Mohon tunggu...
Ainul Mardhiah
Ainul Mardhiah Mohon Tunggu... -

Mahasiswa | Suka Menulis | Suka Membaca | Suka Berteman | Aktivis Lingkungan | Cinta Damai :)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pandangan Terakhir

28 Mei 2013   16:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:53 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Air mataku lilin

Setelah khusuk berdoa

Lebur menjadi puisi

Dalam goresan luka

Dan cahayaku tinggal lentik sepi

Kumasuki segala ruang, kumenerawang terang

Adakah yang menyeruak dan memberiku sebuah senyuman?

Tidak, tidak ada..

Aku meninggalkan mereka yang semakin riuh dalam tawa-tawa renyah ku menjauh

Apakah tak ada yang lebih menarik dari kesenangan harta, cinta, rindu dan kemaksiatan?

Mereka tahu segalanya

Tapi mengapa kemunafikan tetap jadi incaran?

Diantara tawa iblis yang memekik diam-diam

Terus mengendap-endap dalam geliat hasrat mencegat kebaikan dari jiwa-jiwa yang telah sekarat

Aku melangkah perlahan

Menerka-nerka wajah pucat kesakitan

Setelah kemaksiatan

Sebelum maut menjelang dan semua tinggal kenangan

Riwayat telah gagu dalam tubuh kaku

Semua merebahkan letih tangis

Saudaraku tercinta, tak perlu menangis..!
Siapa yang jatuh hati pada kematian?

Yang menyeru namanya dalam bisikan mesra?

Tak ada yang abadi bukan?

Kau pun tahu itu

Tapi kenapa semua masih terjadi?

Korupsi, seks bebas, narkoba begitu menggila..!!

Aku harap-harap cemas dalam gemas

Hujan turun tertatih-tatih bersama gumpalan gelisah

Aku ingin datang padaMu Ya Allah..

Mengadukan resah meninggalkan gundah nuraniku

Ku ikuti kehendak badai

Tapi ia malah membuatku terlempar ke cakrawala

Cakrawala yang menghindar setiap kali ku ingin menapak

Menyebabkan perjalananku makin hambar,

Kelam mengaburkan penglihatan ke ujung jalan

Oouughh… Apa yang terjadi denganku?

Terdengar langkahnya tergesa bersama angin

Yang menyentuh ranting kamboja

Kenyataanku pasrah dalam ucapan;
“Asyhhaduallaa ilaaha illallaah,

Wa ashhaduanna muhammadurrasuulullaah...”

Nyeri lama tidak terasa

Derita terlupa

Nyawa tertangkap kekal dalam pelukanNya

Sesaat keheningan tercipta

Pemberhentian kata yang tercatat dalam luka

Walau kini bahagia melumatkan rasa

Aku mabuk kepayang dalam maut

Dan yang tadi

Adalah pandangan terakhir untukku…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun