Oleh: Aimatuzzahrok (04020120030)
Hai perkenalkan namaku Nala, aku adalah mahasiswi semester 5 yang sedang menempuh pendidikan di salah satu Universitas di Surabaya. Aku mempunyai kisah cinta yang rumit dan aku ingin menceritakannya di sini.
Aku bertemu seorang anak laki-laki berkulit putih dan senyum yang cerah di Taman Kanan-kanak, aku tidak dekat dengannya dan tidak mengetahui namanya. Lalu aku bertemu lagi dengannya di Sekolah Menengah Pertama dengan paras yang berbeda sehingga aku tak mengenalinya. Temanku yang dekat dengannya memperkenalkanku pada laki-laki itu, "Ankara", ucapnya dengan lembut, "Nala", jawabku dengan malu-malu. Tetapi setelah perkenalan singkat itu, kami belum akrab juga saat itu. Barulah kami bertemu lagi saat masuk di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).Â
Singkat cerita, saat pendaftaran di SMK itu, aku tidak mengenal siapapun sampai aku bertemu dengan Ankara. Karena aku hanya mengenalnya, aku menjadi lebih akrab dengannya dan kami bersahabat baik. Kami berangkat sekolah bersama dengan menaiki sepeda, karena jarak rumah kami lumayan dekat. Banyak orang yang mengira bahwa kami pacaran, sampai akhirnya kami memutuskan untuk mengatakan kepada orang-orang bahwa kami adalah kakak beradik bukan kandung melainkan dari saudara dekat, seperti sepupu. Sudah cukup, mari kita beralih ke beberapa tahun setelahnya.
Cerita ini berawal dari kami ketika akan lulus dari sekolah pada tahun 2020 lalu. Karena kami bersekolah di SMK, tidak banyak yang berminat untuk masuk di Universitas. Yang tertarik untuk melanjutkan kuliah hanya aku, Ankara dan 5 orang lainnya dari 200 siswa yang ada di sekolah kami.
Aku memutuskan masuk di salah satu Universitas Negeri di Surabaya karena orangtuaku tinggal di Surabaya dan Ankara ke Universitas di Kediri. Dia membantu segala keperluanku sampai dia mengantarku pindah ke Surabaya. Aku agak merasa janggal, kok dia memaksa untuk mengantarku jauh-jauh ke Surabaya hanya karena tidak tega. Padahal aku sudah terbiasa pergi ke luar kota sendiri. Namun karena Ankara memang orang yang baik, aku tidak berfikir aneh-aneh.
Beberapa hari setelah aku mengirim berkas-berkas ke Surabaya bersamanya, dia tiba-tiba memberiku hadiah sebuah buku yang sudah 2 tahun aku impi-impikan. Aku membuka buku tersebut karena sangat senang dan ingin segera ku baca. Tetapi aku malah menemukan secarik kertas yang bertuliskan "Untuk yang teristimewa, Nala". Aku begitu kaget membacanya karena didalam surat tersebut dia mengungkapkan seluruh isi hatinya kepadaku. Aku tidak menyangka bahwa selama ini Ankara menyukaiku. Setelah aku selesai membaca surat tersebut, tiba-tiba terdengar notifikasi dari gawaiku, dan ternyata Ankara mengirimiku pesan singkat, "Nala, kamu sudah membaca suratnya?", tanya Ankara. "Sudah", jawabku. Lalu dia bertanya lagi, "Lalu, bagamana menurutmu?" tanya Ankara. "Apa kamu yakin? Aku belum pernah sekalipun membuka hati untuk laki-laki. Jika kamu memang serius, datangi ayahku saja", jawabku. Dan tanpa ragu, Ankara mengatakan, "Baik, aku akan ke Rumahmu menemui ayahmu". Aku kaget, kenapa dia bisa seyakin itu.
Satu bulan setelah Ankara mengatakan bahwa ia akan pergi menemui ayahku, dia benar-benar datang. Setelah itu Ankara duduk bersamaku, ayah dan ibuku. Ankara menyampaikan maksud kedatangannya adalah meminta restu untuk menjalani hubungan yang lebih seirus denganku. Ayahku memberi respon positif dan ingin Ankara segera melamar dan menikahiku saja, tidak apa-apa walaupun kami masih sama-sama kuliah, selagi Ankara menyanggupi. Ankara berfikir panjang, dan mengatakan bahwa ia siap menikahiku nanti di semester 7, aku hanya bisa mengangguk dan mengatakan "aku ikut apa kata ayah saja".
Pada semester 2 aku mengikuti organisasi kampus yang cukup terkenal di kampusku, aku mengikutinya dengan santai dan Ankara juga mendukungku. Sampai pada semester 4 aku ditunjuk sebagai pengurus di organisasi tersebut, dan semuanya berjalan dengan lancar.
Kami menjalani hari-hari bersama dengan baik. Sesekali Ankara datang ke rumahku untuk mengajakku jalan-jalan. Saat libur semester aku juga pulang ke desa untuk berlibur, dan sesekali pergi bersama Ankara. Terkadang kami pergi ke pantai, menikmati angina sepoi-sepoi dan menyeruput air kelapa yang segar. Terkadang juga kami hanya pergi untuk mengelilingi kota Kediri dan membeli makanan ringan di pinggir jalan. Saat itu, aku merasa sangat bahagia karena memiliki Ankara yang sangat sangat baik kepadaku. Ankara memperlakukanku seperti ratu, dan itu benar adanya.
Namun seiring berjalannya waktu, Ankara yang sangat lembut dan penyabar itu tiba-tiba berubah menjadi keras. Dia menyuruhku untuk keluar saja dari organisasi kampus. Aku tidak terima, karena aku mempunyai mimpi di sana, dan juga aku masih memiliki tanggung jawab besar di sana. Tetapi Ankara bersikeras menyuruhku keluar dengan alasan organisasi itu tidak penting untuk masa depanku. Sampai pada akhirnya Ankara memutuskan untuk keluar dari kampus tanpa membicarakan perihal itu kepadaku. Dia memilih untuk membuka usaha kecil dengan alasan untuk modal menikahiku nanti.