Sudah dua hari aku berada diruang inap ini, dan dua kali pula aku keheranan. Sebab, di dalam ruang inap ku ini, ada lorong kecil menuju kamar mandi. Dan di ujung lorong, ada sebuah cermin besar tergantung di sana. Bingkai cermin berukiran kayu Jepara, menambah nilai estetika cermin. Pesona daya tarik cermin itu memikatku, seolah-olah ia menyambutku di ruangan itu.
Namun, selang berganti waktu, aku merasa suntuk di ruangan ini. Karena kerabatku yang pergi sebentar untuk mengambil beberapa keperluan dirumah. Ketika malam menjelang, kerabatku tak kunjung datang, ponsel genggamnya pun tak bisa kuhubungi. Ah... Mungkin saja ponselnya habis baterai.
Untuk menghilangkan rasa bosan, aku pun memainkan ponsel sejenak. Selang beberapa saat, tubuhku memberi sinyal untuk segera melepas hajat. Segera aku turun dari ranjang dan berjalan kearah kamar mandi. Dengan tiang infus di tangan, perlahan aku beranjak dari tempat tidur. Sesaat berbelok kearah lorong, sontak aku menemukan pantulanku di cermin ukiran itu. Seperti tersihir karenanya, aku melupakan perihal hajat yang perlu disalurkan.
Akupun mendekat kearah cermin itu. Menatap lekat pantulan bayanganku di sana. Aku seperti melihat diriku yang berbeda, serasa aku kembali seperti dulu, cantik dan anggun, tidak seperti sekarang yang kurus dan tak bertenaga.
Kusentuh pantulan cermin itu, aku terlonjak terkejut karenanya. Karena seperti ada aliran listrik mengalir lewat jariku. Akupun diliputi rasa penasaran. Kusentuh kembali pantulan bayanganku dicermin itu, namun anehnya, cermin itu tidak mengalirkan sengatan padaku.Â
'Ah... Mungkin ini efek dari aku berdiri lama disini,' pikirku sejenak. Akupun beranjak kembali ke ranjang, melupakan hajat yang harus dibuang. Dan aku pun jatuh tertidur beberapa saat setelahnya.
Keesokannya, aku terbangun dengan keraba yang sudah berdiri disampingku menyiapkan sarapan. Aku tak ingin bertanya lebih banyak padanya mengapa ia tak kembali kemarin, biarlah itu jadi urusannya. Kamipun menyantap sarapan bubur yang disediakan kerabatku. Disela-sela sarapan, aku membuka pembicaraan.
"Dek, cermin di lorong menuju kamar mandi itu, ukiran bingkainya bagus banget. Aku jadi ingin bawa pulang," tuturku.
"Lho?? Cermin mana toh mbak?? Gak ada cermin di lorong itu. Mbak menghayal kayaknya, efek dari obat dari dokter. Mending mbak abis ini istirahat lagi, biar lebih mendingan," ucap kerabatku penuh keheranan.
Melihat kerabatku yang keheranan, aku lebih terheran. Pasalnya, kerabatku yang tidak melihat keberadaan cermin itu membuatku heran. Jangan bilang hanya aku yang melihat cermin ukiran itu??
Tiba-tiba kepalaku terasa berat, akhirnya aku memutuskan untuk melupakan kejanggalan tadi dan terlelap tidur. Dalam tidurku yang terasa panjang, akhirnya aku terbangun dan mendapatkan sebuah kunci dimeja nakas. Aku raih kunci itu dan mengamatinya. Ukiran mawar terpajang samar di gagang kunci. Dan perasaanku lngsung mengatakan, kunci itu seperti ada kaitannya dengan cermin di lorong kamar inapku.Â