas---pinjaman online. Yup, pinjol seringkali jadi solusi cepat buat kita yang butuh dana instan. Apalagi, prosesnya mudah dan cepat. Tinggal klik-klik, uang langsung cair ke rekening. Tapi hati-hati, loh! Di balik kemudahan itu, ada jebakan bunga tinggi yang bisa bikin pusing tujuh keliling.
Sebuah survei dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan banyak mahasiswa yang tertarik sama pinjol karena mereka nggak paham risikonya. Mereka terpikat oleh janji manis iklan pinjol yang bilang prosesnya gampang dan tanpa ribet. Akhirnya, banyak yang terlilit utang dengan bunga mencekik dan susah keluar dari lingkaran setan utang.
Dampak yang Nggak Main-main
Masalahnya nggak cuma selesai di situ. Jeratan pinjaman online bisa bikin hidup mahasiswa berantakan. Bayangin aja, utang yang numpuk bisa bikin stres dan mengganggu fokus kita dalam belajar. Banyak yang akhirnya harus kerja paruh waktu buat bayar utang, padahal itu malah bikin prestasi di kampus jadi kacau.
Jangan sampai deh, kita jadi sibuk mikirin utang daripada mikirin skripsi atau tugas kuliah. Masa depan kita bisa terancam gara-gara masalah finansial kayak gini.
Terus, gimana dong biar kita nggak terjebak? Pertama, kita harus melek finansial. Kampus atau pemerintah bisa bantu dengan menyediakan program literasi keuangan. Ini penting banget buat ngajarin kita cara ngatur uang, paham risiko pinjaman, dan pentingnya nabung.