Dalam Khazanah Keilmuan Islam dapat kita temukan berbagai mazhab disetiap disiplin ilmu, seperti didalam ilmu nahwu yang biasa kita dengar ada mazhab kufah dan bashrah, didalam fiqh yang masyhur mazhab yang empat yaitu, Hanafi, maliki, syafi'i, dan hambali, kemudian dalam ushul fiqh ada mazhab anhaf dan mutakallimin, dalam kalam atau teologi islam terdapat mazhab khawarij, murji'ah,mu'tazilah,syiah, Asy'ariyah dan maturidiah, begitupulah dengan ilmu ilmu yang lain
Perbedaan perbedaan yang ada ini, ada yang ushul dan furu' ,Mayoritas atau jumhur ulama sepakat bahwa perbedaan dalam masalah furu itu tidak usah di pertentangkan karena itu adalah masalah khilafiyah yang sudah pernah Rasulullah sabdakan bahwa "perbedaan di kalangan umatku adalah rahmat". Adapun persoalan masalah ushul yakni menyangkut dengan akidah kalau masalah furu' itu menyangkut terhadap permasalahan fiqh.
Perpecahan Mazhab masalah ushul atau akidah pada islam bermula ketika terjadi konflik antara pendukung muawiyah dan pendukung sayyidina ali mengenai siapa yang lebih berhak menjadi khalifah, perseteruan kedua bela pihak itu dikenal dengan peristiwa arbitrase atau tahkim, peristiwa ini secara garis besar merupakan titik perpecahan yang sangat krusial pada islam, inilah akar terbentuknya mazhab sunni dan mazhab syiah, melalui perpecehan ini juga lahir khawarij yang mengkafirkan kedua bela pihak dan merupakan cikal bakal terorisme dalam islam
Tulisan singkat ini tidak akan membahas berbagai macam perbedaan mazhab akidah atau kalam itu, disini kita akan membahas sedikit mengenai Muktazilah, Syiah dan Asy'ariyah( sunni) . Apa yang dijelaskan pada tulisan ini merupakan penjelasan berdasarkan perspektif atau sudut pandang yang ditulis oleh seorang ulama/mujtahid syiah Ayatullah Murtadha Muthahhari dalam bukunya "Introduction To Kalam yang sudah diterjemahkan dalam bahasa indonsesia yaitu " Mengenal Ilmu Kalam".
Akidah Asy'ariyah sebagaimana telah banyak kita ketahui merupakan Mazhab akidah sunni yang dirumuskan oleh Imam Abu Hasan Al'Asy"ari yang dahulunya menganut Akidah Muktazilah. Imam Al Asy'ari meninggalkan Akidah Muktazilah dan Merumuskan faham Akidah yang dia beri nama "Asy'ariyah" setelah berdiskusi dan berdebat dengan melancarkan beberapa pertanyaan kepada gurunya Imam Al Jubba'i yang merupakan salah seorang ulama terkemuka Muktazilah pada masa itu. Salah satu Perbedaan mendasar antara Muktazilah dan Asy'ariyah adalah bagaimana cara menempatkan atau memposisikan akal dan wahyu. Hal ini bisa kita lihat bagaimana kedua Akidah ini memandang hasan (baik) dan qabih (buruk). Muktazilah berpendapat bahwa akal itu dapat memahami mana yang hasan (baik) dan mana yang qabih (buruk), tanpa wahyu manusia sudah dapat mengenali kedua hal tersebut dengan menggunakan akalnya, wahyu hanya sebagi penguat saja dari apa yang telah dipahami oleh akal. Pemahaman ini berbeda dengan Asy'ariyah yang berpendapat bahwa hasan (baik) dan qabih(buruk) itu timbangannya bukan berdasarkan akal tetapi berdasarkan dengan wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada utusan utusannya.
Dalam Bukunya Introduction To Kalam/Mengenal Ilmu Kalam, Ayatullah Murtadha Muthahhari ketika menjelaskan mengenai Akidah Asy'ariyah, ia merinci perbedaan atau persoalan antara Muktazilah dan Asy'ariyah yang kesemuanya itu ada delapan belas. Diantaranya yaitu mengenai sifat sifat Allah, kehendak Allah, Persoalan hasan (baik) dan qabih (buruk), Kehendak manusia dalam berbuat, kemungkinan manusia melihat Allah pada hari kebangkitan, Posisi atau status orang mukmin yang fasik, dan lain lain sebagainya. Ia juga menjelaskan mengenai transformasi perkembangan akidah Asy'ariyah yang mengalami modifikasi oleh penganut penganutnya. Dimulai dari Imam Al baqillani dan Imam Al Haramain, kemudian oleh imam Al Ghazali yang membuat akidah Asy'ariyah menjadi dekat kepada tasawuf/irfan dan para sufi, hingga dibuat bercorak filosofis oleh Imam Fakhruddin Ar Razi.Ayatullah Murtadha Muthahhari yang notabene merupakan seorang Ulama/Mujtahid Syiah juga menyebutkan bahwa dalam syiah juga banyak dipengaruhi oleh Asy'ariyah tetapi ia juga menyayangkan bahwa kebangkitan atau kemenangan akidah Asy'ariyah di dunia islam ini sangat merugikan, karena melemahkan semangat berpikir atau stagnasi pemikiran dunia Islam
Pada buku tersebut ia juga menjelaskan mengenai persamaan dan perbedaan antara Syiah, Muktazilah dan Asy'ariyah, Syiah dan Muktazilah memiliki banyak persamaan daripada dengan Asy'ariyah. Hal ini bisa kita lihat pada pondasi keimanan keduanya, dalam muktazilah biasa dikenal dengan sebutan "Ushul Al Khomsah yang meliputi tauhid,al-adl, al-wa'd wa al-wa'id, al-manzilah bainal manzilatain, dan al-amr bi al-ma'ruf wa an-nahy bi al-munkar, didalam syiah juga ada lima yang mencakup tauhid, al-adl nubuwwah, ma'ad, dan imamah, hal seperti ini dalam kita yang sunni dikenal dengan rukun iman yang enam.
Ayatullah Murtadha Muthahhari bisa kita lihat dalam sub bab terakhir pada bukunya itu ketika menjelaskan sudut pandang syiah dengan begitu jelas dan ringkas mempaparkan dan menjelaskan perbedaan serta persamaan antara Syiah, Muktazilah dan Asy'ariyah yang seringkali dalam beberapa peroalan Syiah seperti berada ditengah tengah antara Muktazilah dan Asy'ariyah, dalam konsep tauhid misalnya, mengenai tauhid af-a'linya syiah dan muktazilah itu sama tapi berbeda dengan Asy'ariyah, dalam masalah kehendak bebas manusia ini syiah berada di antara jabrnya Asy'ariyah dan tafwidh ilahiahnya Muktazilah, masalah Hasan dan Qabih yang sudah dijelaskan di awal antara Asy'ariyah dan Muktazilah yang ternyata Syiah dalama masalah ini condong kepada Muktazilah akan tetapi juga kemerdekaan dan otoritas serta kebsahan akal jauh lebih besar porsinya daripada muktazilah, berikutnya dalam masalah melihat Allah pada hari kebangkitan, Syiah dan Asy'ariyah sama sama berpendapat bahwa bisa dilihat berbeda dengan muktazilah yang berpendapat tidak bisa dilihat akan tetapi Syiah menegaskan bahwa melihat itu bukan dengan mata tetapi dengan hati, kemudian juga dalam persolan mukmin yang fasiq itu apakah kafir atau tidak, tentunya muktazilah menganggapnya kafir sama dengan apa yang dipahami oleh khawarij, Syiah dan Asy'ariyah tidak mengkafirkan orang mukmin yang fasiq, Syiah menganggap bahwa yang maksum itu bukan hanya para nabi melainkan juga para imam imam mereka.
Apa yang dijelaskan oleh Ayatullah Murtadha Muthahhari tersebut tentunya berdasarkan apa yang dia pahami sebagai seorang syiah, pada tulisan tulisan selanjutnya kita akan membahas mengenai ketiga akidah itu lebih mendalam lagi, entahkah itu dari sudut Asy'ariyah yang merupakan mazhab akidah sunni yang kami anut ataukah dari perspektif muktazilah atapun dari sudut syiah seperti pada tulisan ini, ditunggu saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H