Mohon tunggu...
Nur Aini
Nur Aini Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi UNJ

Pendidikan Sosiologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Relasi Kuasa: Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus

27 Desember 2021   22:32 Diperbarui: 27 Desember 2021   22:38 901
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh : Nur Aini

Mahasiswa Pendidikan Sosiologi UNJ

Kekerasan terhadap perempuan dan anak masih menjadi masalah besar. Maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia saat ini mulai terungkap satu per satu. Kasus kekerasan seksual ini tidak mengenal tempat. Dilansir dari Kompas.com, sepanjang tahun 2015-2020 ada sebanyak 51 aduan kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan yang diterima Komnas Perempuan. Dalam laporan tersebut, Komnas perempuan mengungkapkan kekerasan seksual banyak terjadi di lingkungan universitas yaitu sebanyak 27%, kemudian 19% terjadi di pesantren atau pendidikan berbasis agama, 15% terjadi ditingkat SMU/Smk, 7% terjadi di tingkat SMP, dan 3% terjadi masing-masing di TK, SD, SLB, dan pendidikan berbasis agama Kristen.

Seperti yang baru-baru ini terjadi, kasus kekerasan seksual ini terjadi di lingkungan kampus dan pesantren. Tempat mengenyam pendidikan harusnya menjadi tempat yang aman bagi para perempuan, tapi menjadi tempat yang harus diwaspadai. Mirisnya, pelaku kekerasan merupakan seorang yang berpendidikan. Kasus dugaan kekerasan seksual terus bermunculan seiring dengan korban yang berani untuk mengungkapnya. Maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan universitas saat ini, mengharuskan pihak universitas untuk membuat sebuah aturan dan kebijakan yang sifatnya melindungi seluruh civitas akademika dari ancaman kekerasan seksual, dalam hal ini Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Contoh kasus kekerasan yang terjadi di UNSRI, pelaku kekerasan seksual merupakan seorang dosen dan menjabat sebagai kepala laboratorium. Sedangkan korban merupakan seorang mahasiswi tingkat akhir yang hendak melakukan bimbingan untuk penelitian skripsinya. Kekerasan seksual tersebut  di Laboratorium dalam situasi yang sepi dan tidak ada orang lain,  pelaku memanfaatkan situasi tersebut untuk melakukan tindak kekerasan secara fisik. Contoh lainnya, kasus kekerasan yang terjadi di UNRI, pelaku yang merupakan seorang dosen dan dekan FISIP UNRI. Korban yang saat itu sedang melakukan bimbingan skripsi di ruang Dekan FISIP UNRI, kerap ditanyakan pelaku terkait hal pribadi korban. Setelah melakukan bimbingan, korban mendapatkan perlakuan tindak pelecehan oleh dosen pembimbingnya. Akibatnya korban mengalami trauma.

Mencuatnya kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus ini, mengingatkan pada teori relasi kuasa. Konsep relasi kuasa ini dicetuskan oleh Michel Foucault. Relasi kuasa Foucault (Yani, 2016), menjelaskan antara hubungan sosial (relasi) dengan kekuasaan yang digenggam seseorang. Kekuasaan menurutnya memproduksi definisi suatu pengetahuan dan mengontrolnya. Foucault mengakui bahwa ada sekian banyak kekuatan dan kuasa yang menyebar luar dalam relasi antar manusia. Kekuatan-kekuatan ini ditemukan dalam berbagai aspek relasi antar manusia, misalnya relasi antar manusia dengan manusia lainnya dan juga relasi dengan lingkungan dan situasi mereka. Ada unsur penting dalam relasi kuasa, yaitu pertama sifatnya hierarkis yang meliputi posisi lebih tinggi atau rendahnya individu dalam suatu kelompok atau tanpa kelompok. Dan yang kedua yaitu ketergantungan, dimana seseorang bergantung dengan orang lain karena status sosial, budaya, dan pengetahuan/pendidikan. Menurut Foucault, adanya kedua unsur relasi kuasa ini menimbulkan kekuasaan yang berpotensi untuk disalahgunakan.

Kekuasaan yang dimiliki pelaku dan ketidakberdayaan korban merupakan unsur yang menjadi dasar kemungkinan tindakan kekerasan itu terjadi. Dalam contoh kasus mahasiswi UNSRI dan UNRI, korban memiliki kepentingan untuk melaksanakan bimbingan skripsi. Terduga pelaku yang merupakan seorang dosen, memiliki kuasa penuh. Dosen memiliki kekuasaan, misalnya dalam menentukan jadwal dan tempat pertemuan. Kekuasaan disini tidak hanya terjadi dalam aspek pemerintahan namun juga segala aspek yang berhubungan dengan adanya stratifikasi. Oleh karena itu, jika kontrol pengetahuan dalam genggaman kekuasaan maka dia mampu mengatur hubungan yang terjalin.

Namun, kebanyakan korban kekerasan seksual cenderung bungkam, mengapa demikian? Hal itu dikarenakan dampak psikologis yang ditimbulkan akibat kekerasan tersebut. Korban kekerasan seksual akan merasa malu dan trauma. Maka dari itu, kita jarang menemui korban kekerasan seksual yang berani bersuara. Relasi kuasa bekerja dalam banyak kasus, terduga pelaku yang tentunya lebih mendominasi tentu memiliki relasi yang luas dalam sector terkait. Dan relasi tersebut mampu dinormalisasikan untuk kepentingan penguasa dominan. Terkadang suatu instansi lebih memilih untuk menutup kasus rapat-rapat demi nama baik suatu instansi tersebut. Banyak kasus kekerasan seksual dilingkungan kampus yang tidak terungkap karena tak sedikit dari penyintasnya memilih untuk bungkam. Untuk menanggapi kasus semacam itu, terkadang pihak kampus memilih jalur internal dibanding jalur hukum. Kasus kekerasan seksual tak sedikit juga pelakunya merupakan seorang dosen. Melihat itu, adanya relasi kuasa yang dimiliki, kemungkinan bahwa kampus cenderung untuk menutup nutupi. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Direktorat Jendral Kemendukbudristek di 79 universitas di 29 kota pada tahun 2020, menemukan sekitar 77% yang disurvei mengaku telah terjadi tindak kekerasan seksual dikampus mereka dan  sebanyak 63% dari mereka memilih untuk tidak melaporkan kasus yang terjadi.

Maraknya kasus kekerasan dilingkungan universitas menjadi refleksi dalam memberikan penanganan yang lebih baik bagi para penyintas. Dengan memberikan perlindungan terhadap penyintas yang berani untuk bersuara.

REFERENSI

Adiatama, Dimas Wira. Memahami Pemikiran Michel Foucault : Teori Relasi Kuasa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun