Mohon tunggu...
Agus Santoso
Agus Santoso Mohon Tunggu... -

Freedom and egaliter

Selanjutnya

Tutup

Politik

Obral Kursi Politik

25 Maret 2013   14:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:14 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perhelatan politik terbesar lima tahunan di bumi zamrud katulistiwa ini akan berlangsung di tahun 2014. Gema pesta demokrasi sudah terasa ditahun politik, 2013 ini. Mulai dari drama verifikasi peserta pemilu, yang awalnya hanya 10 parpol kemudian diloloskan beberapa peserta berikutnya. Konflik kepentingan sangat kental sekali dalam tahun 2013 ini. Saling sikut, saling rekrut, saling dorong, saling banting, saling mencuri...dan saling-saling lainnya yang dianggap wajar dalam arena "politik". Suhu mesin politik sudah memanas hingga mendekati titik didihnya. Bahkan partai baru pun ikut mendidih, walaupun kadang "Radiator" mesin politiknya dipaksa untuk kerja keras, karena simpati masyarakat harus diimbangi dengan biaya tinggi.

Ada yang menarik di pemilu tahun 2014 ini. Hampir seluruh partai membuka diri melalui media massa, baik lokal maupun nasional, baik cetak, audia visual maupun dunia maya, untuk "menawarkan" kursi politiknya kepada seluruh masyarakat. Bahkan partai sebesar PDIP pun ikut dalam promosi kursi politiknya ini. http://news.detik.com/read/2013/01/08/173201/2136513/10/eh-pdip-buka-lowongan-bakal-caleg-2014-nih, apalagi partai yang baru diloloskan oleh KPU tentunya lebih pontang-panting dalam memenuhi daftar Bakal Caleg pemilu 2014  http://www.merdeka.com/politik/lolos-jadi-peserta-pemilu-2014-pbb-buka-039lowongan039-caleg.html.

Kenapa hal ini dilakukan oleh partai-partai tersebut. Dalam analisa sederhana, saya coba sampaikan disini :

1. Kaderisasi telah gagal. Sebagai organisasi politik, apalagi yang sudah mapan sekelas PDIP, harusnya memiliki mekanisme yang otentik atau standar untuk melahirkan calon2 singa legislator. Kegagalan ini bisa bersifat menyeluruh artinya partai memang tidak memiliki program-program kaderisasi atau kegagalan sebagain yatu program kaderisasinya ada tapi kader-kader yang selama ini mengikuti program pembekalan tidak memiliki nilai jual di masyarakat. Sehingga banyak "kutu loncat" dari orang-orang "buangan" dari partai sebelumnya yang dinilai masih memiliki nilai jual di masyarakat dengan bujuk rayunya direkrut menjadi Caleg. Atau dengan cara pintas merekrut orang-orang yang memiliki popularitas tinggi dengan sedikit mengabaikan kapasitas dan intelektualitasnya.

2. Alergi Politik dari masyarakat. Tingkah polah politikus serta doktrin-doktrin negatif seputaran politik telah menjadikan antipati dari masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari semakin tingginya angka "golput" dalam setiap pilkada dan mahalnya biaya politik yang harus dikeluarkan oleh setiap konsestan pemilu.

3. Demokratisasi telah mendorong partai untuk membuka peluang kepada setiap warga negara untuk berperan aktif melalui pemilu anggota dewan. Ini satu alasan "positive thinking' kenapa partai itu perlu menawarkan kursi politiknya secara terbuka kepada khalayak ramai. Hal ini merupakan kesadaran bahwa kader partai tentunya memiliki keterbatasan jumlah serta adanya kader yang memang tulus tidak mau dicalonkan, sehingga wajar bila partai membuka peluang kepada masyakarat.

4. Peraturan yang mendorong obral kursi ini harus dilakukan oleh kontestan pemilu. Ketika suara terbanyak menjadi ukuran keterpilihan calon telah mengeliminir nomor urut calon, mendorong partai mencari orang-orang yang memiliki elektabilitas tinggi. Hal ini menuntut partai untuk menjadikan kadernya lebih layak jual di kalangan eksternal dan perlunya partai memberikan pendidikan politik yang memadai tentang visi dan misi partainya bagi para calon yang memiliki nilai elektabilitas tinggi namun masih "minim" pengalaman politiknya.

Secara umum saya mengatakan bahwa obral kursi politik ini sebagai indikator lemahnya kaderisasi di masing-masing partai serta belum berhasilnya pendidikan politik secara menyeluruh.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun