Namun, teguran itu tidak dihiraukan. HI justru terus mengganggu teman-temannya. Budi lalu mengambil tindakan dengan mencoret pipi HI menggunakan cat lukis. Namun, HI tidak terima dengan tindakan Budi dan langsung memukulnya.
Tidak lama kemudian, Budi mengeluh sakit pada bagian lehernya. Selang beberapa lama, Budi kesakitan dan tidak sadarkan diri atau koma. Dia langsung dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo, Surabaya.
Diperoleh informasi bahwa Budi dalam kondisi sangat kritis. Menurut diagnosa dokter Budi mengalami mati batang otak atau semua organ tubuh sudah tidak berfungsi. Budi dinyatakan meninggal dunia Kamis (1/2) sekitar pukul 21.40 WIB.
Berdasarkan keterangan guru lainnya, HI tergolong buruk, bandel, dan bermasalah dengan hampir semua guru, serta punya banyak catatan merah di bagian Bimbingan Konseling (BK).
Melihat kasus diatas, jika remaja sudah memiliki rekam jejak sebagai "pembunuh" sangat mengkhawatirkan untuk jenjang hidup kedepannya. Pelajar sekarang kebanyakan menganggap remeh omongan yang diberikan oleh gurunya disekolah kerena dianggap terlalu mengatur dan merasa jika omogan dari guru hanyalah omong kosong. Pemikiran seperti inilah yang membuat emosi siswa tidak dapat lagi dikendalikan sehingga rela melakukan hal-hal nekat kepada gurunya.
Menurut UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, pengertian guru adalah tenaga pendidik profesional yang memiliki tugas utama untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Guru akan membimbing dan mengarahkan pada hal apa saja jika siswanya melakukan hal yang melenceng. Seperti menegur jika siswanya tidak mentaati peraturan yang berlaku. Karena seringnya menganggap sepele perintah dan aturan, sempat terjadi kasus yang cukup viral September lalu di Yogyakarta.
Siswa membawa celurit kesekolah karena HPnya disita oleh guru (dream.co.id). Siswa yang membawa celurit tersebut berinisial G, siswa kelas 8 SMP Negeri 5 Ngawen.
Ponsel milik G disita guru agama lantaran ketahuan bermain game saat jam pelajaran. Aturan sekolah memang tidak mengizinkan siswa bermain ponsel ketika jam belajar mengajar.
G mengancam akan mengobrak abrik sekolah jika ponsel miliknya tak juga dikembalikan, dan keesokan harinya ia datang kesekolah dengan emosi memuncak membawa celurit dan meminta ponsel miliknya untuk dikembalikan.
Kejadian ini murni jika G hanya ingin ponsel miliknya dikembalikan, tetapi karena dikelabui oleh emosi, ia tidak mengikuti prosedur yang ada. Pihak sekolah juga tidak akan mengeluarkan G dan selalu memberi kesempatan untuk melanjutkan sekolah.