Mohon tunggu...
Ainur Rohim
Ainur Rohim Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengenali Bentuk Upaya Agar Allah Memberi Pertolongan

7 November 2017   00:38 Diperbarui: 7 November 2017   00:41 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Senin (06/11), pesantren mahasiswa (pesma) al-Iqbal kembali melaksanakan kajian aswaja bersama ustadz Nur Hadi yang berasal dari Gunung Anyar (Surabaya). Kajian aswaja kali ini membahas tentang istighotsah, mulai dari dalil (landasan) kemudian arti istighotsah, dan yang terakhir adalah fadhilah-fadhilah atau keutamaan istighotsah. Sebelum memulai masuk ke materi kajian ustadz Nur Hadi bertawashul kepada orang-orang shaleh terutama kepada Nabi Muhammad Saw, hal ini dilakukan agar apa yang akan dikaji mendapat iringan kasih Sang Kekasih sehingga menjadikan kita orang-orang yang terkasih.

            Selesai bertawashul ustadz Nur Hadi memulai mengaji materi istighotsah dengan menjelaskan dasar-dasar yang menjadi alasan masyarakat aswaja melakukan istighotsah. Dasar-dasar yang dijelaskan oleh ustadz Nur Hadi berisi tentang dalil dalam al-Quran dan al-Hadits  yang salah satunya adalah QS. al-Anfaal : 9 yang artinya : "(ingatlah), ketika kamu memohon ampun kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu : sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut". Ayat tersebut menjelaskan peristiwa ketika Nabi Muhammad SAW memohon bantuan dari Allah SWT, saat itu beliau berada di tengah berkecamuknya perang badar dimana kekuatan musuh tiga kali lipat lebih besar dari pasukan Islam. Kemudian Allah mengabulkan permohonan Nabi dengan memberi bantuan pasukan tambahan berupa seribu pasukan malaikat.

Uraian tersebut menimbulkan pertanyaan, apa sichistighotsah itu ? pertanyaan itu pun terjawab dengan lanjutan uraian tentang pengertian istighotsah. Dijelaskan oleh ustadz Nur Hadi bahwa istighotsah dalam Tafsir al-Maraghi 9/172 memiliki arti memohon pertolongan ketika dalam keadaan sukar, sulit dan mendesak. Istighotsah juga dapat diartikan sebagai bentuk upaya agar Allah berkenan untuk memberi pertolongan kepada kita semua ketika dalam keadaan yang paling tidak dianggap mudah untuk terwujud (keajaiban).

            Kajian berlanjut pada sejarah istighotsah di Indonesia, bacaan istighotsah masuk di Indonesia bersamaan dengan datangnya ulama' ahli thoriqoh. Ulama' ahli thoriqoh kemudian menghimpun bacaan istighotsah, dan bacaan istighotsah yang telah dihimpun tersebut  akhirnya dikenal di khalayak umum. Salah satu bacaan istighotsah yang telah dikenal di khalayak umum adalah bacaan istighotsah thoriqoh Qodiriyah wa Naqsyabandiyah.

              Setelah mengenal dalil, pengertian, dan sejarah istighotsah, ustadz Nur Hadi mengajak para santri untuk mengenal hukum-hukum melakukan istghotsah. Hukum melakukan istighotsah bermacam-macam sesuai dengan kondisinya masing-masing.

  • Kondisi pertama adalah ketika seseorang beristighotsah (berdzikir) secara berjamaah (kelompok). Imam al-Ghazali membandingkan antara berdzikir sendiri dengan dzikir dalam kelompok sebagaimana adzan dari seseorang sendirian dengan adzan dari suatu kelompok orang. Ia berkata, "Sebagaimana suara dari sekelompok muadzdzin akan menjangkau lebih jauh daripada suara seorang muadzdzin tunggal, demikian pula dzikir dalam suatu kelompok memiliki efek lebih besar dalam menjangkau hati/kalbu seseorang, dalam menyingkapkan hijab tebalnya, daripada dzikir oleh satu orang". (kitab hasyiah ibnu 'abidin5/263)
  • Kondisi kedua adalah ketika seseorang atau sekelompok beristighotsah (berdzikir) dengan jahr(suara keras). Dalam kondisi ini ada beberapa hukum sebagai berikut :
  • Dzikir jahri secara berkelompok di masjid adalah boleh, tidak makruh (Fatawil fiqhiyah al kubro 1/176)
  • Segolongan orang membaca di masjid dengan keras, bacaan tersebut bermanfaat bagi mereka dan mengganggu sebagian yg lain, jika kemaslahatan nya lebih banyak dari mafsadahnya maka membaca dengan keras lebih utama, namun jika sebaliknya maka makruh. (Bughyatul Musytarsidinhal 132)
  • Tidak Makruh/boleh Dzikir jahri dalam masjid selama tidak mengganggu orang sholat, orang tidur. (Bughyatul Musytarsidinhal 132)
  • Haram, jika dzikir jahri mengganggu sebagian besar orang yang sholat, ibadah dalam masjid. (Bughyatul Musytarsidinhal 132)

Kajian aswaja bersama ustadz Nur Hadi diakhiri dengan penguraian bacaan-bacaan istighotsah. Bacaan istighotsah yang pertama diurai adalah bacaan "laa haula walaa maljaaa minallahi illaa ilaih". Bacaan tersebut adalah bacaan hauqolah istighotsah dari : Al-Allamah Kyai Romli Rejoso Jombang, Al-Allamah Kyai Mushlih Mranggen, dan Al-Allamah Kyai Zamroji Kencong Pare Kediri. Tapi yang lebih utama memakai hauqolah yang al-ma'tsur (yang terdapat riwayatnya berasal dari nabi Muhammad SAW) yang berbunyi "laa haula walaa quwwata illa billah walaa maljaaa minallahi illaa ilaih". Kemudian bacaan istighotsah yang kedua adalah "hashantukum bil hayyil qayyuum alladzii laa yamuutu abadaa wadafa'tu ankumus suua bialfi alfi walaa haula walaa quwwata illaa billahil 'aliyyil 'adhiim". Bacaan tersebut memiliki faidah antara lain :

  • Menolak penyakit 'ain yang tumbuh karena perasaan, tandanya : banyak diam, tak punya malu, tindakan tanpa perhitungan.
  • Menolak  penyakit nadhrah (karena bayangan, angen angen, pikiran), tandanya: tidak perhatian, dipanggil tidak langsung njawab, jika sepi kadang2 tertawa sendiri.

Demikianlah kajian aswaja yang disampaikan oleh ustadz Nur Hadi pada kesempatan kali ini, semoga ilmu yang kita peroleh dapat bermanfaat dan dicatat sebagai upaya agar kita diperkenankan oleh Allah untuk mendapatkan pertolongan-Nya. Aamiin aamiin Yaa Rabbal 'alamiin. Bismillah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun