Dokter-dokter muda anggota Ikatan Dokter Gigi Anak Indonesia memberikan layanan pemeriksaan dan perawatan kesehatan gigi gratis kepada anak difabel di SLB Negeri 1 Bantul, Kecamatan Kasihan, Bantul, DI Yogyakarta, Kamis (4/6). Pemerintah diharapkan memastikan anggaran untuk program internsip dokter Indonesia 2015 tersedia. (KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO)
Bulan lalu, tagar #dokterinternsipindonesia masuk dalam jajaran trending topic Indonesia. ‘Demo’ di media sosial ini bertujuan untuk menuntut kepastian pemerintah terkait program internsip dokter Indonesia (PIDI). Lantas, apa sebenarnya kendala yang ada pada program ini?
Setahun menganggur setelah menghabiskan duit orang tua selama 6 tahun itu rasanya...Gak kuat liat wajah bapak ibu :( #dokterinternsipindonesia —@chitaShita
Apa itu PIDI?
Sebelumnya, mari kita kaji mengenai PIDI terlebih dahulu. PIDI sederhananya ialah sarana pemahiran kompetensi dan pengabdian bagi para lulusan dokter yang lulus uji kompetensi. Program yang digulirkan oleh Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan, asosiasi institusi pendidikan kedokteran, asosiasi rumah sakit pendidikan, organisasi profesi, dan Konsil Kedokteran Indonesia ini berlangsung selama satu tahun, 4 bulan di puskesmas dan 8 bulan di RS. Tanpa melalui tahap ini, para lulusan dokter tersebut tidak dapat berpraktik secara mandiri. Hal ini merupakan konsekuensi dari kurikulum pendidikan kedokteran berbasis kompetensi.
Rasanya semua orang tentu setuju bahwa PIDI adalah program yang perlu didukung karena memberi memberi manfaat tidak hanya kepada para dokter sebagai sarana pemahiran, tetapi juga kepada masyarakat daerah pelosok yang menerima akses pelayanan kesehatantersebut. Namun, sayangnya pelaksanaan program ini tidak semulus yang dirancang pemerintah.
Ketua Konsil Kedokteran Indonesia, Prof. Dr. dr. Bambang Suprayitno, mengemukakan bahwa umumnya para lulusan dokter menunggu maksimal tiga bulan sebelum diberangkatkan ke lokasi penempatan. Namun, saat ini mereka terpaksa menunggu dari enam bulan hingga lebih dari setahun. Hal inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya ‘backlog’ atau penumpukan peserta internsip.
Pada bulan Februari 2015, sebanyak 2.500 dokter telah ditempatkan beserta 2.300 dokter lainnya pada Mei 2015. Kebanyakan dari mereka berasal dari lulusan 2013-2014 yang surat tanda registrasi (STR)-nya terlambat terbit. Di luar 4.800 dokter tersebut, masih ada 506 dokter yang seharusnya ditempatkan Juli ini. Dikarenakan anggaran yang tidak mencukupi, 506 dokter itu pun terancam mengalami penundaan waktu keberangkatan. Padahal, Oktober-November nanti ada sekitar 3.500 dokter yang juga harus diberangkatkan. Nantinya, sekian persen dari 3.500 dokter itu pun juga akan terancam mengalami penundaan waktu keberangkatan. ‘Backlog’ peserta internsip ini dapat terjadi berulang-ulang hingga seterusnya apabila pemerintah tidak mengambil kebijakan terkait hal ini.
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, salah satu penyebab ‘backlog’ atau penumpukan ialah terlambatnya penerbitan surat tanda registrasi. Menurut Ketua KKI, masalahnya bukan terletak pada Konsil Kedokteran Indonesia yang mengeluarkan surat tanda registrasi program pemahiran, namun karena terdapatnya dualisme penyelenggara ujian kompetensi pada tahun 2014 (klik frase di samping untuk membaca lebih lanjut).
Kami butuh pekerjaan yg sesuai dgn profesi kami. Ada saran jd asdos, guru bimbel dll. Buat 2.000 dokter cukup? #dokterinternsipIndonesia -@beladirk