Mohon tunggu...
Yosilia Nursakina
Yosilia Nursakina Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni)

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Memberikan Umpan Balik di Tengah Masyarakat yang "Gak Enakan"

15 Februari 2019   14:39 Diperbarui: 21 Februari 2019   16:00 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Saya tidak mendapatkan apa-apa dari organisasi ini. Saya merasa gak berkembang."

"Ketika kerjaan bagus, dibilang 'oh oke', tapi sekalinya gak sesuai ekspektasi dicecernya abis-abisan. Saya gak pernah diapresiasi ketika saya kerja maksimal."

"Kok si X kerjaannya gak pernah beres ya? Kayaknya emang orangnya males ya? Saya pengen mutasi dia ke divisi lain aja deh."

Umpan balik. Dua suku kata yang tak lazim kita dengar, namun jarang kita lakukan. Alasannya? Gak enakan.

Mungkin menjadi orang yang "gak enakan" akan memberikan kesan bahwa kita adalah sosok pribadi yang baik, sopan, selalu berkata yang baik-baik, dan tidak pernah bilang 'tidak'. Namun, sadarkah kita bahwa sifat "gak enakan" ini justru menghambat kita dan lingkungan sekitar kita untuk berkembang?

Alasan kita takut untuk menerima/memberikan sebuah umpan balik
Selain dampak dari budaya sekitar kita, rasa "gak enakan" ini juga muncul dari aspek biologis manusia. Ahli neurobiologi menemukan bahwa otak kita bereaksi lebih cepat terhadap hal negatif daripada hal positif. Reaksi ini merupakan reaksi primitif yang dulunya penting untuk pertahanan hidup.

15 tahun yang lalu, muncul pula sebuah teori bernama negativity bias yang menyatakan bahwa hal negatif (pemikiran buruk, kejadian traumatik, emosi negatif) memiliki efek lebih besar pada kondisi psikologis seseorang daripada hal-hal yang positif, walaupun keduanya disampaikan dengan intensitas yang sama.

Alhasil, kita takut untuk menerima umpan balik karena terkesan negatif. Umpan balik lekat dengan 'konfrontasi'. Kita lebih senang berasumsi dan bermain dengan imajinasi sendiri. Kita menjadi sensitif terhadap kritik, bahkan ketika kita tidak mendengarnya sama sekali.

Pertanyaan sederhana seperti, "Menurut Anda, bagaimana kondisi sistem kita sekarang?" bisa membuat kita 'terpelatuk' dan merasa bahwa sistem yang kita miliki dipertanyakan kualitasnya.

Padahal yang terjadi justru sebaliknya. Umpan balik membuat kita paham akan 'titik buta' yang tidak bisa dilihat oleh diri kita sendiri, namun bisa dilihat oleh orang lain. Bisa jadi, umpan balik merupakan sebuah 'hadiah' yang bisa melejitkan perkembangan diri kita sendiri maupun orang-orang di sekitar kita. Sebuah umpan balik yang sederhana bisa saja menjadi titik balik kehidupan seseorang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun