Mohon tunggu...
Ainul Mardhiah
Ainul Mardhiah Mohon Tunggu... -

Mahasiswa | Suka Menulis | Suka Membaca | Suka Berteman | Aktivis Lingkungan | Cinta Damai :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Siluet Mimpi Cinta Mati

20 Juli 2013   20:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:16 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sejenak, ku terdiam dalam gulita malam. Rinai hujan di luar sana mengingatkanku akan sosoknya. Klik! Sambil tiduran, kubuka file fotonya yang masih kusimpan. Matanya yang sayu dipadu senyum enigmatisnya. Menggetarkan ruhku. Aku menyingkap palung hati terdalam. Menikmati setiap garis wajahnya. Kupejamkan mata. Tiba-tiba aku merasakan ada seberkas cahaya masuk melalui jendela kamar. Aku terkesiap. Kulihat siluet bayang-bayang kemilau membentuk seperti kepulan asap. Cahaya yang tak kukenal itu menekan-nekan bahuku. Aku merasakan tubuhku terhempas tak berdaya. Lalu cahaya itu semakin dekat. Menyilet-nyilet mataku dengan sinarnya yang tajam. Oh, aku terperangkap! Ada apa ini? Aku tak bisa berkata-kata. Suaraku tenggelam. Aku melayang, membumbung tinggi pada suatu dimensi yang tak kukenal. Tolong..! Aku berteriak. Tapi sepertinya sia-sia. Tak ada yang mendengar. Dalam dimensi aneh itu, aku berlari tanpa arah. Berhenti sebentar, menarik napas yang tersengal-sengal. Berlari lari. Walau tak ada yang mengejar. Aku ingin pulaaang..! Teriakku membahana.

Kriiingg...!! Kriiiinngg..!!
Halo sayang, aku disini, kamu lagi apa?
Suara di seberang sana terdengar samar-samar olehku. Ternyata itu suara Riki, pacarku.

Aku tersentak. Segera kutepis mimpi burukku. Ya, itu cuma mimpi.

Mimpi itu kuterjemahkan sebagai rasa bersalahku. Dulu aku dicintai oleh seseorang yang sangat baik. Dia Budi. Aku berpura-pura mencintainya. Katanya dia cinta mati padaku. Hingga dia akhirnya benar-benar mati karenaku. Dia kecelakaan saat dalam perjalanan menjemputku. Waktu itu aku marah-marah tanpa alasan. Padahal itu untuk menutupi kecuranganku yang telah menduakan cintanya. Saat itu, diam-diam aku berhubungan dekat dengan Riki, pacarku sekarang.

Ssshhh,, klik! kututup file yang berisi foto-foto Budi. Kulanjutkan obrolanku ditelepon dengan Riki. Meskipun setelah kematian budi. Aku malah sering mengingat Budi, bukan Riki. Ouughh...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun