Mohon tunggu...
Ilham Surtila
Ilham Surtila Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Aku adalah AKu tidak juga Kau dia atau siapapun mereka. Sekalipun Aku tetap aku yang mempunyai identitas yang hanya aku dan Dia yang tau.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Rapor Untuk Anak

22 Juni 2013   13:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:36 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang kemaren anak laki-laki saya yang baru naik ke kelas 2 sekolah dasar (allhamdulillah) seperti kurang percaya diri ketika akan menunjukan rapornya, sedikit malu-malu nyaris tidak ada raut kegembiraan dimukanya. Sementara putri pertama yang dinyatakan naik ke kelas 5 sekolah dasar (allhamdulillah) dengan bangganya dan tanpa diminta menunjukan rapornya sambil sedikit memaksa. Ternyata seperti apa yang saya duga sisulung seperti biasa mendapatkan rangking dengan nilai terbaik di kelasnya, dia pun seperti berhak dan wajib mengajukan berbagai macam permintaan sebagai hadiah atas prestasinya. Sementara si abang rangking nya tidak  seberuntung kakaknya walau pun dengan nilai yang menurut saya sangat bagus, dia belum cukup menduduki peringkat sepuluh sekalipun,  mirip seperti bapaknya. Dia pun hanya  mengelus dada dan berbisik "abang pun dapat hadiah kan pak ?", seperti rendah diri dan mengerti kalo dia tidak berprestasi.

Sekolah secara tidak langsung telah mengkondisikan bahwa prestasi itu adalah dengan memiliki nilai-nilai akademis tinggi. Dan hal inipun diakui atau tidak,didukung dengan cara orang tua memperlakukan anaknya terhadap prestasi anak disekolahnya. Pada  umumnya orang tua sering memberikan hadiah, imiang-iming, janji dan apalah namanya jika  rapor anaknya mendapatkan rangking. Namun  jarang mempertanyakan bagaimana prilaku, etika, cara bergaul, sikap, minat, bakat dan hal-hal yang berkaitan dengan sifat anak disekolah. Jika sekolah memfasilitasi dengan memberikan rapor seberapa sering dia bohong,  jujur, jail, nakal, pasif, aktif, peduli, acuh, cuek dst mungkin orang tua akan bersikap sebaliknya.

Dari dulu sejak saya SD sampai sekarang rapor hanya sebatas rentetan penilaian atas prestasi akademik terhadap mata pelajaran yang diajarkan disekolahnya. Saat nilai-nilai tersebut dibawah standard yang ditetapkan maka anak tersebut dinyatakan tidak naik kelas. Sementara prilaku anak hanya diukur dengan penilaian baik, cukup, dan kurang dan itupun  jarang diperhatikan oleh orang tua .  Padahal bagaimanapun prilaku, sifat anak sejak dini  akan membentuk bagaimana karakter kelak dewasa mendatang.

Sangatlah ideal jika Rapor tidak hanya mengukur bagaimana anak cerdas secara akademik tapi bisa mengekur pola prilaku anak. Raport tersebut diharapkan bisa membentuk karakter anak yg bisa dan terbiasa jujur, peduli, rajin, supel, ramah, dst. Sejak Dini, sehingga Bukan Tidak Mungkin Indonesia Kedepan penuh dgn Generasi tidak hanya cerdas secara intelektual tapi jg cerdas secara moral.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun