Mohon tunggu...
Aini Shalihah
Aini Shalihah Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti Hukum/Pegiat Hukum Tata Negara

Pendidikan terkahir Master degree (S2) Hukum Tata Negara. Saya suka membaca dan menulis, serta sudah ada beberapa tulisan saya yang publish di Jurnal ber-ISSN dan Jurnal terakreditasi Nasional.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Konstruksi Romantisme Hukum Savigny dalam Rahim Demokrasi Indonesia

2 Juli 2023   07:58 Diperbarui: 2 Juli 2023   09:01 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Hukum bukanlah sesuatu yang dapat diciptakan secara sewenang-wenang dan terencana oleh pembuat hukum. Hukum adalah hasil dari proses yang bersifat internal dan otonom atau biasa kita sebut silently operating dalam diri masyarakat. Proses ini berakar dalam sebuah bangsa dengan dasar kepercayaan dan keyakinan bangsa yang bersangkutan serta kesadaran komunal bangsa tersebut. Hukum layaknya seperti bahasa yang tumbuh dan berkembang dalam relasi kebangsaan dan menjadi milik bersama dan juga kesadaran bersama. Hukum didasarkan pada karakter kebangsaan.

Indonesia yang merupakan penganut paham demokrasi, tentu masyarakat menjadi pondasi penting dalam bernegara. Indonesia kaya akan suku, serta budaya maka dari itu kita mengenal semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Begitu pula dengan sistem hukum yang ada, tidak hanya hukum positif seperti halnya undang-undang yang menjadi pedoman masyarakat Indonesia. Namun juga ada hukum adat yang hidup dan berkembang di tengah masyarakat. Jika kita lihat bahwa hukum positif mengikat seluruh masyarakat tanpa terkecuali, berbeda halnya dengan hukum adat yang hanya mengikat masyarakat tertentu. Hukum adat merupakan salah satu bagian sistem hukum yang juga diakui negara seperti halnya Indonesia.
Keberadaan hukum adat menjadi warna dalam struktur negara dan harus kita lestarikan. Seperti yang tertuang dalam pasal 18B ayat 2 UUD Tahun 1945, yang menjelaskan bahwa Indonesia sebagai negara yang mengakui serta menghormati kesatuan masyarakat hukum adat dan hak tradisionalnya sepanjang masih hidup serta sesuai dengan perkembangan masyarakat dan juga prinsip NKRI atau Negara Kesatuan Republik Indonesia, seperti halnya yang diatur di dalam undang-undang. Dapat diartikan bahwa negara mengakui keberadaan hukum adat dan konstitusional haknya dalam sistem hukum Indonesia. Memahami rumusan pasal tersebut, maka: konstitusi menjamin kesatuan masyarakat adat dan hak-hak tradisionalnya, jaminan konstitusi sepanjang hukum adat itu masih hidup, sesuai dengan perkembangan masyarakat, sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia serta diatur dalam undang-undang. Dengan demikian dalam konsitusi memberikan jaminan pengakuan dan penghormatan hukum adat apabila memenuhi syarat: pertama syarat Realitas, yaitu hukum adat masih hidup dan sesuai perkembangan masyarakat. Kedua syarat Idealitas, yaitu sesuai dengan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia, dan keberlakuan diatur dalam undang-undang. Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia kita juga sepatutnya menghormati dan menghargai peraturan daerah yang berlaku walaupun hal itu bertentangan dengan kepercayaan kita. Karena, dengan saling menghormati akan tercipta harmoni antara masyarakat Indonesia dan menghindari perselisihan yang ada. Demi terwujudnya satu kesatuan dan saling hidup berdampingan antar masyarakat.
Berkaitan dengan hal tersebut, Friederich Karl von Savigny atau biasa dikenal Savigny adalah seorang filsuf berkebangsaan Eropa yang memandang romantis tentang hukum. Bagaimana tidak, ia memandang hukum sebagai pancaran dari jiwa bangsa atau kita bisa kenal dengan istilah volkgeist. Hukum seperti bahasa dan musik yang mengalir dalam proses kebangsaan yang dilalui masyarakat bangsa tertentu. Pemikiran Savigny yang romantis dalam melihat dapat dilihat dengan mencermati beberapa istilah yang digunakan. Kita boleh menyebutnya sebagai istilah kunci yang menjadi pembuka ke dalam semesta pemikiran Savigny.
Mengutip dalam salah satu buku Antonius C. "Pengantar ke Filsafat Hukum" yang menjelaskan istilah istilah dalam pemikiran Savigny yaitu; Pertama adalah Rakyat (Volk) yang menurutnya romantisme bersumber dari rakyat dan dinamika kerakyatan yang terwujud nyata dalam kebudayaan dan keseniannya. Istilah rakyat mengacu pada entitas kebangsaan. Maka, berbicara mengenai rakyat berbicara pula tentang sebuah bangsa. Dengan itu, Savigny mengajak kita untuk melihat rakyat sebagai sebuah kesatuan semangat, bukan sekedar kumpulan individu-individu karena individu-individu secara satu persatu tidak memiliki makna sama sekali apabila dihadapkan pada istilah rakyat. Kedua adalah Hukum Kebiasaan, Savigny melihat bahwa hukum ini terbentuk sesuai dengan perjalanan dan perkembangan masyarakat Hukum adat atau hukum kebiasaan bagi Savigny adalah salah satu manifestasi dari hukum positif. Dengan melihat dan merefleksikan keberadaan hukum kebiasaan kita akan mendapat gambaran mengenai semangat dan kesadaran masyarakat. Ketiga adalah legislasi, dalam hal ini Savigny berbicara tentang tahap ketika pembentukan hukum positif terformalisasi dalam proses legislasi dalam sebuah organ legislatif. Proses ini tidak dapat dihindarkan karena ia merupakan keniscayaan dari perjalanan sebuah bangsa. Keempat adalah Hukum yang dihasilkan Yuris, dalam hal ini Savigny berbicara mengenai tahap dimana volkgeist telah terwujud nyatakan dalam Negara, dan dalam negara tersebut terdapat selain lembaga legislasi juga orang-orang yang secara profesional dengan keahliannya mempunyai kompetensi dan otoritas untuk mengartikulasikan hukum positif yang dikandung oleh volkgeist dalam proses legislasi. Mereka adalah para yuris seperti hakim, akademisi, ataupun jaksa maupun yang lainnya.
Dari pemikiran Savigny diatas, tentang romantisme hukum perlu kita refleksikan dalam kehidupan berdemokrasi. Dengan selalu saling menghormati dan menghargai hukum adat yang ada meski itu tidak sama (berbeda), selama tidak bertentangan dengan konstitusi.  Menumbuhkan sikap kerukunan dalam berbudaya, akan menciptakan kehidupan bernegara yang harmonis dan utuh. Demi terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun