Kecenderungan ikut-ikutan atau dalam psikologi dikenal dengan istilah konformitas adalah hal yang wajar karena pada dasarnya manusia cenderung mengikuti lingkungannya atau bagian dari bias kognitif, di mana bisa dialami oleh banyak orang secara bersamaan karena pemikiran seseorang bisa dipengaruhi oleh sesuatu yang sering dilakukan banyak orang.
Kalau dalam istilah dunia maya, mungkin kita mengenalnya dengan istilah "bandwagon", sebuah efek atau kondisi di mana masyarakat memiliki kecenderungan untuk mengikuti suatu tren yang sedang terjadi. Mulai dari gaya hidup,  konten di media sosial, perilaku, cara berbicara, tren hiburan, dan masih banyak lagi.
Kecenderungan ikut-ikutan terhadap tren mungkin tidak selamanya buruk. Terlebih di saat pandemi seperti ini, setiap individu pasti bosan dengan aktivitas yang monoton ditambah banyaknya waktu luang dan keterbatasan kegiatan di luar rumah. Menjalankan tren hobi mungkin dapat memberikan kita kesempatan untuk terkoneksi dengan orang lain dan dengan mengkombinasikan melalui hal-hal baru yang ditemui tersebut dapat menambah kebahagian tersendiri pula.
Namun, kecenderungan ikut-ikutan terhadap tren baru yang muncul akibat adanya pandemi Covid-19 ini dapat pula dikatakan menjadi suatu hal yang tidak wajar jika tidak dilandasi dengan pemikiran yang tajam. Kecenderungan "ikut-ikutan" tersebut dapat berubah menjadi ke sikap "takut tidak diakui" sehingga dengan persepsi tersebut kita berpikir harus meniru hal yang orang lain lakukan agar kita diterima menjadi bagian dari sosial mereka. Hal tersebut tentu dapat berbahaya untuk diri kita jika hanya mengikuti hal-hal yang tidak mempertimbangkan logika dan kebenaran.
Tak ayal, tren-tren yang muncul tersebut sebagaian besar bisa juga merujuk pada perilaku konsumtif yang terkadang hanya memuaskan nafsu belaka. Misalnya dengan memaksa membeli sepeda yang mahal untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain. Bukannya membuat lebih sering berolahraga atau memicu diri untuk berolahraga supaya sehat, tetapi malah membuat rugi karena tidak memperhatikan cash flow yang dimiliki demi terlihat keren ketika gowes.
 Atau malah mengundang perilaku negatif atau disalahgunakan oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab, seperti beberapa kasus pencurian terhadap tanaman hias yang lagi marak-maraknya seperti dilansir dari Kompas.com sebanyak 47 tanaman hias yang sedang tren raib digondol maling dan korban harus menelan kerugian hingga puluhan juta rupiah.
Beberapa hal itu dapat terjadi hanya karena memaksa menanggapi sebuah tren. Maka dari itu, bijaklah dalam menganggapi sebuah tren dan ingat, tren itu sifatnya sementara. Pilah-pilah mana yang cocok dan positif untuk dijadikan ikut-ikutan dan mana yang tidak. Tidak ada salahnya mengikuti perkembangan, tetapi tetap sesuaikan dengan kultur, etika, dan prinsip yang benar, serta jangan berlebihan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H