Mohon tunggu...
Ainani Zulfa
Ainani Zulfa Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN RMS Surakarta| Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Islam

Perasaan, Perilaku, dan Pikiran manusia adalah unik. Manusia berdaya, manusia dalam perjalanan!

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Generation Gap: Mempertanyakan Mentalitas Gen Z, Generasi Strawberry

4 Juni 2024   20:08 Diperbarui: 4 Juni 2024   20:22 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

"Dikit-dikit self reward, gen Z si paling healing!?" Mengungkap kata yang tidak lagi jarang kita dengar. Generasi senior selalu mempertanyakan ketahanan mental generasi Z yang dijuluki generasi strawberry. Seberat apa bebannya?Dengan herannya, ia merasa selalu berada di situasi yang sulit dan berat, seakan seluruh beban dunia dilimpahkan kepadanya.

Serba-serbi dunia akan terasa dipenuhi warna berbeda di setiap tahap perkembangan zaman. Sekelompok individu mengalami peristiwa yang sama pada rentang waktu tertentu dalam suatu masa. Hal ini membagi manusia dalam beberapa generasi, dari Baby Boomers, Generasi X, Generasi Y atau Milenial, Generasi Z, hingga Generasi Alpha. Pembagian kelompok manusia berdasarkan generasi mengungkapkan karakteristik uniknya, memperkaya keragaman prinsip dan perspektif terhadap berbagai hal dalam kehidupan.

Hasil sensus penduduk tahun 2020 menunjukkan bahwa penduduk Indonesia didominasi oleh generasi Milenial dan generasi Z. Dari total 237, 63 juta jiwa tercatat, 27,94% atau 74,93 juta jiwa merupakan generasi Z, yang lahir pada rentang tahun 1997-2012, disusul generasi Milenial sebanyak 25,87% atau 69,38 juta penduduk. Sekelompok individu pada generasi yang sedang berada pada usia produktif, mereka sedang berkiprah pada eranya, era digital dan globalisasi.

Membicarakan kian masifnya perkembangan teknologi informasi yang telah merasuk dalam berbagai aspek kehidupan. Kehidupan manusia era digital mempersempit batas antara dunia nyata dengan dunia maya, keduanya seakan saling bersinggungan. Pembagian manusia dalam generasi yang mengelompokkan individu-individu atas peristiwa, kejadian, dan penanggungan nasib yang sama. Namun kemudian, tak jarang keunikan dan keberagaman generasi seringkali menimbulkan banyak perdebatan dan pro-kontra.

Keberadaan populasi generasi Z yang mendominasi menjadi topik pembahasan menarik karena banyaknya isu generasi yang terkenal dengan sebutan generasi strawberry. Menurut Prof. Rhenald Kasali dalam bukunya "Strawberry Generation" (2017), mereka adalah generasi yang penuh dengan gagasan kreatif tetapi mudah menyerah dan gampang sakit hati. Gen Z yang hidup dengan kemudahan berbagai akses teknologi informasi digital. Perumpamaan buah strawberry yang tampak menawan di luar, namun tidak tahan akan tekanan atau mudah rapuh. Mereka menjadi sosok yang rentan karena informasi membanjiri dirinya dengan cepat. Generasi ini banyak menjumpai istilah baru dalam kehidupannya, mereka juga terkenal dengan julukannya "si paling healing, si paling mental health". Kehidupannya tak mudah, gen Z lebih aware dengan isu-isu kesehatan mental yang saat ini bebas beredar. Menyebabkan mereka juga rentan pada diagnosis diri terhadap kesehatan mentalnya tanpa melibatkan profesional, sehingga permasalahan diri dapat muncul pada seseorang tanpa diiringi dengan pencarian penanganan yang tepat.

Seringkali kita menjumpai kolom komentar yang dipenuhi candaan pedas, mengandung sensitivitas tinggi, hingga menyiratkan kegalauan dan keluhan. Hal ini menunjukkan karakteristik generasi yang lemah akibat dari minimnya literasi digital, kemampuan pengelolaan dan pertahanan diri serta dalam menyeleksi berbagai informasi. Mereka dengan mudah menyebarkan informasi tanpa menguliknya lebih dalam, sehingga potensi tinggi terjerumus pada hoax.

Terjadinya generation gap yang berkaitan dengan fenomena generasi strawberry, menimbulkan persepsi buruk akan kinerja generasi Z dalam bidang tertentu. Generasi senior terkadang meragukan performa generasi saat ini karena karakteristik rapuh dan mudah mengeluhnya. Perbedaan antargenerasi ini justru dijadikan bahan saling serang, di samping dapat ditarik kearah yang lebih positif, misalnya sikap saling support dan melengkapi dengan saling memberikan pengaruh, contoh dan pengajaran yang baik. Karena sejatinya, setiap generasi tentu dihadapkan pada tuntutan eranya masing-masing.

Sudah semestinya, mentalitas pribadi dan daya juang yang kuat dimiliki setiap individu. Netizen Indonesia yang faktanya saat ini didominasi oleh generasi Z dapat mengembangkan kemampuan mengelola diri dengan disertai ketahanan mental yang baik. Selain itu kontrol diri dan budaya literasi digital juga perlu ditingkatkan agar "pikiran berjalan terlebih dahulu dibanding mulut dan jemari yang terbuka melontarkan kata". Sikap saling menghargai dan memperkuat derajat keimanan dapat menjadi suatu upaya. Sehingga potensi besar berada di genggaman generasi emas dengan daya kreatifnya dapat dilaksanakan dan dicapai. Generasi Z dengan berbagai stigma negatifnya harus berupaya bangkit, dengan mentalitas yang kuat dan yakin bahwa ia bisa diandalkan. Setiap individu berdaya, setiap manusia antargenerasi sekalipun, mendapati perannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun