Melodi yang sempat terdengar, mengisi lorong kosong yang sempatmengering
Entah dari belahan dunia mana ia hadir, menghilang
Dan ia hadir kembali, lewat letupan angin, yang nyaris menjatuhkanku
Mataku terkatup, memerah dan entah danau itu mulai terasa meluap, tak ku sadari
Gontaiannya membuat diri ini melayang, terbawa angin, tak berarah
Semakin hilang, semakin menerpa bagian tubuh yang terlalu tipis
Segunung Tembok pun tak mampu menahanku, sungguh ini terlalu kencang
Aku sempoyongan menyaksikan awan-awan terus menggumpal dan semakin menghitam
Pertanda apakah ini?
Apakah aku akan mati detik ini, Tuhan angkatlah aku yang tak berdaya ini...
Sekeras apapun aku berteriak, tak ada satu pun kalimat yang terdengar
Yang ku rasakan, tenggorokannku mulai memanas, kering
Kalang kabut, sendiri..
Aku memaksakan mata untuk tetap waspada
Jika aku lengah, kegelapan akan menjadi duniaku
Setoreh cahaya pun tak ada
Aku dalam kegelapan
Tuhan..
Sekelibas, tubuh ku di terpa lagi
Oleh suatu hal yang tak ku kenal
Namun ini menyejukkan, menentramkan
Di sanaada setitik cahaya, mengumpul
Dan duniaku kembali damai oleh sinar hangat sang mentari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H