Mohon tunggu...
Aiman Witjaksono
Aiman Witjaksono Mohon Tunggu... Administrasi - Wartawan TV

So Called Journalist

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Unjuk Rasa dan Penggalan Pelantikan Presiden?

5 Oktober 2019   22:20 Diperbarui: 5 Oktober 2019   22:25 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mahasiswa menyampaikan orasi di Depan Gedung DPR/MPR, Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2019).(KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG).

Mahasiswa yang terlihat masif dan menyebar di seantero Indonesia, mengingatkan pada aksi serupa menjelang reformasi 1998. Meski berakhir dengan kerusuhan, harus dibedakan antara aksi murni Mahasiswa dengan kemungkinan gerakan penyusup alias provokator yang ada.

Aksi Mahasiswa yang menyebar ke seluruh Indonesia, tak banyak yang sadar bermula dari tanda pagar (tagar) di media sosial #GejayanMemanggil.

Tagar ini selama beberapa hari menggema di media sosial, dan menginspirasi gerakan yang melawan perasaan ketidakadilan di nurani masyarakat.

Ribuan mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia bergerak di kota - kota mereka, meneriakkan kegelisahan hati dan kegeraman jiwa atas pemberlakuan Undang - Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan rencana pengesahan Rancangan Kitab Undang - Undang Hukum Pidana (RKUHP), yang dinilai mereka melemahkan KPK dan menguatkan koruptor!

KUTUKAN KPK & KUHP
Selain ada pula pasal - pasal di RKUHP yang dinilai janggal hingga memasukkan peran negara terlalu dalam pada ranah kehidupan pribadi.

Belum lagi soal ancaman demokrasi akibat penambahan pasal - pasal karet yang bisa mengkriminalisasi siapapun tanpa kecuali dengan konteks yang sumir.

Pasal penghinaan Presiden, misalnya, dihidupkan kembali dalam RKUHP, padahal telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK).

Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 pernah membatalkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP).

Permohonan uji materi tersebut diajukan oleh Eggi Sudjana dan Pandapotan Lubis. MK menilai Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP bisa menimbulkan ketidakpastian hukum karena tafsirnya yang amat rentan manipulasi. (KOMPAS.com)

PENYUSUP DALAM DEMO
Aksi menyuarakan perasaan ketidakadilan meluas. Tapi tak disangka, unjuk rasa berujung kerusuhan. Terjadi di sejumlah perimeter (batas keliling) Kompleks Gedung DPR, MPR, DPD, di Jakarta.

Awalnya ada kesan mahasiswa yang melakukan, tetapi belakangan muncul kejanggalan, akan sosok-sosok yang misterius dalam kerusuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun