Mohon tunggu...
Arfi Aiman
Arfi Aiman Mohon Tunggu... -

lahir di Bandung, tumbuh dan besar di Jambi. Saat ini bermukim di Kuala Lumpur dan bersekolah di Sekolah Indonesia Kuala Lumpur, malaysia

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Malaysia Rasa Indonesia

15 Oktober 2014   19:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:54 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai orang yang baru saja bermukim di lingkungan baru, rasa ingin tahu mendorong saya untuk menjelajahi tempat-tempat yang baru dikenal. Siang itu, sepulang sekolah di hari pertama, saya bersama seorang kawan baru berjalan kaki dari sekolah di kawasan Putra menuju perhentian bis di daerah Chow Kit. Meski sudah mendengar cerita bahwa Chow Kit ini bisa dikatakan sebagai Little Indonesia, saya tak menyangka julukan itu benar adanya dan membuat saya hilang orientasi tempat untuk sesaat. Saya tak merasa ini di negeri orang! Berada di sini tak beda rasanya dengan rasa ketika saya berada di daerah Cicadas atau Kosambi, Bandung. Merdunya lantunan suara Tegar, pengamen cilik yang sedang naik daun hingga hingar bingarnya musik dangdut yang menampilkan penyanyi-penyanyi seronok yang tak saya kenali, memenuhi kedai-kedai elektronik dan pedagang CD (entah bajakan atau orisinal). Tak seberapa jauh dari daerah Chow Kit, di Sogo dekat dengan daerah Mesjid India, lagu-lagu yang diputar di jaringan mall dunia itu, mayoritasnya adalah penyanyi Indonesia. Bangga juga rasanya, Indonesia menjadi kiblat musik orang-orang di sini. Pengakuan-pengakuan untuk kualitas Indonesia dari masyarakat sini banyak terungkap dalam obrolan-obrolan dengan mereka : “Muzik Indon banyak bagus, ma…” kata seorang warga tempatan keturunan Cina. Atau ada seorang jiran kami yang sering berkata :” orang-orang Indonesia itu are very creative people, ape-ape je, boleh mereka buat. Makanan diorang pon best gile…. sedap!”. Sayangnya, tak semua warga sini menyatakan pengakuannya untuk saudara tua mereka setulus yang lain. Banyak juga sih, yang malu-malu mengakui dan merasa superior.

Hal lain yang membuat saya merasa bukan berada di negara lain adalah pada saat menonton tayangan televisi. Sepanjang Ramadhan lalu, ataupun dalam hampir semua tayangan bernuansa Islam, lantunan lagu-lagu Opick selalu bergema di sini (ehem…mudah-mudahan masalah copyright dan royaltinya baik-baik saja…). Theme song sinetron lokal pun tak jarang menggunakan lagu-lagu artis kita. Bahkan beberapa tahun lalu, ketika berkesempatan pertama kali mengunjungi Malaysia khususnya Kelantan yang berbatasan darat dengan Thailand, saya terkejut sekali mendengar lagu-lagu theme song film My Heart yang mayoritas diciptakan oleh Melly Goeslaw, dinyanyikan artis lokal dengan kece Kelate, Bahasa Melayulogat Kelantan!.

Rasa Indonesia di negeri ini semakin pekat terasa ketika saya merindukan masakan Indonesia dan kalau kebetulan ibu gak sempat memasak (maaf ya.. umi...). Di kawasan Kampung Baru, ada banyak warung Jawa yang sering dijadikan tempat ketemuan kakak-kakak pelajar Indonesia di Malaysia. Di warung-warung khas Jawa ini, makanannya murah-murah sekelas warteg dan satu lagi, bahasanya juga pastilah Bahasa Indonesia aksen Jawa!. Jangan khawatir, buat yang tidak biasa dengan kelas warteg, Frenchise Wong Solo dan Pecel Lele Lela pun bertebaran di sini. Tak jauh dari situ juga, berderet rumah makan-rumah makan Padang yang tidak meninggalkan orsinalitas kuliner Minang. Terlalu naif kalau ada yang berpandangan bahwa orang Indonesia tidak punya peranan sama sekali dan bahkan menjadi sumber permasalahan disini. Fakta menunjukkan betapa Indonesia memberi pengaruh yang luar biasa besar bagi saudara serantaunya. Saya tersenyum kecil saja ketika mendengar seorang anak sekolah rendah (setingkat SD di Indonesia) berkata kepada temannya, “…. Jadi, aku harus bilang ‘WOW’ gitu…”. Sungguh-sungguh bahasa khas sinetron Indonesia.

Dalam pandangan saya yang kecil ini, seandainya kedua negara jiran ini lebih mengedepankan persamaan dan persaudaraan, tentu hubungan yang teramat sangat mesra akan dapat dihadirkan. Lebih jauh, keduanya bisa bersatu sebagai sebuah kekuatan besar yang bahkan mampu menandingi dominasi negara asing semisal USA dan kumpulan-kumpulan bangsa Eropa lainnya.Sayangnya, harapan ini seringkali kandas kalau memperhatikan hubungan keduanya sering diwarnai konflik masalah perbatasan, masalah tenaga kerja, masalah klaim hasil-hasil budaya, dan lainnya.Tapi saya rasa, bersatunya Indonesia-Malaysia menjadi satu kekuatan besar bangsa berbahasa Melayu,bukan tak mungkin, pasti bisa meski tentu saja, perlu waktu. So, optimislah ……

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun